💑Ancaman💑

18 8 0
                                    

[UTAMAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA!]

<Happy reading>

💑

Fia dan Dio sudah sampai di sekolah. Kali ini mereka naik motor, karena mobil Dio sedang ada di bengkel. Fia turun ketika Dio sudah menghentikan motornya di parkiran sekolah. Bersamaan dengan itu, seorang lelaki berkacamata datang menghampiri mereka.

"Dio." Fia menarik pelan lengan Dio ketika lelaki itu belum menyadari kehadiran Wedi karena sibuk mengaca pada spion motornya.

Dio menoleh lalu turun dari motornya. Menatap ke arah Wedi.

"Duluan aja, Fi," ujarnya pada Fia.

Sebenarnya Fia penasaran. Tapi melihat raut wajah Dio yang terlihat serius, Fia terpaksa mengangguk dan bergegas pergi dari sana. Meninggalkan dua lelaki itu.

"A-aku gak bercanda waktu aku bilang pengen taruhan sama kamu." Setelah Fia pergi, Wedi langsung berbicara. Nada bicaranya sedikit gemetar. Lelaki itu memegang tali tasnya dengan erat.

"Hari ini nilai matematika bakal keluar. Kita liat nanti siapa nilai yang paling tinggi." Setelah mengatakan kalimat itu, Wedi langsung pergi dari hadapan Dio. Meninggalkan tanda tanya pada lelaki itu.

***

"Ulangan matematika sudah ibu nilai. Sekarang ibu akan bagikan." Guru perempuan itu langsung menyebutkan nama yang ada di kertas itu satu per satu.

Saat nama Dio Sanjaya dipanggil, lelaki itu beranjak dari duduknya dan maju ke depan untuk mengambil hasil ulangannya. Dua buah angka dengan tinta merah tertulis di sana. 85! Dio tersenyum melihatnya.

Di saat giliran nama Wedi yang dipanggil, lelaki itu segera maju ke depan. Tak lupa dengan tatapan tajamnya yang mengarah pada Dio.

Wedi tersenyum puas ketika melihat dua angka di sana. 86! Lebih unggul satu poin dari Dio. Saat ingin kembali ke tempat duduknya, Wedi memamerkan kertas ulangannya pada Dio. Sambil menunjuk-nunjuk angka berwarna merah itu. Tatapannya seolah berkata 'aku menang!'.

***

"Tunggu!"

Langkah Dio terhenti ketika seseorang menahannya. Begitu pun dengan Raden yang ikut berhenti berbicara. Padahal lelaki itu sedang bercerita pada Dio tentang pacarnya.

Mereka berdua kompak menoleh dan mendapat Wedi di sana. Lelaki itu berjalan menghampiri Dio dengan tatapan sinisnya.

"86!" Tiba-tiba Wedi menyodorkan kertas ulangannya pada Dio. Dio menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas nilai berwarna merah itu.

"Kamu kalah! Aku liat nilai ulangan kamu tadi 85. Berarti kamu kalah," ucapnya sambil menurunkan kertas ulangannya.

"Kamu harus terima tantangan dari aku," ujar Wedi serius. Dio menghela napasnya. Masih tak habis pikir dengan sikap Wedi yang sekarang.

"Lo kenapa sih, Wed? Tiba-tiba kayak gin-"

"Terima aja atau kamu bakal dicap sebagai pengecut." Wedi memotong ucapan Dio.

"Oke! Lo maunya apa?" tanya Dio to the point.

Wedi terdiam sekejap. Kedua tangannya yang berada di samping mengepal tak bisa diam. "Kamu harus tembak Rora di depan semua orang."

Dio hampir tersedak ludahnya sendiri. "Lo gila?! Kenapa bawa-bawa orang lain segala?"

"Kamu nolak berarti kamu pengecut," ujar Wedi berhasil menyulut emosi Raden yang mendengarnya.

"Yang bener aja lo, Wed!" timpal Raden merasa tidak terima. Walaupun dia yang bukan menjalani tantangannya, tapi Raden tau kalau tantangan itu tidak benar. Apalagi sampai bawa-bawa perempuan segala.

Merasa tidak benar, Dio pun segera berbalik meninggalkan Wedi. Ia rasa percuma meladeni ucapan lelaki itu.

"Kamu bakal nyesel nolak taruhan dari aku!" teriak Wedi kesal karena perintahnya diabaikan oleh Dio.

***

"Ini buat lo."

Saat sedang asik mengobrol dengan Cia, tiba-tiba seorang perempuan datang sembari memberikan secarik kertas pada Fia.

"Dari sia-" Pertanyaan Fia terpotong ketika perempuan itu sudah pergi begitu saja. "-pa?"

"Apa tuh?" tanya Cia sambil melirik ke arah kertas yang dipegang Fia. Fia mengedikkan bahunya tidak tau. Lalu membuka kertas itu dan membacanya.

Gue tunggu di gudang belakang sekolah. - Dio

"Dari Dio?" tanya Cia yang ternyata membaca kertas itu juga. "Ngapain Dio ngajak ketemuan di sana?"

Fia pun bertanya-tanya tentang hal itu. Kenapa tiba-tiba Dio mengajaknya ketemuan? Apalagi ketemuannya di gudang sekolah. Sempat terbesit di pikiran Fia kalau Dio ingin memberikan surprise padanya. Hal itu membuat Fia tersenyum tipis.

"Yaudah, Ci, gue ke sana dulu, ya. Daahh." Setelah itu Fia buru-buru pergi ke tempat yang sudah diberitahu oleh Dio.

***

Sesampainya di sana, Fia tidak menemukan tanda-tanda adanya Dio. Fia sudah sampai di depan gudang. Di sana sangat sepi dan sedikit gelap. Fia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Dio. Tapi ponsel lelaki itu tidak aktif.

"Dio mana ya?" tanyanya pada diri sendiri. Kakinya melangkah untuk mendekati gudang. Fia pikir, Dio ada di sana tengah menunggunya.

"Dio?" panggil Fia sambil memasukkan kepala ke dalam. Sementara badannya masih berada di garis luar pintu. Tapi tetap saja, tidak ada balasan apa pun.

Di saat Fia ingin mengeluarkan kepalanya, tubuhnya tiba-tiba saja tersungkur ke depan dan terjerembab ke bawah. Seseorang telah mendorongnya.

"Eeh!" pekik Fia terkejut.

Brak!

Fia menoleh dengan cepat ketika mendengar suara pintu dikunci. Buru-buru ia bangkit sambil menepuk-nepuk tangannya yang kotor. Berjalan cepat ke arah pintu dan menggedor-gedornya.

"Eh siapa nih? Bukain! Kenapa dikunci?!"

"Dio! Gak lucu ya! Bukain!" teriak Fia. Ia pikir yang telah menguncinya di dalam adalah Dio. Fia pikir Dio melakukannya karena ingin mengerjainya.

"TOLONG! BUKAIN PINTUNYA!!"

***

"Dio, mabar kuy!" ajak Raden tiba-tiba sambil duduk di samping Dio.

Dio menghela napasnya lesu. "Hp gue mati, Den," balasnya sambil menunjukkan ponselnya yang mati. Semalam ia lupa untuk mencharger ponselnya.

"Yahhh," keluh Raden. Padahal lelaki itu sudah login pada game online itu. "Oh iya, gue bawa cas-an," lanjutnya baru ingat.

"Bilang kek dari tadi. Gue minjem, ya."

"Ambil aja tuh di tas," balas Raden yang masih fokus pada gamenya.

<Tbc>

💑

The Couple✔Where stories live. Discover now