💑Tri💑

19 9 0
                                    

[UTAMAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA!]

<Happy reading>

💑

"Simpan buku kalian dalam tas. Hanya boleh ada alat tulis di atas meja. Hari ini kita ulangan matematika."

Sebagian orang yang memang sudah tau dan sudah belajar pasti tidak akan mendumel. Berbeda dengan Raden dan murid yang lainnya yang belum tau dan yang belum belajar langsung mengeluh ketika mendengar hal itu.

Raden bukannya tidak tau kalau akan ada ulangan matematika. Hanya saja lelaki itu lupa. Lupa!

Mereka hanya bisa pasrah ketika guru sudah menyuruhnya untuk mengumpulkan tas di depan.

Saat sudah menaruh tasnya di depan, Wedi berbalik dan ingin kembali ke tempatnya. Tapi sebelum itu, Wedi memberikan tatapan sinisnya pada Dio. Seolah berkata, 'Aku pasti yang bakal menang'.

Dio yang menyadarinya langsung membalas tatapan Wedi. Cepat-cepat Wedi memutuskannya terlebih dulu dan bergegas pergi ke bangkunya.

***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Dio bersiap untuk pulang ke rumah. Dio menghela napasnya panjang ketika sudah duduk di kursi mobilnya. Memikirkan sikap Wedi yang tiba-tiba aneh padanya.

Selama di sekolah hari ini, Dio dibingungkan oleh sikap Wedi yang tiba-tiba sinis padanya. Ada apa dengan lelaki itu? Biasanya Wedi tidak pernah berani berbicara dengan siapa pun. Lelaki itu selalu berdiam diri di kelas. Saat berjalan pun pandangannya selalu menunduk.

Tak mau memusingkan hal itu, Dio segera menyalakan mesin mobilnya dan bergegas pulang.

***

"Ka-kamu nunggu siapa?"

Rora langsung tersentak kaget ketika Wedi tiba-tiba ada di depannya. Lelaki itu sambil menaiki motor vespanya yang sudah sedikit butut.

Rora tersenyum tipis. "Lagi nunggu jemputan."

"Ohh." Wedi membulatkan mulutnya membentuk 'o'.

Mereka terdiam. Wedi pun belum pergi dari sana. Sementara Rora sibuk dengan ponselnya. Sedang menghubungi Reno yang bilang ingin menjemputnya.

"Emm ... bareng aja gimana?" Tiba-tiba Wedi menawarkan tumpangan.

"Hm?" tanya Rora bingung. Pandangan Rora sambil menilik motor vespa milik Wedi.

"Ga-papa, kan kalo ... pake motor butut ini?" tanya Wedi ragu-ragu. Lelaki itu menyadari pandangan Rora pada motornya.

Bersamaan dengan itu, sebuah mobil warna merah mengkilap datang dan berhenti di depan motor Wedi. Perlahan kaca mobil itu terbuka. Tapi saat dilihat itu bukan Reno melainkan Tri, teman kampus Reno.

"Rora, ya?"

Rora mengangguk bingung.

"Ayok. Gue temennya Reno." Tri memberitahu supaya Rora tidak mengira kalau dia adalah penjahat.

Setelah berpamitan pada Wedi, Rora masuk ke dalam mobil. Tak lama kemudian, mobil melaju dan pergi dari sana meninggalkan Wedi yang memasang wajah kecewa.

***

"Emangnya Reno ke mana, Kak?"

"Reno masih ada urusan di kampus. Lo tau, kan Reno itu ketua BEM, jadinya sibuk terus dia."

"Ohh." Rora manggut-manggut mengerti. "Padahal dia sendiri yang nyuruh ketemuan," gumamnya pelan.

"Apa?" tanya Tri karena tidak terlalu mendengar.

"Eh, enggak kok." Rora tersenyum tipis. "Oh ya, nama kakak siapa?"

Tri menoleh. "Panggil aja Tri."

Rora mengangguk sekali. "Oke, Kak Tri."

Tri terkekeh saat mendengar panggilan dari Rora.

"Mau makan dulu gak? Enggak ada acara, kan abis ini?"

Rora sedikit bingung ketika Tri tiba-tiba mengajaknya makan.

"Emm ... boleh deh," jawab Rora pada akhirnya.

***

"Makan di sini gapapa, kan?"

Rora hanya mengangguk ketika Tri membawanya ke tempat makan sederhana. Setelah memesan, mereka pergi mencari tempat untuk duduk.

Sembari menunggu pesanan mereka, Rora menyapukan pandangannya melihat ke penjuru arah. Tempatnya memang tidak terlihat mewah, tapi dari segi kebersihan, tempat ini patut diacungi jempol.

"Sebelumnya udah pernah makan di sini?" tanya Tri ketika menyadari tingkah Rora. Rora langsung mengalihkan pandangannya pada Tri.

"Pernah sih. Tapi udah lama banget."

Tri pun manggut-manggut mengerti. Tak lama kemudian pesanan mereka sudah sampai. Mereka langsung makan tanpa mengobrol sedikit pun. Di sela-sela mereka makan, terdengar nada dering telpon. Ternyata itu berasal dari ponsel Tri.

"Halo. Ini lagi di warung makan. Oh, udah. Nih lagi sama sepupu lo juga. Okedeh." Reno menjawab pertanyaan dari sebrang sana. Beberapa saat kemudian, sambungan langsung terputus.

Mendengar itu, Rora sudah menebak kalau yang menelepon Tri adalah Reno.

"Reno tadi bilang katanya mau ke sini." Tri memberitahu. Rora hanya mengangguk saja. Kemudian ia kembali makan.

"Oh, lo gak suka bawang putih juga?" tanya Tri ketika melihat Rora menyisikan irisan bawang putih yang ada di sayur ke pinggir piring.

Rora meringis malu saat lelaki itu menyadarinya.

"Bukan gak suka sih, Kak. Tapi kurang suka. Apalagi kalo banyak gini."

"Sama sih gue juga kalo kebanyakan gak suka," timpal Tri menyetujui. Rora hanya tersenyum dan mengangguk menanggapi. Setelahnya mereka kembali terdiam.

***

"Kenapa ya, Bang?" tanya Dio pada akhirnya.

Selama 15 menit ini, Dio dan Reno tidak saling bicara setelah mereka berdua duduk di sebuah cafe. Setelah Dio selesai manggung tadi, Reno bilang, ia ingin mengobrol empat mata dengan Dio. Pada akhirnya di sinilah mereka. Di cafe lain yang dekat dengan Duo Cafe.

"Lo inget waktu gue bilang kalo Fia itu adik kelas gue waktu SMP?"

Dio langsung mengerutkan keningnya ketika Reno menyebut nama Fia.

"Iya inget," jawab Dio.

"Jadi sebenernya Fia itu bukan cuma adik kelas gue. Tapi juga ...." Reno menggantungkan ucapannya. "Mantan gue," lanjutnya.

<Tbc>

💑

The Couple✔Where stories live. Discover now