16; sugar and smoke

9.9K 1K 51
                                    


Setelah mendapat persetujuan dari Papa, Solyn merasa sedikit lega. Dua hari kemudian, pada hari minggu yang memang tidak sekolah, Solyn mulai membereskan kamarnya. Memasukkan barang-barang yang menurutnya penting. Solyn tidak membawa yang terlalu berat, toh dia juga berjanji akan selalu pulang pada hari weekend.

Meski tidak memikirkannya secara matang, Solyn tetap ingin pindah. Keputusannya yang ini memungkinkannya untuk jarang bertemu dengan Daxter, bukan dia membenci laki-laki itu, tapi sampai kapan mereka seperti ini?

Solyn juga harus meyakinkan orangtuanya, Ibu tiri Solyn awalnya mengira dia tidak suka tinggal di sini, tapi Solyn membantah dan memberi alasan bahwa dia hanya ingin mandiri. Toh, beberapa bulan dari sekarang dia akan lulus sekolah. Solyn punya kampus impian dan jaraknya sangat jauh dari rumah, Solyn mengatakan akan belajar hidup sendiri dari sekarang. Untungnya Papa tidak keberatan setelah mendengar alasannya, asalkan dia masih tetap mengunjungi rumah.

Dan Jeanne, gadis cilik itu menangis ketika tahu dia akan pergi. Memegangi koper dan tas besar Solyn, menariknya agar tidak dibawa. Solyn sampai harus bersabar memberi pengertian pada Jeanne.

don't you Love me?” tanyanya di sela tangis, hidung dan matanya memerah, serta lelehan air mata di pipinya membuat Solyn tidak tega dan memeluk Jeanne.

i love you.”

“Enggak, Solyn gak sayang aku.”

“Kata siapa?”

“Faktanya kamu mau ninggalin aku, whyyyy? Am i naughty?”

you're kind .”

uum—not really.”

Solyn tertawa mendengarnya, menghapus air mata Jeanne. Pada akhirnya dia juga membawa gadis itu ke apartemen barunya, Solyn diantar oleh sopirnya. Tidak langsung membereskan apartemen, Solyn hanya memasukkan koper ke dalam kamar lantas memeriksa dapur dan dia terus diikuti Jeanne yang mengoceh sepanjang dia melakukan room tour. Setelah tidur siang bersama, Solyn membuatkan omelette telur untuk Jeanne.

Pada pukul empat sore, tepatnya setelah Jeanne dan dirinya mandi, dan Solyn menyisir rambut panjang Jeanne.

Solyn belum bertemu dengan Daxter sejak hari itu, entah di mana, Solyn bahkan tidak tahu apakah Daxter sekolah atau pulang ke rumah. Laki-laki itu bagai ditelan bumi, tidak terlihat sosoknya.

Sampai kemudian, laki-laki itu berdiri di depan pintu apartmennya, secara tiba-tiba membuatnya menahan nafas sangking terkejut.

“Daxter!!” pekik Jeanne, melihat kedatangan kakak kandungnya tersebut. Daxter hanya memberi senyum tipis, sebelum melihat Solyn yang terpaku.

why are you here?” itu bukan pertanyaan Solyn, melainkan dari Jeanne yang mendongak penasaran menatap laki-laki itu.

take you home.”

“umm—” Jeanne mengerang tidak suka. “i want to stay here with Solyn.”

you can't!!”

“Tapi Solyn sendirian, kasian.”

Daxter mendengkus. “dia udah besar.”

“Dan aku juga, aku mau di sini karena aku sudah besar, kok.”

Solyn menghela nafas. “Jeanne harus pulang, besok ke sini lagi.”

Jeanne menghela nafas kesal, tapi tidak memprotes lagi dan menurut saat Solyn menyuruhnya masuk mengambil sepatu dan jaket miliknya sendiri. Tinggalah Daxter dan Solyn sekarang.

“Lo seneng tinggal di sini, hum?” tanya Daxter, Solyn tidak menjawab.

Entah kenapa Jeanne tidak kembali dengan cepat, mungkin gadis kecil itu kesusahan memakai sepatunya dan memerlukan waktu lama, karena dirinya dan Daxter hanya diam dan Solyn tidak nyaman dengan tatapan laki-laki itu padanya. Solyn berniat menyusul masuk Jeanne, tapi Daxter menahannya dengan menutup pintu dari luar.

You made a good choice,” ujar Daxter pelan. “apa lo pikir dengan pindah bisa ngebuat gue menjauh? enggak. Lo salah. You created the distance for everyone, and made it easy for me here—”

“i'm ready to go home!!” Jeanne muncul saat Solyn masih mencerna ucapan Daxter. Bahkan ketika Jeanne melambaikan tangan untuknya.

everyday, everytime, to have you...” Daxter melanjutkan tanpa suara.

sugar & smoke Where stories live. Discover now