24; sugar and smoke.

7.3K 818 131
                                    

———————

"Solyn, kenapa daun berwarna merah, Solyn? Why?"

Jeanne bertanya-tanya, kepalanya mendongak pada gadis muda di sebelahnya, karena tidak ada jawaban sama sekali. Bocah itu akhirnya mendaratkan kuas di tangannya ke wajah Solyn.

"Ow! Jeanne, kenapa?"

"Kamu gak dengar aku?"

"Solyn denger."

"Trus kenapa gak jawab?" Jeanne menatap heran, sementara Solyn membuka bibir hanya untuk menutupnya lagi, dia memang tidak mendengar ucapan Jeanne.

"Jeanne nanya apa?"

"Your leaves are red. Why?" Jeanne menunjuk kanvas di depan Solyn, karena Solyn melukis dedaunan menjadi warna merah.

"O—oh?" Solyn tersenyum kaku, dalah hati dia tertawa tapi yang keluar dari mulutnya hanya ringisan. "It's fine, it's fine. Solyn cuma mau warna merah, warna gak penting. Jeanne juga bisa warnain daun Jeanne dengan biru. Ya, begitu."

"Boleh?"

"Boleh."

Gadis itu mengerutkan kening heran tadinya, tapi kemudian malah tersenyum lebar dan kembali menggerakan kuasnya, mewarnai lagi pada kanvas.

Sedangkan Solyn menghela nafas. Fikirannya sedang tidak berada di sini, karena sedari tadi dia tidak fokus dan memikirkan hal lain. Dexter.

"Jeanne, kamu tahu Dexter di mana?" Tanya Solyn, melirik gadis kecil di sampingnya, sementara Solyn telah berhenti melukis. Dia pikir gambarnya makin aneh jika ditambah warna lagi.

Sudah seminggu Solyn tidak bertemu dengan Dexter. Laki-laki itu juga tidak mencoba mengirim pesan seperti biasanya, bahkan ketika pesannya tak dibaca oleh Solyn, laki-laki itu masih akan mengirimnya. Tapi sejak waktu itu...

"Hm, i dunno."

"Kamu gak ketemu dia di rumah?"

"No."

"Kamu gak masuk ke kamarnya lagi?"

"Enggak, aku—takut."

Solyn mengerutkan keningnya, berpikir mungkin Jeanne takut Dexter marah jika adiknya menyentuh barang-barang milik Dexter. Tapi setahunya, Dexter tidak begitu peduli meski barang di kamarnya dicuri, laki-laki itu lebih baik membelinya lagi daripada mencari barang yang telah hilang.

"Why? Dia marah ke kamu?"

Jeanne menoleh, menggelengkan kepalanya dan lanjut melukis lagi.

"Jeanne bikin Dexter marah?" Tanya Solyn hati-hati.

"No, Solyn." Jawabnya lembut. "Waktu itu, aku mau masuk ke kamarnya, tapi—dia kelihatan marah, matanya merah, kamarnya juga berantakan. Jadi aku takut, waktu dia lihat aku pun gak sama sekali panggil aku."

"...."

"Menurut Solyn, is he okay?"

"He's okay." Jawab Solyn, meski berbeda dengan hatinya, yang mengatakan mungkin Dexter tidak sedang baik-baik saja.

Solyn tidak bertanya lagi. Setelah kegiatan melukis selesai, Jeanne menaruh hasil lukisannya di kamar Solyn sementara lukisan Solyn dibawah olehnya untuk disimpan di rumah. Sebenarnya Solyn sudah melarangnya, tapi bocah itu tetap keukeuh, padahal Solyn berniat membuangnya saja.

Solyn mengantar Jeanne pulang, dijemput sopir rumah yang membawa Jeanne ke apartment-nya.

Tapi rupayany Jeanne terlalu lelah setelah seharian berada di tempatnya, bocah itu tertidur selama perjalanan pulang. Terpaksa Solyn menggendongnya di depan, meski sopir menawarkan agar diserahkan kepadanya saja. Tapi Solyn ingin dia sendiri yang membawa Jeanne.

Gadis itu masuk ke dalam rumah, terlihat sepi karena orangtuanya tidak berada di rumah, mereka punya jadwal lain. Katanya menghadiri undangan dari salah satu kolega bisnis.

Membawa Jeanne ke kamarnya sendiri, yang terletak di lantai bawah. Setelah menidurkan bocah itu di kasurnya, Solyn keluar dan menaiki tangga untuk sampai ke kamarnya di atas.

Membuka pintu kamar yang terasa lama tidak dia tempati. Tempat tidurnya rapih, terlihat tidak tersentuh tapi entah mengapa rasanya seperti masih ditempati.

Kaki Solyn bergerak menuju balkon, melihat langit malam dan merasakan angin membelai halus wajahnya.

Lebih dari lima menit, Solyn memutuskan untuk pulang. Menutup pintu balkon dan menuju pintu keluar, tapi begitu dia membuka pintu, Dexter juga melakukan hal yang sama, membuka pintunya sendiri untuk masuk.

"Hai," sapa Solyn, tersenyum tipis.

"You're here."

Solyn mengangguk. "Gimana kabar lo?"

Dexter tidak menjawab, membuat Solyn memeriksanya sendiri dengan mata. Tidak ada perubahan dari segi fisik, Dexter tetap terlihat tampan.

"Gue mau pamit pulang," ujar Solyn karena tidak mendapat jawaban dari laki-laki itu.

"Mau masuk?" Laki-laki itu membuka suara, membuka sedikit lebar pintunya. Solyn terlihat berpikir sebentar, sebelum akhirnya mengangguk.

Solyn masuk ke kamar Dexter. Berbeda dengan ucapan Jeanne tadi, kamar Dexter terlihat begitu rapih seperti terakhir kali dia lihat, balkon kamarnya jadi tempat terakhir yang Solyn bisa nikmati.

"Lo, ke mana aja?"

"Lo khawatir?"

"Ya."

Dexter tersenyum tipis, sebelum mengulurkan tangan ke arah Solyn. "Come!"

Solyn mengambil tangannya, lalu Dexter memeluk gadis itu.

Solyn memejamkan matanya, menikmati harum tubuh Dexter yang membuatnya merasa nyaman, membuatnya mengingat pertama kali dia memeluk laki-laki itu di perpustakaan.

"Lo baik-baik aja?" Bisik Solyn.

"Ya."

"Good."

———————
Tbc.

Mau update lagi, tapi ntar ya, edit dulu biar gak banyak typo.

sugar & smoke Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang