27; sugar and smoke.

6.4K 699 224
                                    

“Dexter?”

Laki-laki itu masuk seraya menutup pintu dan menguncinya. Wajahnya datar dan dingin, jadi kebingungan yang awalnya menerpa Solyn kini berganti jadi was-was.

“Lo gak bisa masuk seenaknya ke toilet cewek, Dex. Kalo ada yang liat gimana?” cecar Solyn, namun sepertinya laki-laki itu bahkan tidak peduli.

“Gimana rasanya?” Dexter bertanya hal lain, yang Solyn sendiri tidak mengerti.

“Apa?”

“rasa ciuman Jay di rooftop itu?”

“Huh?”

Dexter tidak berkata lagi selain menarik Solyn ke arah wastafel, lantas membuka keran air dan menarik tengkuk Solyn. Selanjutnya membuat gadis itu menahan nafas dan tidak habis fikir, Dexter berniat mencuci bibir Solyn dengan air.

this is too much, Dex.”

“Berlebihan? Menurut lo gue bakal diemin aja saat lo dicium si brengsek itu? Atau emang lo seneng?!” katanya, tidak membentak tapi setiap kalimatnya menusuk. Laki-laki itu kesal dan menarik tisu dengan kasar, diusapkan ke bibirnya. Dengan serentetan kalimat kasar berupa makian dalam bahasa Inggris.

“Lo cemburu?”

“...” barulah Dexter menjadi diam.

Solyn tersenyum dan senyumannya membuat Dexter makin kesal. “Gak usah kasih dia makan lagi, lo pikir dia miskin?!”

“Karena lo gak mau diajak makan siang.”

“Itu karena lo terlalu bego. Lo gak pernah ngerti, setiap makanan yang lo buat untuk lo bagi ke gue, yang gue hina itu agar lo habisin sendiri biar lo gak kelaparan, but you really stupid!”

“Gak usah marah-marah gitu, bilang aja yang sebenernya makanya...”

“Males.”

“Lo lebih kekanakan dari Jeanne.”

“Lo bilang apa?”

Solyn menggeleng pelan. Dexter tersenyum miring. Menyeringai, yang membuat solyn mati kutu dan berniat mundur untuk masuk ke toilet, namun Dexter justru menariknya masuk ke sana dan mengunci.

“Dext, jangan gila.”

shut up!” bisiknya, kemudian membungkam bibir Solyn dengan ciumannya. Menarik pinggang gadis itu untuk merapat lantas mendorongnya ke dinding, Solyn terengah untuk kesekian detik, merasa nafasnya terenggut padahal Dexter hanya mengulum bibirnya pelan, tapi kemudian laki-laki itu menciumnya rakus. Menghisap ke sana-sini, membuka mulut solyn dengan gigitannya dan menjelajahi mulut Solyn seolah sayang untuk dilewatkan di setiap kesempatan. Solyn meremang, pada usapan tangan besar Dexter di pinggangnya atau jari laki-laki itu di belakang leher Solyn. Solyn berusaha mendorong Dexter setiap dia kehabisan nafas, maka Dexter akan memiringkan wajah memberi kesempatan pada solyn meraup banyak oksigen. Solyn pikir Dexter akan berhenti ketika laki-laki itu mengecup pipinya dan menggigit kecil. Solyn mendesesis.

“Dex....” bisiknya parau.

“Gue bilang diem,” ucap laki-laki itu, kemudian kecupannya kembali ke bibir Solyn, lagi, menghisap, melumatnya atas dan bawah. Berantakan, tapi pada akhirnya Solyn melingkarkan tangan ke leher laki-laki itu, baru beberapa detik, Solyn dikejutkan dengan tangan Dexter yang berada di telinga solyn, dan mencabut alat bantu dengar miliknya.

“Dex...” Dexter tidak membiarkannya bicara, membungkam mulutnya lagi, dan Solyn tidak bisa mendengar apapun selain sunyi. Suara decapan Dexter yang menghisap bibirnya bahkan hilang.

Solyn tidak tahu berapa lama, jelas ketika bibirnya terasa kebas dan rasa mengganggu di perutnya membuatnya segera mendorong Dexter menjauh. Laki-laki itu melakukannya, meski menatap protes dan masih berusaha menjilati bibir Solyn.

Dex, i wanna pee.”

Dexter terdiam, lalu terkekeh. Sayangnya Solyn tidak bisa mendengar suara kekehan nya. Seolah mengerti, Dexter kembali memasangkan alat tersebut ke telinganya dengan hati-hati. Mengecupnya sekali, sebelum berbisik.

just pee then.”

Gila apa, pikir Solyn.

“Lo keluar dulu.”

“Gak usah malu, gue udah pernah liat semuanya, apa yang lo mau tutupi?” sialan, pikir Solyn lagi. Seberapa keras dia mencoba mengusir laki-laki itu dari dalam sana, Dexter tidak mendengarnya dan tetap berada di sana.

Dan solyn tetap menanggung malu, karena dia pipis dengan Dexter berada di depannya. Menatapnya intens, Solyn berusaha menutupi dengan roknya meski rasanya sia-sia. Solyn memerah, tidak berani menatap laki-laki itu sampai kemudian Dexter mendekat dan menekan tombol flush serta meraih tisu untuknya.

thanks,” bisik solyn. Dexter tidak menjawabnya, laki-laki itu mengusap rambut Solyn. “Gue mau balik ke kelas.”

“Sampai ketemu di apart lo.”

————

Jay menghempaskan tubuhnya ke kursi kemudi mobilnya, menghela nafas dengan kesal. Pikirannya berkecamuk, tentu pada kejadian siang tadi. Perasaan bersalah menggelayutinya, harusnya dia memikirkannya dua kali sebelum mencium Solyn. Shit. Solyn itu tidak sama dengan gadis lain yang mau saja dia cium karena Jayden tampan.

“Bego,” makinya pada diri sendiri, lantas memasang seatbelt ke tubuhnya. Dia tadi pergi ke kelas Solyn tapi tidak mendapati gadis itu di sana, kata teman satu-satunya Solyn sudah keluar dari kelas sejak bel bunyi.

“Dia marah gak ya sama gue, tapi dia bilang gak papa, sih. Ah, nyebelin banget, harusnya nampar gue, kek.” Jayden masih menggerutu.

Lantas matanya tidak sengaja menemukan mobil milik Dexter. Harusnya, Jayden tidak sepenasaran itu, tapi melihat mobil Dexter berada di depannya insting untuk membuntuti langsung muncul begitu saja. Jayden cuma penasaran, di mana Dexter tinggal sekarang, karena yang dia tahu laki-laki itu tidak lagi tinggal di rumah lamanya.

———tbc———

sugar & smoke Where stories live. Discover now