[01] ~ Sad Bird

37 4 0
                                    

Semua orang pasti berharap terlahir dari keluarga yang serba berkecukupan, harmonis, hidup terjamin, warisan 7 turunan, ya intinya tentang materi dunia. Tuhan berpihak padaku tentang hal yang diharapkan orang-orang itu. Ayahku memiliki jabatan tinggi di perusahaan komunikasi, gajinya lebih-lebih untuk kehidupan keluarga kami, kehidupan tuanya akan terjamin nanti. Bundaku seorang ibu rumah tangga yang tidak malu membantu ayah menghasilkan uang, dia menjalankan sebuah toko di ruko perumahan, heran padahal uang ayah sudah lebih-lebih.

Keharmonisan? Jangan ditanya, hubunganku dengan ayah, bunda, bahkan keluarga besarku. Ah lupa, aku anak tunggal. Peran saudara kandungku digantikan oleh sepupu-sepupuku yang tinggal sekomplek, jadi aku sedikit tidak kesepian karena mereka, sedikit..

Orang yang melihat kehidupanku pasti berpikir hidupku sangat sempurna, dikelilingi harta dan keluarga. Bahkan kalian para pembaca pasti iri mendengar cerita keluarga sempurna ini. Padahal sebenarnya aku tidak sebahagia kelihatannya. Jangan mengumpat, aku tahu kalian pasti mengatai aku tidak bersyukur pada Tuhan, kalian saja marah apalagi Tuhanku ya. Tidak tahu diri memang aku ini.

Coba kalian lihat burung dan bayangkan burung itu adalah kalian. Burung dalam sangkar yang kumaksud. Lihatlah dia berterbangan kesana kemari namun terhalang sangkarnya. Pernahkah kalian berpikir hati burung itu tersakiti ketika dia melihat langit yang luas dari dalam sangkar? Tahukah kalian kalau dia ingin bersama teman-temannya yang bisa terbang bebas itu? Aku rasa tidak.

Ya anggap saja aku si burung menyedihkan yang dikurung dalam sangkar emas. Semewah apapun sangkar itu burung menyedihkan ini tidak akan pernah puas jika belum melihat dunia yang nampak indah. Taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah atas, semua ada di komplek ini, hidupku hanya sebatas keluar rumah saja. Ketika aku melihat teman sekolahku dari luar komplek aku merasa iri, wah mereka bisa sekolah sejauh itu, bahkan mereka bisa nongkrong tanpa ditelpon setiap jam. Huh.. aku ingin mengumpat di depan orang yang menciptakan komplek serba lengkap ini, tapi aku sedikit berterima kasih pada pencipta komplek ini atas tidak dibangunnya universitas di sini. Setidaknya aku bisa keluar lebih jauh 10 km dari rumahku.

Keasikan curhat sampai aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Nadira Trisaktina Hermawan, biasa dipanggil Nad, Dira, atau Rara, lahir di Jakarta, 12 Juni 1998. Sudah tahu kan asal nama tengahku, ingat 12 Juni 1998? Yap, tragedi Trisakti. Aku anak satu-satunya dari pasangan Bapak Hermawan dan Ibu Ani.

Tahun ini aku berusia 23 tahun, masih berstatus pengangguran, dan tinggal di sangkar emas ini. Selama dua tahun aku melempar lamaran kemana-mana tidak ada satupun yang menghubungiku.

"Kenapa gak kerja di perusahan ayahmu aja sih?" tanya teman-temanku. Ya bisa saja sih, jalur orang dalam. Tapi aku tidak mau. Sampai kapan aku harus bergantung ke orang tuaku? Aku ingin berusaha keluar dari sangkar ini dengan tanganku sendiri dan terbang bebas melihat dunia.

Sampai detik ini aku tidak menyerah mengirim lamaranku ke perusahan manapun yang membuka lowongan. Dan hari ini aku menanti kabar dari perusahan ke 5 dari total lamaran yang kukirim bulan ini. Aku menatap layar laptopku dan merefreshnya berkali-kali, berharap ada email masuk.

Ctek ctek ctek

"Ayolaahhh," gumamku sambil memencet tombol F5 berkali-kali.

"Dek ngapain sih? Rame banget tau!" Tegur Bilqis--sepupuku dari luar kamarku.

Mendengar suara Bilqis aku langsung beranjak membukakan pintu untuknya. Bilqis adalah sepupuku yang paling kupercaya, dia selalu mengerti semua keadaanku. Saat senang dia ikut senang, saat sedih dia selalu menemaniku.

"Bil!" Aku berteriak di depan wajahnya setelah membukakan pintu.

"Apa sih?"

"Gue lagi nungguin kabar lamaran!"

"Tumben banget lo semangat, biasanya bodo amat lo soalnya kebanyakan ditolak hahahah," ledeknya.

"Dih ngejek!" Aku memukul pelan bahu Bilqis. "Eit tapi kali ini gue feeling bakal diterima deh!"

Bilqis menerobos masuk kamar dan menghampiri laptopku. Terlihat dia memencet F5, sisa ekspresi mengejekku tadi seketika menghilang, dia seperti melihat sesuatu yang tidak pernah dipercayanya.

"Kenapa lo?" Tanyaku penasaran.

Gadis berambut lurus itu menatap ke arahku sambil menggelengkan kepalannya.

"Heh kenapa?!" Aku makin tidak paham dengan tatapannya. Tanpa berlama-lama aku menghampirinya dan melihat layar laptopku.

M&W.Co
to Me

Selamat siang, kami dari M&W.Co dengan ini menerangkan bahwa yang bersangkutan di bawah ini :

Nama : Nadira Trisaktina Hermawan
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 12 Juni 1998
Alamat : Perumahan Citraland, blok J-1, Surabaya

Menyatakan bahwa saudari Nadira Trisaktina Hermawan telah diterima di perusahaan kami sesuai dengan bagian yang diajukan pada surat lamaran pekerjaan. Dengan senang hati kami menyambut kedatangan Anda pada hari Senin, 18 Januari 2021 di kantor cabang Malang.

Demikian surat ini kami buat.

Malang, 16 Januari 2021
Direktur Utama
M&W.Co

Dennis Alvian

"ALHAMDULILLAHHHHHH!!!" Aku berteriak kegirangan membaca email yang baru kuterima itu. Tidak cukup berteriak, aku menarik tangan Bilqis mengajaknya lompat-lompat saking senangnya.

"Akhirnya cucu kesayangan Oma Wati melepas status penganggurannya!"

"Oma! Akhirnya cucumu ini tidak menjadi pengangguran lagi! Maaf ya Oma, Dira baru bisa nunjukin pas Oma udah di surga," ucapku sambil tersenyum menatap langit dari jendelaku.

"Bunda kayak dengar kata-kata pengangguran, ada apa nih?" Bunda sudah ada di ambang pintu kamarku dengan senyumannya.

Aku menghampiri bundaku dan memeluknya erat, "Dira diterima kerja bundaaaa!"

"Alhamdulillah, di mana nak?"

"Di M&W cabang Malang bun," ucapku sambil melepas pelukan.

"Syukurlah masih dekat," bunda tersenyum. "Oh ya, ayah juga punya apartemen kosong di Malang," lanjutnya.

"Iya? Tapi Dira pengen tinggal sendirian Bun, Dira pengen belajar mandiri," aku agak kecewa mendengar akhirnya aku tetap tinggal di aset milik ayah.

"Ya enggak lah, bunda sama ayah tetap di sini. Bunda juga ngerti, udah saatnya kamu hidup mandiri. Bunda sama ayah bakal bantu kehidupan kamu di bulan pertama aja, untuk bulan selanjutnya kamu harus usaha sendiri, oke?"

"Jadi bulan depan Dira tinggal di sana sendirian?"

"Iya, di situ aja sambil rawat apartemen Ayah. Urusan makan kamu urus sendiri," balas Bunda.

"Oh... SIAP BUN!"

Bilqis menyenggol lembut bahuku, "Cie kerja ciee."

"AAA AKHIRNYA AKU JADI BURUNG YANG BAHAGIAAA!!" Aku berteriak lompat ke sana kemari tanpa memedulikan bunda dan Bilqis yang menertawaiku.

Aku berjanji pada diriku sendiri, aku akan melakukan yang terbaik menurut versiku! Aku akan mencari teman sebanyak mungkin di sana dan mencari arti hidup yang sesungguhnya.


Bersambung..

My Love is an AhoolWhere stories live. Discover now