[14] ~ Distracted

19 2 0
                                    

Hari kedua ini rasanya membosankan bagi Nadira, entah memang permainannya membosankan atau karena mood Nadira yang tidak baik. Nadira ingin segera mengakhiri hari ini, tinggal tersisa permainan ketiga yang dilaksanakan malam hari ini. Permainan mencari bendera di tengah hutan, ada 30 bendera yang tersebar, tiap satu bendera bernilai uang tunai sebesar Rp 500.000. Permainan kali ini dilakukan secara individu namun boleh juga bekerja sama, urusan bagi hasil panitia tidak ikut campur.

"Bahkan gue tak tergiur sama uang hari ini," Nadira mendengus.

Dia berjalan dengan malas memasuki hutan, suasana hatinya semakin buruk saat menyadari Gio juga tidak ada malam ini. Sambil berjalan Nadira terpikirkan sesuatu. Kenapa Gio selalu menghilang saat malam hari?

Bukan sekali dua kali. Saat di alun-alun Batu Nadira masih memakluminya. Kemudian saat Gio akan mengantarnya pulang itu terasa sangat janggal, tapi Nadira masih bisa memercayai penjelasannya. Saat liburan ini dua malam dia tidak ada di sini. Dan setelah dipikir-pikir lagi, Gio tidak pernah lembur satu kalipun di kantor selama Nadira bekerja di sana.

"Ada masalah apa sih dia sama malam?" Gumamnya.

"Ish, kenapa gue peduli coba?"

"Bodo ah!" Nadira menghentakkan kakinya kesal dan lanjut menyusuri hutan.

Dari kejauhan Nadira melihat seorang perempuan sedang berusaha mengambil bendera yang ada di pohon. Nadira mendekatinya karena sepertinya dia mengenal postur tubuh itu.

"Manda?" Nadira asal bunyi.

Perempuan itu sudah berhasil mendapat benderanya dan berbalik menghadap Nadira. Ternyata benar tebakannya, itu memang Manda.

"Eh Dira," Manda melihat tangan Nadira. "Belum dapet benderanya?" Tanyanya.

"Belum," Nadira menggeleng.

"Ehmm yaudah yuk cari bareng lagi, nanti bagi dua deh hehe."

"Yaudah yuk," Nadira ikut saja daripada dia berjalan tanpa tujuan.

Mereka berdua terus berjalan sambil menoleh kanan kiri mencari benderanya. Nadira melihat benda berwarna putih di dekat batu, mungkin itu bendera.

"Man itu kayaknya bendera deh," Nadira mengarahkan senternya ke arah batu.

"Eh iya bener!" Manda berjalan mendekati batu itu dan mengambil benderanya.

"Ra, gimana kalau kita bagi tugas aja. Lo ke kiri gue ke kanan, nanti kita ketemu di titik ini lagi. Jalan lurus aja jangan belok-belok biar gak nyasar. Gimana?" Usul Manda.

"Boleh deh," dengan polosnya Nadira setuju. Dia tidak tahu seberapa bahayanya berjalan di hutan sendirian.

Setelah itu mereka berdua benar-benar berpisah. Nadira berjalan ke arah kiri sambil mencari benderanya. Dia tidak melihat satu orang pun ada di sekitarnya, benar-benar sepi. Selain polos, Nadira juga terlalu berani dan berpikir positif tidak akan terjadi apapun.

"Eh eh eh," Nadira menggetok-getok senternya yang tiba-tiba meredup. "Huh untung aja nyala lagi," dia bernapa lega.

Wush~~

"Ya Allah!" Nadira terkejut merasakan angin yang begitu kencang melintas di depannya. Dia juga melihat bayangan lewat.

Pikiran Nadira mulai tidak bisa berpikir positif lagi. Dia ketakutan sekarang. Yang ada dipikirannya saat ini adalah bayangan tadi adalah hantu. Nadira takut sekali dengan hantu, bahkan dia tidak bisa menonton film horor yang ada hantunya.

Allaahu Laailaaha illa huwal hayyul qayyuum.... Nadira membaca ayat kursi dalam hatinya. Inginnya membaca surat yasin tapi dia tidak hafal, hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang. Dia tidak berani berteriak, takut malah ada yang menyahut, ya kalau manusia kalau bukan bagaimana.

My Love is an AhoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang