Page 22: Apocalyptic Crush

154 45 31
                                    

[C]LOSERSeries of #Loser

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

[C]LOSER
Series of #Loser

- - × - -

Hari ini aku majuin jadwal update untuk bubbies. Tentunya dengan pertimbangan yang matang:b

Tolong kasih aku VnC yang banyak, terimakasih! Oh ya tandai typo oke?

*****


"Laporan bulanan memangnya tidak ada kenaikan di Bandung?" Veen merunduk, melihat kurva yang di kirimkan bos cabang di Bandung.

"Selama beberapa bulan terakhir omset terlihat mulai menurun, penjualan di sana akhir-akhir ini kurang menarik distributor, Nak."

Lagi-lagi Veen memanggil direktur untuk masalah ini, seharusnya ini menjadi pembicaraannya dengan Ghea.

"Ada bagusnya kalau anda segera mengeceknya langsung ke sana."

Veen mengangguk mengerti, menggulir layar laptop. "Nanti saya bicarakan dengan Ghea, dia yang mengatur jadwal saya nanti. Kita meeting setelah jam makan siang, bawa ketua divisi ikut serta."

Tumpukan dokumen bertebaran diatas meja, Veen menopang dagu. Walau sebenarnya otaknya selalu bekerja terus menerus. Rasanya kepala mau pecah, jika ada kantong doraemon di dunia nyata, pasti ia akan meminta alat yang bisa menduplikat dirinya sendiri seperti lintah.

Berlebihan memang. Veen tersadar ia banyak melamun, selama Ghea masih di Surabaya, ia melanjutkan pekerjaannya di kantor. Tidak mungkin ia kembali lagi ke Surabaya dalam keadaan kacau pikiran.

Kemarin malam perjodohan itu kembali di bahas, Veen sama sekali tidak bisa berkutik, hanya sesekali menimpali percakapan. Beruntung Cantika yang cerewet mampu mencairkan suasana.

"Kak." Veen menoleh dia tersenyum melihat siapa yang datang, "Tumben? Masuk aja."

Dia mendengus, mendekati meja Veen kemudian merogoh saku jaket. Menyerahkan barang yang sudah dititipkan padanya.

"Ini dari Cantika." Sebuah kotak makan berisi rendang sapi, benar-benar selera Veen.

"Yakin?" Ia mendelik, membuat Veen tertawa. "Sini duduk dulu."

Dia menggeleng menolak tawaran Veen, "Gue mau main abis ini, Bang."

"Oh, sama si Kaka?"

"Bang, gue sama dia cuma beda beberapa menit doang ngapain panggil kakak, yang ada orang mikir kebalik gara-gara liat sifat Cantika yang mirip bayi dugong."

Sontak Veen terbahak, adik bungsunya yang satu ini sudah besar rupanya. Tidak jarang Veen selalu mendengar laporan jika adik bungsu kesayangannya ini sedang dekat dengan seorang perempuan. Veen tidak mempermasalahkan, toh itu kehidupannya. Kedua adiknya pantas mendapatkan kebebasan, tidak seperti dirinya dahulu.

[C]LOSEROù les histoires vivent. Découvrez maintenant