"Gue kira lo baik, Ta. Ternyata lo murahan, perusak hubungan orang!"
Jelita hanya ingin hidup tenang semenjak kepindahannya ke Jakarta. Bukan tanpa alasan, cita-cita hidup bergelimang harta dan tahta membuatnya selalu berambisi walaupun pekerjaannya...
Jelita tidak menjawab omelan Ellen dari seberang telepon, dia pusing, pikirannya sedang dalam keadaan kacau. Ia mengira jika bercerita segalanya pada Ellen, wanita itu akan memberikan jawaban yang memuaskan.
'Dia cumamaininkamu aja, Ta! Aku pernahbilang sama kamu, janganpacarinlaki orang-'
"Tapi dia belum kawin, El."
'Bukan itu masalahnya! Aduh, kamubisapacaran sama siapa aja toh Mami juga ngizininkamunyarimenantu. Tapi please, kamu mending pulang, Ta.'
Suara Ellen semakin tidak terkendali, uring-uringan mendengar masalah Jelita, dia sekarang sudah berubah menjadi ibu kedua bagi Jelita. Ellen sama sekali tidak mengerti apa yang dipikirkan Jelita sebagai seorang wanita, apa cinta membuat orang sebodoh itu?
Jelita hanya mampu menolak ucapan Ellen, ia masih harus bekerja jika ingin selamat dari daftar hitam milik bosnya.
"Aku masih harus kerja, tau nggak aku naik pangkat jadi sekretaris disini."
'So?'
Ah sial, tidak peduli dengan pekerjaannya. Ellen tau sekalipun ia di pecat, Jelita bisa mengambil alih pekerjaan sang Mami kapan saja atau mungkin dia akan bekerja di salah satu cafeteria milik kakaknya.