Rejeki Tak Akan Kemana

427 30 0
                                    

Aku menahan napas saat melihat pemberitahuan e-mail masuk. Undangan wawancara di Starlight, salah satu perusahaan provider besar di Jakarta! Sebenarnya aku sudah menduga sebelumnya, karena salah satu temanku memang merekomendasikan aku untuk bekerja di sana. Semoga akan berhasil karena aku sudah tidak tahan bekerja di perusahaan tempatku bekerja sekarang. Jenis perusahaan yang hobi sekali menguras waktu, tenaga dan pikiran karyawannnya hingga titik darah penghabisan dengan upah secukupnya. 

"Mbak, aku hari Jumat cuti ya," izinku pada atasanku, Mbak Flo.

"Mau ada acara apa emang? Kok dadakan?" tanya Mbak Flo datar cenderung ketus. Ia memang sudah jutek padaku sejak aku mengajukan surat resign dua minggu lalu.

"Mau pulang kampung, ngurus surat warisan Ayah." Bohong. Tapi itulah senjata ampuh yang begitu saja muncul di otakku di saat kepepet ini.

Walau sepertinya terpaksa, akhirnya Mbak Flo mengijinkan aku cuti. Tentu saja, itu kan hakku menggunakan jatah cuti tahunan yang baru kuambil satu selama tahun ini. Kalaupun ia tidak memberikannya, aku akan tetap membolos hari Jumat. Lebih baik aku membela masa depan gemilang dengan pekerjaan lebih menjanjikan daripada bekerja di kantor sekarang, yang sudah menganggapku seperti antara ada dan tiada hanya karena aku mengajukan resign.

Jadwal interview besok pukul dua siang. Sepanjang sisa hari, pikiranku sudah tidak fokus lagi dengan apa yang kukerjakan, melainkan pakaian apa yang akan kukenakan besok, mengingat bahasa tubuh saat di depan pewawancara dan menyiapkan jawaban untuk kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang akan diajukan pewawancara. Ah, tak sabar rasanya menunggu hari esok!

***

Kukira aku akan benar-benar aman karena jadwal interviewnya siang. Tapi ternyata aku salah! Mungkin memang salahku tidak mengindahkan ucapan Mama yang menyuruhku langsung berangkat saja. Aku justru memilih menunggu sampai zuhur dan berangkat setelah sholat. Aku tidak menduga akan turun hujan deras dan jalan macet tak karuan. Aku begitu stres sampai menangis di dalam bus Transjakarta. Aku yakin namaku pasti sudah diblacklist karena terlambat lebih dari satu jam. Tapi aku tetap saja aku nekat datang ke kantor Starlight. Setidaknya kalaupun gagal, aku sudah berusaha sampai sana.

Pakaianku basah dan mataku merah. Sebelum menemui HRD, aku harus memperbaiki penampilanku dulu di toilet. Selain itu, aku juga harus terlihat tenang walau perasaanku kebat-kebit dan cenderung pesimis. Yah, mana ada perusahaan yang mau memberikan toleransi pada calon karyawan yang sangat terlambat begini?

Tapi di luar dugaan, rupanya aku masih diterima dan diberi kesempatan untuk mengikuti interview. Syukurlah! Tak banyak pertanyaan yang diberikan. Hanya pertanyaan umum seperti nama, umur, alamat rumah, jurusan ketika kuliah dan pengalaman kerja. 

"Jadi kamu pengalaman admin ya?" tanya Pak Prabu.

"Iya, Pak. Saya udah empat tahun pengalaman admin."

Pak Prabu mengangguk-angguk. "Kapan bisa mulai kerja?"

Mataku membelalak tanpa bisa kutahan. Benarkah yang baru saja kudengar? Ini serius atau hanya basa-basi?

"Saya bisa akhir bulan ini, Pak."

Lagi-lagi, Pak Prabu mengangguk-angguk. "Kalau hari Senin besok, bisa?"

Senin besok? Wah, aku belum menuntaskan resign daari kantor lama. Bagaimana ini?

Persetan! Sekali lagi, ini adalah masa depan yang harus kuperjuangkan. Bekerja di perusahaan besar yang lebih menjanjikan. Kepastian karir, gengsi dan yang jelas masa depan lebih baik. 

"Oh bisa, Pak, bisa."

Pak Prabu tersenyum dan menyalamiku dengan ucapan yang terdengar lebih syahdu ketimbang lagu favoritku, yaitu "selamat bergabung". Aku bersumpah ini terasa seperti mimpi! Sesaat lalu, aku masih pesimis, aku masih memastikan diriku akan diblacklist gara-gara terlambat datang interview. Rupanya nasib baik masih berpihak kepadaku, syukurlah!

Upik Abu dan PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang