Jerat Masa Lalu

54 9 0
                                    

"Jenar, lo hari ini banyak kerjaan nggak?!"

Belum lagi aku meletakkan tas, Dessy sudah datang menodongku. "Ya mana gue tahu, gue baru sampai," ujarku. "Kenapa?"

"Kalau lo lowong, ikut gue yuk ke GI, beli kado buat Bapak. Gue lupa beli kado. Bapak hari ini ulang tahun."

"Wah, parah lo, Des," ujarku setengah meledek. "Emang mau beli apa?"

Dessy tampak menimbang-nimbang. "Ya paling kalau nggak tas kulit, ya batik. Lihat-lihat dulu aja deh nanti."

"Oke deh, kayaknya kerjaan gue nggak padat amat sih hari ini. Nanti gue ijin Mas Tian."

"Sip deeh... Thank you ya, Beib!"

***

Untunglah aku bisa menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan tidak ada tambahan-tambahan lain sehingga aku bisa menemani Dessy belanja. Dessy berencana belanja ke Grand Indonesia. Sekalian jalan-jalan katanya!

"Mas Tian, gue jalan dulu ya," pamitku pada Mas Tian seraya menyambar tas.

"Iya, hati-hati ya."

"Siap!" jawabku.

Sebelum berangkat, tak lupa Dessy mampir ke toilet untuk touch up dan menyemprot parfum. Dengan menggunakan taksi online, kami pun berangkat ke Grand Indonesia.

"Gue kayaknya mau putus sama cowok gue," cerita Dessy tiba-tiba saat kami sudah di dalam taksi online.

Aku yang semula sedang menikmati perjalanan sambil melihat keluar jendela spontan menoleh. "Serius, Des? Kenapa?"

Dessy mengangkat bahu, mencoba bersikap ringan walau aku melihat kesedihan terpancar di sorot matanya. "Gue kayak udah nggak cocok aja sama dia, Nar. Ya banyak masalah juga sih akhir-akhir ini. Apalagi bulan kemarin dia keterima kerja di perusahaan kontraktor dan sering ditugasin keluar kota. Namanya LDR-an kan, ada aja isunya."

"Dia selingkuh?"

"Bukan. Yang ada malah gue dicurigain terus. Gue jalan sama teman sekolah gue, dicurigain. Gue telat balas whatsapp atau angkat telepon dia, dicurigain. Bahkan dia sering minta video call sama gue di jam kerja. Kan risih!" curhatnya. "Dulu pas awal keterima kerja di perusahaan kontraktor, kita udah komitmen padahal. Tapi dia malah nggak percayaan sama gue. Ya daripada ini jadi hubungan toxic mending diudahin aja nggak sih?"

Mendengar cerita Dessy aku jadi geregetan. "Gue kalau jadi lo juga nggak betah sih, Des. Apa artinya hubungan kalau udah nggak ada kepercayaan lagi? Isinya curigaan terus, malah bikin pusing. Tapi lo masih sayang nggak sih sama dia?"

"Ya sayang mah sayang, Jenar. Tapi ya gitu," kata Dessy lemah. Sedetik kemudian, Dessy kembali jadi sosok ceria yang selalu kukenal. "Eh, sekarang lo makin akrab sama Nico. Sampai ngajak bareng segala loh dia. Biasanya mah mana pernah!"

Sebenarnya aku tidak keberatan kalau Dessy masih ingin curhat. Pasti ia sudah banyak memendam. Apalagi sepanjang perjalanan hubungan dengan pacarnya Dessy sama sekali tak pernah curhat. Seolah hubungan mereka baik-baik saja. Tapi sepertinya Dessy tak ingin membahasnya lagi, jadi kuikuti saja. "Masa sih? Mungkin nggak ada yang searah kali sama Nico, makanya dia nggak pernah ngajak bareng."

"Iya kali ya."

"Tapi hari Jumat kemarin dia nganter gue sampai rumah loh," ceritaku.

Mulut dan mata Dessy melebar bersamaan. "Serius lo? sampai Bogor?"

Aku mengangguk dan tersenyum lebar.

"Gile, baik banget Nico."

"Gue sendiri aja heran."

Upik Abu dan PangeranWhere stories live. Discover now