Mestakung

69 11 0
                                    

Niatnya hari ini aku ingin pulang cepat. Aku belum berkemas dan aku harus tidur cukup supaya badanku segar saat outing besok. Apalagi sebagai panitia, kami harus tiba lebih dulu di titik kumpul. Tapi apa mau dikata, kesibukan persiapan H-1 menjelang outing makin menggila. Kami harus mengkonfirmasi kesiapan hotel, memastikan bus datang tepat waaktu, mengambil pesanan kaos seragam, memesan snack, dan mengurus hal-hal perintilan lain yang ternyata ribetnya nggak kira-kira.

"Aturan lo nginep di rumah gue aja, nar. Daripada bolak-balik Jakarta-Bogor," kata Dessy saat kami menunggu lift. Akhirnya kami baru bisa pulang pukul setengah sembilan malam.

"Kalau gue udah beres packing sih bisa-bisa aja. Masalahnya gue belum packing ini," jawabku. "Lo udah emang?"

Dessy nyengir. "Belum, hehehe..."

Perjalanan dari kantor ke rumahku memakan waktu kurang lebih dua jam. Aku baru sampai rumah ketika waktu menunjukkan nyaris pukul setengah sebelas malam, dalam keadaan lelah luar biasa. Mataku pun sudah terasa erat dan lengket, ingin segera diistirahatkan. Tapi persiapan untuk outing harus selesai malam ini karena besok aku harus berangkat pagi buta. Takkan ada waktu untuk bersiap-siap.

Tanpa menunda-nunda, aku segera mandi dan menyeduh kopi. Kantuk masih menggerayangiku, tapi setidaknya kantuk itu sekarang terkendali. Aku pun mencari ransel besarku dan mulai packing.

Pakain, peralatan mandi dan make up, laptop beserta chargernya, charger ponsel dan powerbank, obat maag, plester antiseptik dan paracetamol untuk berjaga-jaga bila diperlukan. Semuanya sudah lengkap. Dengan susah payah, kututup tas ranselku yang kelebihan muatan itu. Sekarang, aku harus mempersiapkan pakaian yang akan kukenakan untuk berangkat besok.

Kubuka kembali lemariku. Kedua mataku terasa semakin berat dan kepalaku mulai pening saking ngantuknya. Sudah pukul dua belas lewat tengah malam. Aku memilih pakaian paling mudah yang kutemukan di lemari. Blus hijau army, kulot hitam dan pashmina hitam. Cukup matching. Tak lupa, aku juga mencari jaket. Kuletakkan pakaian-pakaian itu di meja dan tidur dengan tenang.

***

"Jenar, lo udah di mana?" tanya Dessy via telepon.

"Gue baru sampai Gondangdia. Tunggu ya," kataku cepat dan langsung memutuskan sambungan telepon. Kumasukkan kembali ponselku ke dalam tas selempangku dan merangsek mendekat ke arah pintu kereta untuk bersiap-siap turun.

Kereta pun melambat dan berhenti di Stasiun Gondangdia. Aku segera merangsek turun dan melangkah keluar stasiun menuju kantor dengan menenteng tas ransel besar seperti cangkang kura-kura dan tas selempang kecil.

***

Lima menit menjelang keberangkatan. Semua persiapan sudah beres. Makanan, camilan dan barang-barang sudah naik ke dalam bus. Teman-teman pun sudah berkumpul dan beberapa sudah ada yang duduk manis di dalam bus. Mataku berkelana ke segala arah, mencari sosok Nico yang paling kutunggu-tunggu. Namun tak kudapati kehadirannya. Pesan whatsappku pun belum dibalas olehnya. Kemata Nico? Bagaimana kalau dia ketinggalan? Mana seru outing tanpa Nico?

Aku mencoba menelepon Nico. Namun tak ada jawaban. Kira-kira di mana ya dia? Masih di jalan kah? Jangan-jangan dia kenapa-kenapa? Aduuh pikiranku!

"Kenapa, Nar?" tanya Dessy saat melihatku berdecak resah.

"Nico ke mana sih? Kok belum sampai ya?" tanyaku pada Dessy.

"Oh, Lutfi berangkat agak siangan sama Bapak. Soalnya pagi ini Bapak ada meeting direksi," jelas Dessy.

Apa?! "Yaah... nggak seru amat," gerutuku.

"Iya, dadakan banget meetingnya. Bapak aja baru jam sembilan malam dikabarin. Tapi katanya nggak lama sih meetingnya. Cuma sampai jam sepuluh." Dessy mengepit tanganku. "Ayo naik, busnya udah mau jalan."

Upik Abu dan PangeranWhere stories live. Discover now