Dylan 29 - Pelik

53 8 0
                                    

Di tangah perjalanan menuju kota metropolitan hujan mengguyur deras membasahi seluruh isi bumi. Awan hitam pekat serta petir ikut mendominasi suasana hati. Dylan menatap jalanan berjalan akibat bus yang dinaikinya. Kabel berwarna putih yang dicolok pada handphone sudah bertengger dikedua telinganya. Lelaki itu memilih membisu selama perjalanan menuju kota besar.

Sedih, kecewa, marah pada dirinya sendiri tidak bisa mengontrol emosinya membuat urat-uratnya keluar. Ya, sejak ia pergi dari balai Dylan menahan semuanya. Tidak ada emosi yang meluap, tidak ada tangis dan tidak ada omongan. Diam adalah pilihan terbaik ketika kita sedang marah. Tapi jika terlalu banyak diam tidak mengutarakan semua amarahnya bisa jadi penyakit.

Bayang-bayang Raya jatuh pingsan di rooftop sembari menahan rasa sakit, terbaring di kamar rawat dengan selang infus terpasang di sekujur tubuh dan alat pendeteksi detak jantung memenuhi pikirannya. Sebenarnya apa penyakit gadis itu sehingga dia di rawat selama beberapa lama.

Dylan memilih melenyapkan segala pikiran negatifnya dan memilih memejamkan mata. Sejenak, ia memilih untuk istirahat. Mengistirahatkan fikiran buruk, hati dan tubuhnya.

***

D

isisi lain, Pak Yono mondar mandir di depan posko dengan raut khawatir dan cemas.

"Bagaimana? Dylan menjawab telfon kamu?" tananya kepada David.

David menggeleng, "belum, Pak." sudah puluhan panggilan tak dijawab oleh sang empu. David juga sangat cemas karena Dylan pergi begitu saja tanpa menjelaskan kemana ia akan pergi.

"Mungkin HP-nya sengaja dimatiin," ujar Devka.

"Coba lo telfon Kakeknya. Mungkin Dylan sudah sampai rumah." ujar Devka.

"Iya." tanpa babibu David menekan nomor Kakek Wijaya. Sambungan terhubung, David bernapas lega.

"Hallo, ada apa, nak David?"

"Maaf sebelumnya, David mau tanya, Kek. Dylan ada dirumah?"

"Loh, bukannya sekolah kalian ada acara sosialisasi? Kakek gak lihat Dylan pulang."

"Memangnya Dylan kemana?"

Mampus!

"Dylan izin pulang karena gak enak badan, Kek. Makanya David mau pastiin Dylan udah sampai rumah belum. Apalagi cuacanya lagi hujan badai."

"Astaga, anak itu! Ya sudah nanti Kakek coba menghubungi dia ya. Makasih sudah mengkhawatirkan Dylan."

"Iya, Kek, sama-sama. David bakal coba telfon Dylan lagi. Maaf udah ganggu waktu Kakek."

"Kamu ini. Kakek juga sama khawatirnya seperti kalian. Maaf sudah bikin kalian khawatir dengan kondisi Dylan, ya, nak. Kalo gitu Kakek tutup dulu telfonnya."

Sambungan terputus. David menatap layar handphone yang sudah mati.

"Gimana? Dylan aman?"

David menggeleng. "Kakek bilang Dylan gak dirumah."

"Gue takut Dylan kenapa-napa, Dev."

Devka menepuk bahu David. "Kita berdoa aja supaya Dylan baik-baik aja. Lagipula gue yakin Dylan bakal aman tanpa kita."

Tapi yang ada dipikirkan David bukan hanya itu. Ada rasa takut dalam benaknya dengan keadaan Dylan. David takut jika Dylan berencana melakukan hal 'itu' seperti dulu. David meraup wajahnya kasar.

 [✔] DylanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang