7. Chaos

2K 386 23
                                    

"Gilaaaa! Mbak Sofie benar-benar niat banget ngerjain kitaaa!"

Aku menjauhkan ponsel dari telinga. Senyumku makin lebar saat di seberang sana Rina masih ngedumel. Dia syok saat tahu kalau siang ini ternyata harus ngedekor di rumahku demi acara lamaran. Kebayang banget wajah kaget Rina dan yang lainnya. Jadi, kemarin-kemarin aku memang nggak ngabarin kalau mau lamaran. Aku cuma order bunga untuk acara hari ini dan ngasih tahu Rina buat buka note untuk detail alamat acara. Kemarin aku kasih tahu biar buka note-nya pas hari H saja, karena klien spesial dan pasti bikin histeris. Benar kan dugaanku. Astaga, aku sampai mau ketawa.

Oh, ya. Soal dekorasi aku memang misah dari plan WO. Ngapain pakai jasa orang lain kalau ada anak-anak toko, 'kan? Hahaha. Oliver setuju, tapi dia maunya dana tetap dari dia. Aku tolak mentah-mentahlah. Biar gimana, ini pernikahanku. Aku juga mau dong berbuat sesuatu. Terus konsepnya juga aku yang nentuin, sampai pemilihan bunganya Oliver percaya saja sama aku.

Ah, apa, sih? Kayak aku excited sama acara iniii!

"Kok, bisa, sih, nggak bilang-bilang sebelumnya? Dan bisa-bisanya aku nurut nggak meriksa note kemarin. Ahhhh, Mbak Sofie jahatt!"

Ya ampun. Rina bikin aku mood banget, karena jujur saja sekarang aku deg-degan. Bentar lagi aku bakal dirias, terus pakai kebaya khusus buat acara ini. Huaaa! Kayak nggak nyangka gitu lho beberapa jam lagi keluarga Oliver bakal datang buat ngelamar.

"Rin, kerja yang benar ya. Awas lho kalau dekorannya jelek."

"Aku mau bikin jelek ajaa! Kesel, sih, Mbak Sofie main rahasia-rahasiaan dari kamiii!"

Kalau Rina bisa masuk ke kamarku, pasti deh dia bakal peluk aku saat ini sambil merajuk.

Pintu kamarku yang setengah terbuka diketuk seseorang. Ada tiga orang berdiri di sana, di dekat kaki mereka ada dua koper yang bisa kupastikan apa isinya. Satu orang WO ngasih tanda kalau yang datang adalah penata rias. Aku juga balik ngasih tanda kalau mereka bisa masuk.

"Ya udah, kamu balik kerja sana. Ini penata rias aku udah datang."

"Mbak, Mbak, aku sama anak-anak boleh stay nggak nanti lihat acara lamaran Mbak?"

Pokoknya kalau ada yang ngomong pakai suara rendah plus nada memohon gitu, aku nggak sampai hati buat bilang nggak.

"Ya bolehlah. Soalnya kan nanti kamu sama anak-anak juga harus bongkar dekorannya kalau udah selesai."

"Ah, Mbak Sofieeee! Udah deh, aku matiin dulu!"

Dongkol nih pasti Rina, ketahuan dari suaranya yang sebenarnya ngarep bisa datang sebagai tamu. Aku bersyukur punya Rina dan yang lainnya karena menganggap aku sebagai keluarga. Paham sih aku mereka maunya bisa menyaksikan semua rentetan acara sambil duduk anteng. Tapi ya gimanaaa, aku kan butuh mereka buat merealisasikan konsep dekorasi pernikahanku nanti. Karena aku percaya banget sama hasil kerja mereka.

Detik berlalu cepat. Semua orang rempong banget. Orang WO berkali-kali ngecek progress riasanku, karena nggak mau sampai telat. Bunda yang duluan selesai dirias juga rada-rada cemas kalau keluarga Oliver duluan datang. Sepupu-sepupuku yang turut hadir karena memang sengaja kami libatkan, nggak kalah heboh. Mereka masih pada syok atas lamaran tiba-tiba ini. Cuma Ayah yang santai, nggak ada tuh masuk ke kamarku. Mungkin Ayah percaya everything will be okay, soalnya mustahil banget kalau aku bikin drama kabur di hari lamaran. LOL!

Dan tibalah di waktu yang makin mendebarkan. Aku sedang dibantu memakai kain lilit batik dengan pasangannya kebaya biru muda berbahan tile yang pas aku lihat di kaca, ternyata cantik banget.

"Aduhh, cantik banget Mbak Sofie. Serasi sama Mas Oliver," puji si MUA.

Entah kapan dia ketemu Oliver sampai bisa bilang kami serasi. Tapi emangnya kami beneran serasi?

Full of BetonyWhere stories live. Discover now