11. Beautiful Secret Box

1.7K 296 28
                                    

Semalam aku susah tidur, selain karena pertama kali seranjang sama laki-laki, itu juga efek aku deg-degan habis dibantu lepas gaun sama Oliver. Dengan tololnya aku nggak berkutik sewaktu dia mulai menurunkan resletingku. Gils banget. Pertama kali ada laki-laki yang lihat punggungku rasanya malu sampai ke ubun-ubun. Tapi ajaibnya, Oliver nggak bereaksi apa-apa. Kupikir dia bakal ngegoda, atau ngasih tahu kalau dia terpesona sama kulit mulusku.

Ugh! Mikir apa, sih, Sofie?!

"Well, kamu mau sarapan apa? Aku siapin."

Siapa yang ngomong? Aku? Oh, bukan, itu adalah Oliver. Yups. Baru saja dia menanyakan aku ingin sarapan apa. Di mana-mana mestinya perempuan yang bilang begitu apalagi sudah jadi suami-istri, 'kan? Kurasa Oliver ini pengecualian. Ya salah sendiri sih nyari istri yang nggak bisa masak, yang malas banget rempong di dapur.

"Kamu punya apa? Yang simple aja."

"Coba kita lihat apa yang bisa kamu makan ya."

Beberapa hari lalu Oliver bilang sudah ngisi kulkas dan menyimpan beberapa bahan makanan yang bisa disajikan dengan cepat. Dia ke supermarket sendirian saat itu, lalu ngirimin aku foto tas belanjanya yang mengembung besar. Sepertinya dia lebih telaten deh buat ngurusin rumah dibandingkan aku. Habis sholat Subuh saja tadi dia langsung nyapu, padahal kayaknya nggak ada debu sama sekali.

Oliver membuka kabinet atas, aku berdiri di sampingnya dan ikut melihat-lihat apa yang dia punya. Dan ... aku syok berat! Dia punya stok makanan bayi! Jangan-jangan selama ini dia menipu aku dan keluarga. Apa mungkin pernikahan ini cuma pura-pura buat dia?

"Olv, apa diam-diam kamu punya anak?" Aku bertanya dengan suara pelan.

"Hah? Maksudnya?"

"Makanan-makanan bayi itu apa? Kamu beli stok sebanyak itu buat siapa? Kamu punya anak tanpa sepengetahuan aku? Dan sekarang kamu sembunyiin di mana anak itu?"

Mendadak aku merinding kalau ternyata Oliver nikahin aku demi rencana picik semacam dia nyari ibu sambung untuk anaknya karena ibu si anak itu nggak mau ngurus anak.

"Oh, ini."

Oliver mengambil sekotak mi sup khusus bayi, menggoyang-goyangkan pelan di depanku.

Beneran, saat ini aku nggak bisa berpikir jernih. Aku khawatir gimana kalau semua omongan manis Oliver itu cuma kebohongan. Gimana kalau beberapa jam lagi dia bakal bawain aku seorang anak batita sambil bilang, "Sof, ini anakku. Urus dia yang baik atau hidupmu akan kayak di neraka."

Huaaaa!

"Ini aku yang makan. Kok, bisa kamu overthinking gitu, Sof? Kalau aku udah punya anak, ngapain lagi kejar-kejar kamu?"

What?! Dia yang makan?

"Bercanda kamu, ya."

Aku menggeplak lengannya. Bebaslah sekarang, sudah halal soalnya.

"Aku suka makanan bayi. Enak."

Yang benar? Astaga.

"Tapi ini ada bubur bayi juga lho."

Aku berjinjit untuk mengambil dua kotak bubur bayi berbeda rasa. Di sana masih ada berkotak-kotak lagi, entah jenis makanannya apa saja.

"Iya, aku makan itu juga."

Aku makin melongo, perasaanku campur aduk, begitu juga dengan imajinasiku. Orang dewasa makan ... bubur bayi? Orang segede Oliver makan makanan yang teksturnya lembek dan halus begitu? Ya ampun, aku mual bayanginnya.

"Hahaha. Kaget banget ya, Sofie?"

"Iya, kaget banget. Sejak kapan kamu suka makanan bayi?"

Oliver mengambil dua kotak bubur dari tanganku, lalu mengembalikannya ke kabinet. Dia juga meletakkan sekotak mie bayi itu di kabinet yang sama. Dia membuka kulkas, ada banyak buah dan sayur-sayuran, ada susu UHT, yoghurt, dan entah apa lagi. Ini pasti belanjaan Oliver beberapa hari lalu. All is well prepared.

Full of BetonyWhere stories live. Discover now