14. I got You(1)

1.8K 316 18
                                    

Pengirim bunga dan pengirim pesan ini adalah orang yang sama. Aku sangat yakin akan hal itu. Motifnya pun makin jelas ingin menciptakan kerenggangan antara aku dan Oliver. Nama Monic seketika tercoret dari daftar orang yang aku curigai. Wanita kaya raya sepertinya nggak akan memakai cara kekanak-kanakan begini untuk mendapatkan seorang laki-laki. Bahkan, kalau memang menginginkan Oliver, dia nggak akan membiarkan Oliver ke Bali. Kalau Monic sebegitunya menyukai Oliver, dia nggak akan memberikan kebebasan dan kesempatan untuk Oliver dalam meraih kesuksesan seperti sekarang. Monic akan merantai Oliver, memaksa, dan menggunakan kekuatan uangnya untuk membuat Oliver ada dalam genggamannya sejak bertahun-tahun lalu-jika wanita itu mau.

Berarti sekarang cuma ada dua orang yang aku curigai. Dan aku harus segera memecahkan masalah ini.

"Aku akan cari tahu siapa pemilik nomor itu. Kamu nggak usah khawatir dan banyak pikiran."

Oliver pasti punya koneksi yang membuat kami dengan mudah tahu nomor itu terdaftar atas nama siapa. Mungkin saja tadi saat Oliver bilang mau menghubungi teman, yang dimaksud adalah orang dengan keahlian di bidang IT. Tapi ....

"No. Biarin dulu. Kamu jangan berbuat apa-apa. Kita pantau aja buat sekarang."

Kening Oliver berkerut, sepertinya dia nggak setuju dengan saranku.

"Selagi kamu percaya aku dan aku juga percaya kamu, kita nggak perlu khawatir, 'kan? Nggak mungkin dia bisa terus mulus ngerjain kita kayak gini. Kita tunggu dia lengah dan berbuat kesalahan."

Kedua tangan Oliver terlipat di dada. Oke, dia belum setuju juga.

"Olv ...."

Aku memegang lengannya, berusaha membujuk.

"Ada cara gampang, lho, Sofie. Kenapa harus cari ribet?"

Ya, cewek kan emang sukanya gitu!

"Nggak gitu maksudnya, Oliver."

Bakalan susah dibujuk, nih, kayaknya.

"Terus gimana? Aku tinggal telpon temanku dan aku yakin sebelum lewat 24 jam kita udah tahu nomor itu terdaftar atas nama siapa. Kita nggak perlu lagi berlarut-larut dalam masalah ini."

Aku menggigit ibu jari sambil menatap Oliver yang sedang menghela napas panjang. Ya, aku tahu kalau menyerahkan persoalan ini ke Oliver akan mudah banget buat ditangani. Tapi aku nggak bisa, rasanya harus aku duluan yang tahu dalang dan alasan utama kerusuhan ini. Gimana kalau pelakunya adalah bukan orang-orang yang aku curigai? Gimana kalau keretakan yang akan terjadi antara aku dan Oliver hanyalah permulaan untuk orang itu?

"Yeah, fine. Kamu menang. Aku nggak akan selidiki apa pun."

Ibu jariku diturunkan Oliver, lalu dia mengambil tisu buat membersihkannya. Nggak cuma itu, dia juga ambil hand sanitizer dari laci nakas buat aku. Totalitas banget lho dia ini. Eh, daripada Oliver yang bersihin ibu jariku, aku tersenyum lebar karena akhirnya dia setuju untuk nggak melakukan pergerakan. Aku bisa percaya padanya, 'kan?

"Aku nggak akan bergerak mendahului kamu. Tapi aku minta segera kasih tahu aku kalau ada hal-hal mencurigakan atau ada pesan aneh lagi."

"Iya, iya. Kamu kok baik banget, sih? Perhatian, khawatir sama aku. Aku jadi bertanya-tanya sebanyak apa cewek yang ngejar kamu dari dulu."

Aku menelengkan kepala untuk menggodanya, tapi reaksi Oliver masih saja cool.

"Seberapa banyak itu nggak penting kalau yang aku sayang cuma kamu."

Lah! Kok aku malah dapat kata-kata manis lagi, padahal niatnya tadi buat ganggu dia? Dasar! Bisaan banget si Oliver!

"Kurangi ngomong manis, nanti aku gemuk."

Full of BetonyWhere stories live. Discover now