5/. JIDAN AKSA DINATA

15K 1.8K 150
                                    

Waktu pulang sekolah telah tiba, kini Angkasa sedang dalam perjalanan pulang bersama dengan Haikal naik motor matic milik Haikal, mengingat motornya masih ada di bengkel. Tak butuh waktu lama keduanya sampai di bengkel yang memang tidak terlalu jauh dari sekolah. Bengkel ini merupakan bengkel langganan Angkasa karena sangking seringnya motor tua kesayangannya itu mogok dan selalu dibawa ke bengkel Mang Didit.

"Assalamualaikum," Angkasa mengucap salam begitu pula Haikal

"Waalaikumsalam," Mang Didit menjawab salam keduanya.

"Oh mau ngambil motor ya, Sa?

Angkasa mengangguk. "Iya Mang. Berapa, Mang?" Tanya Angkasa.

"Alah nggak usah bayar, Sa. Kamu ini kayak sama siapa aja," ujar Mang Didit.

Angkasa menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali. "Tapi 'kan Angkasa jadi nggak enak sama Mamang, waktu itu mogok Mamang juga nggak mau dibayar."

Mang Didit menghela nafasnya. "Yaudah sini 2 ribu!"

Angkasa terkejut sekaligus tidak percaya, mana ada orang yang membawa sepeda motor ke bengkel dan hanya terkena biaya 2 ribu rupiah, kalau tadi mengisi angin ban motor mungkin masuk akal. "2 ribu, Mang?" Tanya Angkasa untuk memastikan bahwa yang ia dengar salah.

"Iya, tapi sana masukkan ke kotak infak!" Titah Mang Didit.

Angkasa langsung tersenyum sumringah, ia langsung berjalan gontai mendekat pada kotak infak yang ada di atas meja, lantas ia memasukkan uang sebesar 5 ribu rupiah ke dalam kontak infak.

"Dua ribu untuk mang Didit, seribu untuk Angkasa, seribu untuk Haikal dan seribu lagi untuk Jidan." Batin Angkasa.

Begitu sayang Angkasa pada orang-orang baik di sekelilingnya sampai saat laki-laki itu bersedekah ia menyebutkan nama mereka.

Begitulah hidup harus seimbang, boleh saja mengejar dunia asal tidak melupakan akhirat.

"Udah, Sa?" Tanya Mang Didit.

"Udah, Mang. Makasih ya, Mang ... Semoga murah rezeki, Angkasa pamit pulang, Jidan udah nungguin."

Mang Didit mengangguk.

Haikal yang berada di atas motornya juga tak lupa pamit pada Mang Didit. "Haikal juga pamit ya, Mang."

"Assalamualaikum," ucap Angkasa dan Haikal secara bersamaan.

"Waalaikumsalam," jawab mang Didit.

"Lo mau pulang atau mau ikut gue jemput Jidan?" Tanya Angkasa pada Haikal seraya memakai helm-nya.

Haikal tampak berpikir sejenak. "Pulang duluan aja deh, gue mau minta urut ni kaki sama ibu," ujar Haikal dan Angkasa hanya mengangguk, lantas mereka berpisah di persimpangan jalan, Haikal menuju pulang ke rumah dan Angkasa menuju sekolah Jidan.

Sekolah dasar sudah sangat sepi mengingat anak sekolah dasar pulang lebih cepat dari pada anak SMA namun beberapa guru masih ada yang berada di sekolah.

Angkasa berjalan menuju kantor guru, biasanya Angkasa akan menitipkan Jidan pada wali kelasnya sembari menunggu Angkasa pulang sekolah.

Tok tokk tokk

Angkasa mengetuk pintu kantor sehingga atensi guru-guru yang masih ada di kantor melihat ke arah Angkasa.

"Abang.." teriak Jidan kegirangan sambil berlari ke arah Angkasa lalu memeluk Angkasa.

Wali kelas Jidan tersenyum saat melihat Jidan begitu senang saat dijemput oleh Angkasa, wali kelas Jidan masih sangat muda, hanya beda 5 tahun dengan Angkasa dan belum menikah.

Angkasa dan KisahnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang