10/. HUJAN DAN ANGKASA

12K 1.5K 56
                                    

Happy Reading

"Silakan masuk!" Angkasa mempersilahkan Naura untuk masuk ke dalam rumah setelah dirinya terlebih dahulu membukakan pintu.

Naura mengangguk kemudian berjalan melangkah masuk ke dalam rumah Angkasa, Naura menilik dengan teliti setiap sudut rumah Angkasa. "Kak Naura, duduk dulu ya! Jidan mau ganti baju dulu," ujar Jidan lalu masuk ke dalam kamarnya setelah Naura mengangguki.

Angkasa berdehem. "Mau minum apa?" Tanya laki-laki itu.

"Emang apa aja yang ada?" Tanya Naura berniat bercanda.

Angkasa menyentuh tengkuknya. "Cuman air putih sih," sahutnya.

Naura tertawa lepas. "Jadi ngapain kamu nawarin aku mau minum apa?" Tanya Naura.

Angkasa dengan salah tingkah berjalan masuk ke dalam kamar meninggalkan Naura sendiri di ruang tamu, Angkasa mengganti seragam sekolahnya menjadi pakaian informal dengan kaos berwarna hitam dan celana berwarna senada pula, kemudian laki-laki itu berjalan ke dapur mengambil minuman untuk Naura.

Naura menunggu Angkasa dan Jidan sambil melihat-lihat foto-foto yang terpajang rapi di dinding-dinding rumah Angkasa. Naura tersenyum saat melihat foto Angkasa bersama Jidan. Ada foto Angkasa bersama anak-anak kecil sepertinya anak-anak dalam foto itu adalah anak-anak dari panti asuhan.

Tidak ada foto Angkasa dan Jidan bersama orang tua mereka di sana, namun ada satu foto yang mengundang tanya Naura saat melihat foto Angkasa bersama dengan wanita paruh baya berlatar belakang Panti Asuhan Lentera Kasih.

"Itu, Bunda Panti. Pemilik panti asuhan tempat aku dan Jidan dibesarkan," ujar Angkasa yang baru kembali dari dapur.

Naura yang tadinya sempat penasaran mengangguk mengerti saat diberitahu oleh Angkasa.

Naura berjalan ke arah sofa, duduk berseberangan dengan Angkasa. "Nggak ada foto keluarga?" Naura bertanya sebelum meminum segelas air putih yang Angkasa bawa.

Angkasa bangkit dari duduknya kemudian berjalan mengambil salah satu bingkai foto lalu meletakkan bingkai foto itu di atas meja sehingga Naura dapat melihatnya.

"Ini foto keluargaku, Bunda Panti dan anak-anak panti yang lain keluargaku."

"Aku tau foto keluarga yang kamu maksud, tapi kalau kamu itu yang kamu cari, itu nggak ada di sini. Aku gak punya foto keluarga yang kayak gitu."

"Sejak kecil aku gak punya orang tua," timpal Angkasa.

Jidan keluar dari kamarnya, Jidan melihat Angkasa yang mematung sambil menatap Naura yang menatap ke arah lain, Jidan membentuk jarinya seperti layaknya kamera, seakan-akan tangannya memotret momen Angkasa yang menatap Naura dalam diam. "Cocok," monolog Jidan lalu tertawa cekikikan tanpa suara.

"Bang Asa.." panggil Jidan menyadarkan Angkasa dari lamunannya.

Jidan berjalan ke arah sofa, dengan santai Jidan duduk di samping Naura seakan keduanya sudah akrab.

"Kak Naura, temen Bang Angkasa ya?"

Naura melirik Angkasa sejenak lalu kembali menatap Jidan, Naura mengangguk guna menjawab pertanyaan anak kecil di sampingnya.

Jidan mengangguk mengerti. "Pantesan Bang Asa nggak pernah cerita."

Naura tersenyum karena merasa gemas dengan Jidan. "Ini hidung kamu masih sakit nggak?"

Jidan menggeleng lucu sebagai jawaban.

"Kak, emang muka Jidan mirip kukang ya?" Tanya Jidan lagi dengan ekspresi wajah polos sekaligus menggemaskan itu.

Angkasa dan KisahnyaWhere stories live. Discover now