Sepuluh

14.5K 4.4K 728
                                    

Kan, eke khilap.

Kalian rajin komen ama vote sih.

Betewe kalo judul di bab sama awal cerita beda. Maklumin aja yes. Wkwk
Eke ngetik di docs. Tiap bab ada judul. Tp di wp eke cut per 1000 words.

***

Ketika 09

Magnolia tidak mengerti apa yang telah terjadi. Dimas memaksanya pulang saat kondisi pasar masih ramai. Dia tidak bisa menolak karena tangannya ditarik begitu kuat. Bahkan Dimas dengan kasar melemparkan semua barang dagangan Magnolia ke dalam keranjang sepeda gadis itu lalu memerintahkan adiknya untuk duduk di belakang sementara dia duduk di jok depan, mengayuh pedal seperti kesetanan agar mereka cepat sampai di rumah.

Magnolia bisa melihat peluh membasahi tengkuk abangnya. Seragam sekolah putih bersih yang Dimas kenakan tampak jomplang dibanding jaket lusuh dan pudar yang selalu dia pakai. Bahkan sarung tangan yang menampakkan jari-jari tangannya tampak jelek dan robek. Tapi dia tidak mempermasalahkan hal tersebut. Asal tangannya terlindungi dari sinar matahari, tidak mengapa, pikir Magnolia.

“Mamas, kenapa marah-marah? Yaya beliin mie ayam tadi. Mamas sudah makan, kan? Kenapa lo ke pasar? Bukannya jam segini lo mesti les?”

Dimas tidak menjawab. Entah karena jalanan ramai atau dia memang sedang banyak pikiran, Magnolia tidak mengerti. Yang pasti, begitu dia bersuara, Dimas malah mengayuh sepedanya makin kencang. Dimas bahkan melewati begitu saja lubang-lubang dalam yang pada hari sebelumnya telah menyakiti Magnolia. Dia juga hampir menabrak gerobak bakso dan mendapat makian dari pedagangnya. Tapi, bukannya minta maaf, Dimas balik memarahi pedagang tersebut tanpa ragu, sebuah hal yang hampir tidak pernah Magnolia lihat keluar dari bibir abang satu-satunya tersebut.

“Mas. Lo kenapa, sih?”

Magnolia mendapatkan jawabannya lima menit kemudian ketika mereka berdua tiba di rumah. Dimas membiarkan sepeda Magnolia terparkir di pekarangan sementara dia menyeret adiknya kembali ke teras. Saat itu sandal milik mama ada di rumah dan Magnolia sempat melihat Malik sedang memanaskan motor di depan rumah. Pada jam segini, Malik biasanya akan berangkat menuju tempat kursus. Dimas seharusnya juga melakukan hal tersebut. Biasanya dia akan berangkat bersama Malik. Tapi, menurut Magnolia, Dimas seolah tidak peduli dengan hal tersebut dan hanya bernafsu meluapkan kemarahannya yang Magnolia tidak mengerti alasannya. 

“Lo kenapa, sih?” tanya Magnolia begitu Dimas memerintahkannya untuk duduk di kursi teras. Awalnya Magnolia menolak. Mama masih berada di dalam rumah seperti tadi pagi dan dia takut duduk di sana. Mama bakal mengira dia mengotori teras dengan pakaian dan kakinya yang berasal dari pasar.

“Lo yang kenapa!” hardik Dimas, “Gue nungguin lo dari tadi di sekolah. Tapi mereka bilang lo nggak masuk. Dengan mata gue sendiri lo malah asyik jualan di pasar.”

Napas Dimas memburu. Dia menunjuk wajah adiknya berkali-kali. Sinar matanya berkilat penuh kemarahan dan saat ini, kemarahan telah membuat wajahnya merah seperti kepiting rebus. 

“Gue bangun kesiangan.” Magnolia mencoba menjawab dengan jujur, “Bangun setengah sembilan gara-gara begadang.’

“Begadang?” Dimas meninggikan suara. Saat itu juga, mama berlari tergopoh-gopoh menuju teras demi mencari tahu apa yang sedang terjadi, begitu juga Kezia yang lebih dulu tiba di rumah daripada mereka berdua. 

“Ngapain dia? Bikin masalah, Mas?” tanya mama dari ambang pintu. Dia kelihatan amat senang melihat Dimas begitu emosi kepada Magnolia.

Akan tetapi, Dimas tidak menjawab pertanyaan mama dan lebih memilih fokus kepada adiknya. Karena itu juga, Mama dan Kezia memilih masuk kembali ke rumah sambil tertawa-tawa. Akhirnya Dimas membuka mata terhadap Magnolia.

(Unpub Acak )Ketika Cinta Lewat Depan RumahmuWhere stories live. Discover now