tujuh puluh satu

15K 4.3K 1.1K
                                    

Gaes, maap eke lupa apdet. Wkwk

Tolong doain eke hari ini sukses ya, lagi ada sesuatu yang butuh dukungan. Semogaaaa ada hasil baik.

Segala tanda baca udahlah, ya. Males eke italic2. Aneh bener ngetik via docs, ketika di wp, malah ngaco.

Ramein komen yes
***

Ketika 71

Perasaan Magnolia jadi sedikit gugup setelah dia melihat beberapa tenda yang terpasang di depan pagar rumah, selain menutupi jalan rumah keluarga Hassan, tenda tersebut juga menutupi jalan rumah keluarga Hasjim. Setidaknya, ada tiga tenda yang bisa Magnolia lihat. Tenda sekecil itu tentu tidak bisa menampung banyak tamu. Tetapi, Dimas memang sengaja memesan sedikit karena yang datang ke rumah hanyalah keluarga besar ibunya. Keluarga Papa sudah tidak ada dan keluarga dari Pagiran tidak bisa datang. Selain karena Rosanawati harus menjaga Nenek Een, Magnolia juga khawatir, ketika melihat wajahnya, amat kecil kemungkinan mama untuk tidak melempari tutup panci kepada sang bibi.

Malah, dia juga khawatir kepada dirinya sendiri. Dia belum mengetahui perasaan mama saat ini bila tahu dirinya sedang berdiri di depan pagar. Meski begitu, kakak laki-laki tertua mama yang melihatnya, segera menyuruh Magnolia masuk.

"Masuk-masuk." 

Pria yang Magnolia kenal dengan nama Pak De Rahman menepuk bahu Magnolia begitu perempuan muda tersebut mencium punggung tangannya.

"Magnolia, kan? Sudah gede, kamu. Pak De dengar dari Dimas sudah kerja, lulus PNS, ya? Wah, hebat."

Magnolia mengangguk kikuk. Perasaannya sedang cemas dan jantungnya berdebar kencang. Beberapa kali matanya menjelajah bagian depan rumah yang sudah dipasang karpet dan juga kursi-kursi plastik. Berhubung hari itu adalah hari Jumat, sejak pagi, muratal sudah diputar. 

"Susah lulus kalau nggak punya duit zaman sekarang. Bayar berapa?"

Magnolia yang saat itu sedang gugup hanya mampu nyengir mendengar pertanyaan Pak De Rahman yang amat spontan. Jika dia tahu kalau Magnolia sebenarnya adalah perempuan kere, pamannya itu pastilah bakal menertawainya. Apalagi, kalau tahu bahwa seusai ujian dia malah diserempet mobil hingga gegar otak, Magnolia yakin, Pak De Rahman tidak akan percaya.

"Mama di dalam." Dimas keluar dari dalam rumah dan menunjuk ke arah dapur. Untung saja, saat itu di belakang Magnolia masih ada Malik yang menungguinya, sehingga perasaan gugup yang melanda hatinya sedikit berkurang.

"Abang tunggu di luar aja. Biar Yaya masuk sama Mamas." 

Malik tidak protes. Dia hanya tersenyum dan membiarkan Magnolia melepas sepatu di depan undakan menuju teras rumah dan menyambut tangan Dimas yang terarah kepadanya. Setelah itu, Malik menoleh ke arah rumahnya sendiri. Laura Hasjim sedang bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Dia akan mampir ke rumah keluarga Hassan sepulang bekerja nanti dan membantu persiapan akad nikah yang dilaksanakan hari Minggu. 

Untungnya, tidak banyak yang mesti dikerjakan. Akad nikah bakal diselenggarakan di rumah keluarga Inggit yang letaknya di depan kompleks perumahan tempat mereka tinggal saat ini. Keluarga Hassan hanya perlu bersiap dan berangkat pagi-pagi karena jadwal akad nikah bakal dilaksanakan sekitar pukul delapan pagi. Tetapi, bukan berarti kemudian tidak ada acara di rumah keluarga Hassan. Mereka tetap harus mempersiapkan makanan dan jamuan agar sanak saudara yang datang tidak terlantar dan kelaparan. 

Malik kemudian berjalan menuju rumahnya dan mulai menggoda Laura yang belum tahu bahwa saat ini, di rumah tetangganya, Magnolia, si centil putri sahabatnya telah kembali setelah satu tahun lebih tinggal di Pagiran. Begitu melihat putranya kembali dengan seringai amat lebar, Laura yang saat itu memakai blus batik dan rok pensil berwarna hitam sebetis, memandangi putranya dengan tatapan heran. 

(Unpub Acak )Ketika Cinta Lewat Depan RumahmuWhere stories live. Discover now