Dua Puluh Tiga

17.9K 4.2K 359
                                    

Masih semangat baca?

Di KBM dan KK udah bab 60 aja. Cuss ke sana buat yang nggak tahan.

Kabar Malik?

Malik, mah, makin ganteng aja.

***

Ketika 22

Magnolia tidak lagi membahas soal rencananya untuk pergi meninggalkan rumah kepada Dimas setelah menemukan sikap abangnya jadi amat protektif. Dimas tidak melarang Magnolia untuk berjualan, tetapi dia kemudian memastikan adiknya pergi dan pulang dengan pengawalannya setiap siang dan malam. Walau dia harus kehilangan waktu selama beberapa menit saat belajar tambahan, Dimas senang, adiknya menuruti permintaannya untuk tidak pergi sebelum waktunya tiba.

"Gue janji, Ya. Suatu saat nanti, kalau lo minta, gue bakal antar. Bahkan, ke ujung dunia sekalipun. Tapi nggak sekarang. Lo masih punya kewajiban. Memang sekarang gue belum mampu kasih kehidupan yang layak buat lo, kita masih numpang di rumah Mama. Walau begitu, gue janji, setelah jadi orang sukses, lo adalah orang pertama yang gue utamakan."

Janji yang diucapkan oleh Dimas membuat Magnolia mencibirnya tanpa ragu.

"Jangan suka janji sembarangan. Gue nggak minta dibahagiain sama lo. Inget lo punya Mama dan Keke. Mereka yang harus lebih utama dari gue."

Wajah Dimas sudah kentara sekali hendak protes tetapi, Magnolia memotong, "Gue nggak kekurangan duit. Kalau gue mau, segala apa yang gue ingin bakal gue beli. Tapi, gue punya skala prioritas dan jajanan, kesenangan hidup yang sering dilakukan oleh anak muda itu bukan pilihan gue."

Dimas tahu maksud dari kata-kata Magnolia tersebut. Jika punya uang, dia akan menabung dan akan dia jadikan modal untuk hidup di tempat yang baru nanti. Dimas bahkan sudah melihat coretan-coretan daftar kebutuhan yang akan adiknya beli bila dia sudah mengontrak rumah sendiri. Hatinya nyeri memikirkan Magnolia di usianya yang masih sangat belia sudah mampu menghitung semua pengeluaran meski dia tahu, kebanyakan pengeluaran tersebut hampir tidak pernah melibatkan kesenangan.

Satu-satunya kebahagiaan yang dia tahu amat disenangi oleh adiknya adalah melihat Malik. Entah dia sedang keluar rumah, mencuci motor, berjalan bersama Dimas, melihatnya sedang memarkirkan motor di parkiran sekolah, atau seperti beberapa waktu lalu, ikut menjemputnya ke pasar. Namun, sekarang, hampir tidak terlihat lagi senyum di bibir adiknya setiap dia melihat Malik. Magnolia bahkan amat menghindari pemuda itu dan dia akan memilih kabur secepat mungkin bila dia merasakan aroma Malik di sekitarnya.

Konsekuensinya, Magnolia nyaris tidak terlihat lagi di rumah. Malahan, saat Laura Hasjim bertanya tentang keberadaan Magnolia saat Dimas bertandang ke rumah keluarga itu, Dimas hanya mampu mengatakan kalau Magnolia sibuk berjualan. Dia bahkan harus menahan pedih di dalam hati saat Laura menyayangkan nasib adik bungsunya yang harus berjualan demi hidup.

"Bude ngerasa akhir-akhir ini Yaya sengaja menghindar kalau dipanggil. Kalau dulu, dia jualan di terminal cuma beberapa hari doang, kan? Di pasar juga, biasanya cuma Minggu atau libur. Sekarang setiap hari. Kamu nggak larang, Mas? Dia mesti belajar, loh."

"Sudah, Bude. Tapi Yaya bilang mau jualan."

Laura berdecak. Dia agaknya tidak puas saat mendengar jawaban Dimas. 
 
"Mama kalian itu aneh banget sikapnya sama Yaya. Kelewatan. Kalau Bude kasih tahu, nanti dibilang ikut campur. Yaya pernah bilang kalau dia sudah biasa dengan perlakuan mama kalian. Tapi, mbok ya sekali-sekali kasihan, walau bukan anak sendiri, Yaya masih saudara kamu. Saking sebelnya, Bude pernah minta sama Yaya buat tinggal sama kami. Sayang anaknya nggak mau. Dia masih mau jaga mama kalian."

Dimas memandangi buku pelajaran di hadapannya dalam diam. Dia berusaha tidak mematahkan pensil ketika mendengar kelanjutan kalimat Laura.

"Sering digebukin dia itu. Bude pernah lihat beberapa kali…"

(Unpub Acak )Ketika Cinta Lewat Depan RumahmuWhere stories live. Discover now