18. [Beri Jeda Dulu]

47 2 0
                                    

Kegaduhan yang terdengar begitu mengganggu, membuat Syerine tersadar dari pingsannya. Syerine membuka mata perlahan, berusaha memperjelas penglihatan. Dia menatap sekeliling lalu menengok ke arah kiri.

"Jeffine..." lirih suara Syerine.

Lelaki itu segera mendekati Syerine, memegang kedua pipinya mengamati keadaan.

"Kamu baik-baik aja kan Syer?" tanya Jeffine cemas. Syerine mengangguk lalu seketika bangun memeluk Jeffine.

"Aku takut Jeff." Syerine menangis begitu saja sampai tersedu-sedu. Takut kehilangan kamu, lanjutnya dalam hati.

"Tenang Syer, dia udah aku hajar habis-habisan." Jeffine mengusap punggung Syerine mencoba menenangkan.

Syerine melepaskan pelukan, dia mengerutkan dahi. "Siapa?"

"Dia orangnya, Herman yang udah nyakitin kamu, bukan?" Jeffine menunjuk ke bawah samping tempat tidur Syerine.

Gadis itu terkejut dengan kedatangan Herman, sekaligus melihat kondisinya sekarang yang terkapar lemas di lantai. Syerine langsung turun dari kasur, panik.

"Man, Herman. Kamu nggak papa?" tanya Syerine menepuk-nepuk pelan pipi Herman.

"Udah Syer nggak usah di kasihanin," ujar Jeffine enteng.

"Tapi bukan karena dia Jeff, kamu salah! Nggak seharusnya bertindak anarkis gitu." Syerine kembali meneteskan air mata, dia membawa kepala Herman ke pangkuannya.

Jeffine diam mematung, dia sudah bertindak seenaknya tanpa tahu kebenaran yang terjadi. Kepanikannya menguasai diri hingga tidak mampu menahan emosi.

Rambut Herman diusap lembut oleh Syerine, membuat lelaki itu tersenyum tipis. 

"Kamu udah sadar, Syer?" tanya Herman lemas.

"Maafin aku ya Man, kamu jadi harus ngalamin gini."

Kemudian Herman berusaha berdiri dengan dibantu Syerine dan Jeffine. Mereka memapahnya menuju sofa yang ada di kamar itu.   

Syerine mengambil kotak P3K yang ada di kamarnya. Lalu mulai mengobati luka yang terdapat di sudut bibir Herman.

"Ini sedikit sakit, tahan ya," ujar Syerine pelan, mengoleskan kapas yang sudah diberikan alkohol.

"Sssstt aw..." Herman refleks mencekal lengan Syerine. Seketika keduanya terdiam lalu tersenyum kikuk.

Jeffine yang memperhatikan itu hanya berdeham.

"Maaf gue khilaf, gue ngaku salah," ucap Jeffine tanpa menatap lawan bicaranya.

"Nggak papa, gue tau lo khawatir banget sama Syerine, lo begitu karena lo menyayanginya," balas Herman.

"Sebenernya apa yang udah terjadi sih, Syer?" tanya Jeffine.

Syerine melihat ke bawah tidak ada barang mengerikan di lantai. Lalu dia beralih menatap Herman, lelaki itu mengedipkan matanya perlahan. Syerine paham jika barangnya pasti sudah dirapihkan oleh Herman.

"Hm... Tadi kepala aku agak ngerasa pusing terus mau telpon kamu malah nggak sengaja salah telpon ke Herman. Aku langsung pingsan dan nggak tau lagi gimana, tiba-tiba bangun denger keributan kalian," jawab Syerine cukup singkat, berusaha menyembunyikan kebenaran.

Syerine tidak ingin jika Jeffine celaka dan dia akan merahasiakan ini. Pikirnya, mungkin Herman yang bisa membantu menyelidiki masalah tersebut.

"Tapi lo nggak ngapa-ngapain Syerine, kan?!" Jeffine mendorong sebelah bahu Herman.

"Sumpah Jeff! Harus berapa kali sih gue bilang! Syerine juga orang yang gue sayang, gue nggak pernah sedikit pun berpikiran gitu!" jawab Herman terdengar penuh penekanan.

Separuh Langkahku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang