8. Tuduhan Pelecehan

416 122 2
                                    

01, maret. 17.59

"Lain kali, lo harus liat siapa laki-laki yang mau lo sentuh. Gue, laki-laki yang gak suka di sentuh tanpa izin. Barusan lo melakukan tindakan pelecehan dengan menyentuh gue tanpa izin."

8. Tuduhan Pelecehan

"Lo harus bukain jendela pas gue telpon lo. Pokonya jangan sampe ketahuan papih!" Ujar Sayang pada Nazimah.

Perempuan itu berniat kabur malam-malam, ia ingin menghirup udara segar. Insomnianya beberapa hari kebelakang kembali muncul. Barangkali saat melihat kehidupan malam kota ini ia bisa kembali merasakan tidur malam.

Nazimah memegang lengan Sayang dengan wajah pias. "Kalo Papah tau gimana?" Tanyanya.

"Ya makannya, lo harus pinter-pinter jangan sampe ketahuan!"

"Tapi papa suka check kamar jam sembilan malam." Nazimah tidak pernah berbohong, ia takut Papi mengetahui kebohongannya.

"Gue keluar jam sembilan setelah papi ke sini. Tugas lo cuman buka jendela kamer aja. Gampang banget elah, protes mulu hidup lo!"

Nazimah mengigit bibir dalamnya, ini kesempatan yang bagus agar mereka semakin akrab. Tapi, di sisi lain terlalu bahaya.

"Memangnya kamu bisa keluar dari sini?" Tanya Nazimah khawatir. Kamar mereka berada di lantai 2.

"Ni, gua udah bikin ini!" Sayang menunjukkan kain panjang yang sengaja ia beli saat pulang sekolah.

"Tar gue iket kain ini di pager, gue lempar ke samping rumah, nah abis gue turun lo tarik jangan sampe keliatan dari luar."

Nazimah semakin mendekatkan jarak mereka. "Pinggir rumah kan, rumah kosong bekas kebakaran, kamu gak takut?"

"Ngapain gue takut, masih ada Tuhan!" Ujarnya percaya diri padahal saat papi menyuruhnya mendekatkan diri pada Tuhan ia selalu bermalas-malasan.

"Kamu gak takut jatuh saat naik pagar?"

Sayang berdecak, mendorong Nazimah agar menjauh dari tempat tidurnya. "Tidur-tidur, bentar lagi jam sembilan. Udah urusan gue gak usah lo pikirin, lo tinggal mikirin aja keselamatan lo kalo gue ketauan kabur!"

Nazimah memilin kerudungnya, berjalan ke arah ranjang dengan perasaan cemas. Ia membaringkan tubuhnya menghadap Sayang yang terlihat biasa saja. Perempuan itu bahkan sempat-sempatnya tertawa melihat vidio di tiktok.

Sayang melihat jam, lima belas menit lagi papih akan ke sini memeriksa apakah anak-anaknya sudah tidur atau belum. Sebenarnya, papi hanya mengecek Nazimah. Haha, memangnya Sayang tidak tau, papi selalu mencium kening Nazimah sebelum papi pergi, sedangkan dirinya Papi hanya memastikan matanya terpejam dan tidak membuat ulah.

Menghela napas dalam adalah alternatif paling ampuh di saat ulu hatinya nyeri. Sayang menatap Nazimah, adik tirinya itu dua tahun di bawahnya. Lihat wajahnya begitu polos, pasti Nazimah tidak memiliki beban berat selain fakta bahwa ibunya adalah pelakor.

"Lo pernah ada niatan bunuh diri?" Tanya Sayang random.

Nazimah menggeleng. "Enggak!"

Sayang mengangguk, mana mungkin pemikiran gila itu ada di otak Nazimah yang kehidupannya baik-baik saja. Ya, anggap saja sejauh ini masih bisa di katakan baik-baik saja.

"Lo beruntung banget!" Ujar Sayang dengan bibir terangkat, menerawang jauh ke beberapa waktu belakangan.

"Kalo kamu?" Tanya Nazimah penasaran.

"Sering!" Jujur Sayang. "Tapi Tuhan selalu menyelamatkan gue, mungkin Tuhan pengen liat gue bahagia dulu!"

Nazimah mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Menyandarkan tubuhnya pada tembok kamar. Apakah kehidupan kakak tirinya begitu sulit?

ZhicoWhere stories live. Discover now