Bab 19 Abu-Abu

251 52 8
                                    

Udah mau masuk konflik nih, ada yang masih baca dan semangat baca?

Buat yang masih baca, maaciw. Love banyak-banyak. Selamat membaca 🤍

***

Tatapan matanya penuh dengan kebimbangan. Pikirannya melalang buana. Tentang masa depan, harapan kedua orang tuanya. Dan kali ini dirinya juga memikirkan cita-citanya sendiri. Cita-cita yang bertolak belakang dengan harapan orang tuanya.

Apakah akan selamanya menjadi sebuah mimpi yang terkubur? Terkekang dalam memori yang tidak bisa di utarakan?

"Lagi mikirin apa, a?" Sebuah tepukan pelan membuat Zhico menoleh dengan senyum di bibirnya. Umma, sosok penenang di hidupnya.

"Liat bintang yang gak ada, Umma." jawab Zhico. Tangan besar lelaki itu menggenggam tangan mungil milik Cyra. Di ciumnya beberapa kali sampai Cyra mencegah putranya melakukannya lagi.

"Aa, ih, liurnya kemana-mana... " Cyra mencubit pelan lengan Zhico. Hal-hal seperti ini sudah biasa ibu dan anak itu lakukan. Menjahili satu sama lain.

"Aa minta maaf, Umma!"

Zhico mengecup pipi Cyra, dengan wajah memohon ampun, senyum tipis itu terbit tatkala Cyra mengangguk sambil mencium balik Zhico sebagai tanda perdamaian. Zhico tetaplah anak kecil di mata Cyra, rasa kesal seorang ibu tak bisa mengalahkan rasa sayangnya.

Suasana malam yang sepi dengan diiringi suara hewan memang momen pas untuk melamun.

"Aa akhir-akhir ini banyak begong. Mau cerita ke Umma?" tanya Cyra. Mata Zhico nampak ragu tatkala tatapan mereka beradu. Genggaman Cyra pada tangan Zhico semakin mengerat. Dari sorot itu Cyra paham bahwa yang anaknya butuhkan adalah dorongan kekuatan.

Zhico menggeleng, matanya berkedip beberapa kali. Dirinya ingin berbohong pada ibunya, tetapi dadanya malah semakin terasa sesak.

"Umma!" panggil Zhico sebagai pembukaan untuk permasalahan-permasalahan yang ia pendam sendiri.

"Iya."

"Kalo aa ..." Zhico meremas tangan kanannya yang bebas. Melepaskan ketakutan-ketakutan yang ada dalam pikirannya.

"Umma janji, sebelum aa berhenti bicara, Umma tidak akan bersuara. Malam ini, Umma sebagai pendengar Aa. Jangan di tahan, lepasin semua keluhan yang Aa pendam selama ini!"

"Tentang Ayah?"

"Tentang semua yang Aa ingin keluhkan. Umma dengarkan," ujar Cyra tanpa keraguan.

"Bagaimana kalau Aa ingin bebas ..." Zhico menjeda perkataanya, ini sulit. Selama ia menjadi anak dirinya tak pernah mengatakan apa yang ia inginkan dan tidak. Menghela napas panjang, lalu Zhico kembali meneruskan perkataanya. " ... bebas dari keinginan Ayah dan Umma yang menginginkan putranya ini pergi ke negara peradaban islam."

"Aa ingin menjadi tentara ... Tapi, Umma dan Ayah akan sedih. Aa harus bagaimana, Umma?"

***

Seorang perempuan dengan hoodie hitam menunduk dengan perasaan cemas. Panggilan mendadak menandakan akan ada misi rahasia.

Rumah tak berpenghuni ini adalah tempat mereka bertransaksi. Yang satu mendapatkan kepuasan, yang satu mendapatkan upah atas perintah.

Seorang lelaki datang dengan serigai di bibirnya. Perempuan yang terlihat polos itu ternyata bisa menjadi kancil saat membutuhkan uang.

"Lo dateng juga. Gak takut?" Pertanyaan itu membuat perempuan berhoodie hitam mendongak. Degup jantungnya semakin menggila. Perempuan itu ketakutan, namun tak ada pilihan.

"Kali ini misi lo bakalan lebih, wow!" ujar Zinidan dengan raut menantang. "Lo sanggup?"

"Bayarannya?" tanya perempuan itu.

Zinidan terkekeh geli. Satu sisi ia melihat penghianatan di sini, sisi lain bagaimana jadinya Sayang jika tau orang yang ia percayai ternyata adalah musuh dalam selimut. Seru, hidup Sayang pasti akan lebih menantang bukan? Ini tujuan Zinidan. Mantan kekasihnya tak boleh hidup dengan jalan yang monoton, tidak asyik, terlalu membosankan.

"Dua juta, asal lo bisa bikin berita ini langsung viral. Ya, boleh lah panggilan BK sekali lagi."

Perempuan itu tak langsung mengiyakan, dirinya sedang mempertimbangkan banyak hal. Zinidan, lelaki gila itu bukan manusia baik hati yang akan memberikan uang cuma-cuma. Pasti idenya kali ini lebih gila dari sebelumnya.

"Misinya?"

"Gampang, lo tinggal tempel foto ini di mading, upload sosmed, dan selesai."

Mata perempuan itu membelalak kaget. Pasalnya foto yang Zinidan perlihatkan adalah sebuah foto yang terlihat terlalu vulgar. Walau foto tersebut di ambil dari samping orang-orang akan langsung mengetahui perempuan yang memakai baju crop dengan belahan dada rendah itu adalah Sayang.

"Dia bisa di keluarkan dari sekolah ..." perempuan itu sedikit keberatan. Bagaimana pun Sayang suda banyak menolongnya.

Zinidan tertawa, "Ya, mungkin. Intinya lo mau atau engga?" tanya Zinidan dengan nada meninggi.

Melihat banyak keraguan di wajah perempuan itu, Zinidan memberikan opsi. "Kalo lo belum bisa, gimana kalo lo nyebarin vidio yang ini?"

"Oke, deal."

***

Di sisi lain Sayang tengah termenung di pinggir jalan dengan beberapa plastik di genggamannya. Awal bulan sebentar lagi dan dirinya akan segera mendapatkan jatah bulanan. Maka, ia akan menghabiskan jatah bulanannya bulan ini untuk sedikit berbagi pada orang-orang yang tak seberuntung dirinya.

Papi masih tidak mau berbicara padanya, seolah keberadaanya benar-benar tak kasat mata. Maka, Sayang pun melakukan hal serupa, dirinya menyelinap keluar malam menghiraukan peringatan Papi. Pasal satu larangan adalah perintah.

Sayang sering melakukan berbagi nasi goreng bungkus seperti ini. Namun, tak ada yang tau, Mile dan Diana pun tak tau mengenai hal ini. Bagi Sayang kebaikan adalah hal yang tak perlu orang lain tau. Kejelekan yang ia lakukan dan terlihat tak akan mengubah pandangan orang lain padanya sekalipun dirinya berbuat baik.

"Sudah makan malam, Pak?" tanya Sayang pada bapak berjaket hijau yang bekerja sebagai ojek online.

"Kebetulan hari ini lagi sepi, jadi belum kepikiran makan malam," jawab Udin.

Sayang memberikan sebungkus nasi goreng pada Udin dengan senyum manis miliknya. "Untuk Bapak, semoga hari esok lebih baik."

Perempuan itu berjalan mengitari trotoar mencari sosok yang perlu ia temani makan malamnya. Di ujung ruko dua orang anak kecil tidur beralaskan kardus. Sayang mendekat, ia tidak membangunkan anak-anak tangguh ini, ia memandangi mereka dengan mata sayu miliknya. Mengambil dua bungkus nasi goreng, lalu menyelipkan selembar uang pecahan seratus.

"Harus sukses ya, lo pada, biar bales rasa sakit yang sekarang. Semangat ya, walau pait!"

Ketika Sayang akan bangkit, dirinya melihat Papi menaiki mobil bersama perempuan lain. Sayang melepas kaca mata miliknya, mengusap-usap matanya barangkali penglihatannya salah. Tetapi, ia yakin dirinya melihat Papi menggunakan baju yang tadi pagi papi kenakan saat akan berangkat bekerja.

Sayang melihat ponsel miliknya, pukul sebelas malam. Apakah alasan papi sering lembur adalah kebohongan? Demi menutupi sebuah hubungan terlarang papi dengan wanita simpanannya?

"Gila, kalo iya, gue mau daftar ke rumah sakit jiwa."

***

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 25, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ZhicoWhere stories live. Discover now