Bab 18 Kenang-kenangan

165 47 7
                                    

Hai, maaf kalo ada typo, bahasa yang rancu dan plot hole. Ini gak aku edit. Xixi

Btw, kalian boleh ko komen-komen bagian salah itu. Aku masih butuh sarannya.

Dan selamat membaca :)

***

Menjalani kehidupan remaja yang biasa-biasa saja, tidak membuat Zhico merasa tertinggal. Ia bangga pada dirinya, walau teman-temannya selalu melibatkan ia dalam masalah.

Masalah paling berat yang mereka ajak bersama adalah saat satu bulan lalu, mendatangi perayaan sempro dengan tema mendekatkan diri pada neraka. Selebihnya, dua anak yang orang lain katakan akan menjerumuskan Zhico pada kesesatan, belum ada indikasi lebih gawat.

"Zhic, kenapa harus ada matematika? Kenapa juga ada manusia yang suka matematika?"

Nah, ini gangguan tiap hari yang selalu Zhico dengar. Keluhan-keluhan Abizar tentang matematika- eh ralat, seluruh pelajaran terkecuali olahraga.

Zhico mendongak, menatap Abizar sekilas kemudian melanjutkan kembali belajarnya.

Abizar menghela napas, "Otaknya di mana? Bisa-bisanya pelajaran kaya gitu lo suka?"

"Harusnya lo tanya, fungsi otak lo itu untuk apa?" tanya balik Zhico.

"Gue gak punya otak!" jawab Abizar jujur, membuat teman-teman yang mendengar ikut tertawa.

"Minimal mandi, Bi. Biar seger!"

Abizar mendelik, ia membekap mulut Zhico. Bibir lelaki itu sudah siap menyemburkan sumpah serapah. Namun, yang ia lakukan malah menghela napas, dengan anggukan pembenaran.

"Semua ucapan lo benar!" Kalimat Abizar membuat senyum Zhico merekah.

"Aduh ganteng-ku. Senyummu membuat jantungku berdetak." suara cempreng itu menggelegar riang.

Braakkk

Sayang menggebrak meja dengan senyum lebar. Dengan suara yang di imut-imutkan ia berkata. "Mana coba aku mau liat."

Abizar, Mille dan Diana kompak bergidik jiji. Mengapa temannya bisa mendadak alay maksimal seperti ini.

Zhico tak menghiraukan Sayang, tangan besar miliknya menulis ringkasan materi dengan luwes.

"Lo liat gue, gak?" tanya Sayang kesal dengan menunjuk dirinya sendiri. "Masa gak liat cewe cantik kaya gue."

"Yuk, gue temenin lo ruqiyah!" Abizar menarik tangan Sayang. Greget melihat kelakuan mahluk centil yang satu bulan belakangan selalu menganggu ketenangan kelasnya.

"Apa, lo gak liat gue lagi usaha?" selak Sayang garang.

"Liat, orang gue juga liat kalo Zhico nolak lo secara terang benderang!" Senyum Abizar adalah senyum pembawa emosi bagi Sayang.

Sayang menunjuk wajah Abizar, wajah imutnya sudah merah padam. "Lo emang-"

"Gue mau belajar!" sela Zhico.

"Ya udah, ayok belajar bareng, kebetulan gue bego matematika." Sayang akan duduk di kursi kosong samping Zhico. Namun, Abizar lebih dulu duduk di sana.

"Stop!" Zhico berdiri dengan raut kesal. "Lo berisik, gue yang pergi atau lo yang pergi?"

Sayang terkekeh. Menatap wajah Zhico dengan pandangan membara. "Lo mau cewe kaya apa? Yang kaya ukhty-ukhty itu, gue jabanin."

Ini kali pertama Zhico mendapati perempuan sekeras kepala Sayang. Semenjak hari di mana Umma mengajaknya makan malam, kelakuan Sayang semakin aneh. Puncaknya hari ini, perempuan itu benar-benar berisik.

ZhicoWhere stories live. Discover now