67

58.2K 5.2K 191
                                    

Pukul 9 malam, udara dingin membuat Stela menggunakan mantel tebal untuk keluar rumah. Hujan turun cukup deras, petir menggelegar, namun tak membuat Stela menghentikan langkahnya. Tunggu, Stela? Bukan...

Langkah kakinya terus menyusuri trotoar, sampai sebelum perempatan depan ia berbelok masuk kedalam sebuah gang kecil.

Lampu remang-remang di dalam gang sempit itu disertai dengan hujan deras membuat suasana disana menjadi sedikit menyeramkan. Beberapa tikus besar melewati nya saat ia berjalan.

Semakin masuk kedalam semakin banyak ditemukannya jalan bercabang. Tempat tujuannya sudah dekat, hanya saja banyaknya gang kecil membuat perjalanannya sedikit memakan waktu.

Suara debuman musik mulai terdengar, gang yang tadi ia lewati berubah menjadi tempat dengan ruko-ruko lama yang bahkan sudah ada yang hancur. Ia tetap berjalan tanpa berhenti, tujuannya bukan untuk memperhatikan ruko-ruko itu.

Beberapa orang mulai terlihat, para jalang juga pria hidung belang. Menatap nya sedikit aneh, maksudnya... Mengapa datang ke club' dengan celana bahan, blouse juga heels bewarna cerah? Ini bukan taman kanak-kanak!

Tanpa peduli, kaki jenjangnya tetap berjalan menuju pintu masuk yang dijaga oleh dua orang berbadan besar disana. "Tunggu, tunjukkan kartu identitasnya!" Cegat keduanya saat Stela mencoba menerobos masuk.

Wanita beranak dua itu memutar bola matanya malas, merogoh saku mantelnya dan mengeluarkan sebuah kartu, bukan kartu identitas yang mereka maksud, tapi yang lainnya. Keduanya melihat kartu yang Stela tunjukkan terdiam, wajahnya menjadi sedikit pucat.

Stela tersenyum miring, menatap jengkel pada kedua. Lalu melangkahkan kakinya masuk dengan wajah sombongnya.

Ia berjalan menuju meja bartender, duduk di salah satu kursi tinggi di sana. Salah satu bartender menghampiri, bertanya pada Stela apa yang mau di pesan. "Bir" jawab Stela singkat, sang bartender mengangguk dan mulai meracik apa yang Stela pesan.

Stela mengedarkan pandangannya pada penjuru bar, orang-orang menatapnya aneh. Jelas saja, tidak ada kesan 'seksi' pada dirinya saat ini. Pakaiannya total tertutup karena mantel tebal yang belum dibukanya.

"Ini pesanan anda, nyonya" ucap sang bartender sambil tersenyum. Stela lantas menoleh, melempar senyum tipis pada sang bartender. "Mengenal ku?" Tanya Stela.

Sang bartender lantas mengangguk. "Siapa yang tidak mengenal anda, nyonya Dexter? Mungkin orang-orang disini tak mengenali anda, anda terlihat berbeda dari foto-foto di televisi atau artikel-artikel lainnya" jawabnya panjang.

"Namamu Hans?" Tanya Stela menatap tanda pengenal di dada kanan lelaki di depannya, jika dilihat-lihat lelaki itu seumuran dengannya.

"Aku yakin itu bukan nama asli" Stela meneguk bir nya, lelaki itu mengangguk. "Aku memalsukannya" bisiknya agar tidak terdengar oleh yang lain.

Stela mengangguk paham, ia melipat tangannya di atas meja, memperhatikan lelaki itu dengan lihainya meracik pesanan yang lain. "Kau kenal dengan Queenzi?" Tanya Stela.

Lelaki itu menoleh, kemudian tak lama mengangguk. "Sepertinya iya, Queenzi hanya ada satu disini. Dan dia cukup dikenal, ada apa?" Tanyanya bingung. Ia mengenal wanita itu, jalang kelas VIP di sini, bayarannya cukup mahal.

"Tidak ada, hanya bertanya" Stela menggeleng, kembali meneguk gelas bir nya. "Kau tau dia ada dimana?" Lelaki itu mengangguk.

"Biasanya dia ada di belakang, pintu hitam di ujung. Disana tempat khusus para petinggi negara" jawabnya jelas. "Terkadang aku bingung kenapa ia memilih disini, secara ada bar yang lebih elite dari tempat ini" Stela tak menjawab, ia sedang memikirkan sesuatu.

Mafia Widower Where stories live. Discover now