Part 67

1.5K 209 5
                                    

Nayya Pov

Drian sudah agak mendingan dan sekarang gantian Dinda yang demam. Asma nya yang sudah lama tak pernah kambuh jadi kambuh akibat musim hujan ini.

"Sakit ma kepala kakak" Keluhnya.

Ku pijat perlahan kepalanya sambil ku usap minyak hangat agar mengurangi rasa sakit.

"Obatnya udah diminum kak?" Tanyaku ke Dinda.

Dia mengangguk pelan. Alhamdulillah anak-anak tidak ada yang susah minum obat kalau sedang sakit.

"Mama" Ninda masuk.

Wajahnya pucat dan bibirnya pun pecah-pecah. Perasaanku sudah tidak enak. Apa mungkin dia sakit juga.

"Sini" Ninda mendekat dan ku dekap dia.

Benar dugaanku suhu badannya lebih panas dari Dinda. Tiduran sini samping kakak.

Ninda merebahkan tubuhnya. Ku ambilkan kaos kaki milik Dinda dan ku pakaikan padanya.

Aku ke dapur untuk mengambil kompresan untuk Ninda.

"Kenapa ambil yang baru nak?" Tanya bibi saat ku tuang air hangat ke baskom kecil.

"Ninda demam juga bi, badannya lebih panas dari Dinda" Jawabku.

Buru-buru aku ke kamar untuk mengompres dan memberi Ninda obat.

"Assalamualaikum mas" Ucapku saat teleponku sudah diangkat.

"Waalaikumussalam iya ma kenapa?" Tanya Mas Rayyan.

"Pulang jam berapa? Masih lama gak?" Tanyaku.

"Ini udah dijalan, mau nitip?" Balik tanya nya.

"Gak bukan mau nitip. Kamu cepat pulang langsung ini Ninda juga demam. Suhunya lebih panas dari Dinda." Ucapku.

Aku panik tapi barusaha santai karena kalau aku panik anak-anak merasakan dan proses sembuh mereka lama.

"Innalilah, iya ini bentar lagi sampe. Kasih obat penurun panas yang aku kasih untuk Dinda. Dosisnya sama ya" Kata Mas Rayyan.

Aku menutup panggilan telepon dengan Mas Rayyan. Langsung kembali ke kamar Dinda untuk mengurus mereka berdua.

Dinda sudah tidur dengan tenang mungkin obatnya sudah bereaksi. Tapi Ninda masih menangis karena mungkin tidak tahan dengan suhu badannya.

"Sini mama peluk" Ku dekap badannya.

Ku buka sedikit atasanku agar suhu tubuhnya berpindah padaku. Dadaku langsung menghangat saat bersentuhan dengan kulit dadanya.

"Mama" Ninda terus mengigau memanggilku.

Aku terus berusaha menenangkannya. Ku elus kepalanya dengan pelan.

"Assalamualaikum iya ma?" Mama Mas Rayyan menelepon.

"Waalaikumussalam Nay, gimana keadaan Dinda sama Ninda sekarang? Masih demam apa gimana?" Tanya mama.

Pasti dia cemas dengan keadaan kedua cucunya ini. Terutama Ninda, karena Ninda jarang sakit hanya dulu terakhir saat dirawat dirumah sakit.

"Dinda udah gak terlalu panas ma, ini Ninda yang badannya panas banget dan juga ini ngigau mulu" Jawabku.

"Mama sama Nana udah dekat kompleks kamu nanti biar mama yang bantu jaga Dinda kamu fokus jaga Ninda aja" Aku langsung turun untuk menjemput mama dibawah.

Ninda juga agak sedikit tenang tapi panas badannya masih belum turun. Aku nanti inisiatif pindahin dia ke kamarnya saja. Kasian Dinda juga demam takut keganggu sama Ninda yang ngigau terus.

Sore

Mama, Mba Nana dan Mas Rayyan sudah di rumah. Dari tadi aku dibantu Mas Rayyan ngurus Ninda sedangkan mama dan Mba Nana mengurus Dinda.

Dinda sudah lumayan, panasnya tidak terlalu dan sudah mau makan bubur. Kalau Ninda mungkin karena baru demam jadi masih sangat panas badannya.

"Obatnya dihalusin aja ma biar mudah diminumin" Ucap Mas Rayyan.

Ku ambil alat penumbuk obat milik Mas Rayyan dan menumbuk obat-obat Ninda.

"Gak perlu rawat kan ya Ninda mas?" Aku khawatir kalau sampai Ninda harus dirawat.

"Gak perlu ma, selagi masih mau minum obat dan mau makan walaupun dikit kita rawat di rumah aja" Lega rasanya mendengar ucapan Mas Rayyan.

Aku gantian dengan Mas Rayyan untuk menjaga Ninda. Ninda sama sekali tidak bisa ditinggal, karena dia masih terus mengigau. Aku juga sesekali menengok Dinda di kamarnya. Aku tidak bisa mengabaikan Dinda walaupun ada mama dan Mba Nana yang bantu jagain.

"Dinda gimana mba?" Tanyaku ke Mba Nana yang baru keluar dari kamar Dinda.

"Panasnya udah mulai normal Nay. Dia udah bisa duduk bersandar diranjang. Udah kamu jangan terlalu mikirin Dinda, fokus ke Ninda dulu" Mba Nana menepuk bahuku.

"Mama boleh bantuin buat pr?" Nanda datang dengan buku nya.

"Sama tante aja mau gak? Mama mau jaga Mba Ninda demam" Tawar Mba Nana ke Nanda.

Nanda mengiyakan dan aku mengucap terima kasih ke Mba Nana karena mau membantu Nanda.

"Mama aku gak bisa kerjain ini" Sekarang Drian yang datang dengan merengek.

"Sama tante aja boy mau gak?" Entah sejak kapan Rara sudah ada di rumahku.

Aku lega semua saudara Mas Rayyan mau membantu. Mungkin kalian berpikir kenapa hanya keluarga Mas Rayyan yang membantu keluarga ku tidak. Mungkin juga kalian berpikir karena Dinda dan Ninda anak Mas Rayyan makanya keluarga ku tidak membantu. Kalian salah besar kalau berpikir demikian.

Bunda dan papa ku sudah bolak-balik dari sini sedari siang aku kabari Ninda ikut sakit. Dan Adam juga tadi membantuku dan Mas Rayyan untuk membeli obat dan keperluan Dinda Ninda yang Mas Rayyan gak stok.

Jadi kami semua saling tolong menolong, tapi memang aku tidak suruh bunda nginap sini karena sudah ada mama yang menginap.

Sekitar pukul 10 malam aku tersentak bangun karena Ninda memanggil. Ku pegang keningnya ternyata masih panas tapi lumayan turun.

"Mau apa?" Tanyaku.

"Susu boleh?" Pinta nya.

Aku keluar untuk mencari Mas Rayyan mau tanya tadi Ninda baru dikasih obat atau tidak, karena aku tadi ketiduran jadi Mas Rayyan yang mengurus. Percuma kalau baru minum obat langsung minum susu nanti obatnya jadi netral.

"Mas tadi Ninda minum obat jam berapa?" Tanyaku ke Mas Rayyan yang berada di dapur.

"Jam 9 ini ma. Kenapa?" Balik tanya nya.

"Dia minta susu, kasih gak?" Tanyaku.

"Jangan dulu kasih. Kasih air hangat dulu obatnya baru 1 jam nanti gak ngaruh ke badannya" Aku mengangguk dan mengambil air hangat.

"Kalau kamu capek istirahat aja biar aku yang jaga Ninda" Mas Rayyan mencekal tanganku.

"Aku gak capek mas, lagian Ninda butuh aku" Aku melepas pelan tangannya.

"Maaf ya udah buat kamu repot ngurusin anak-anak." Ucap Mas Rayyan.

"Mereka anak-anak aku, jadi gak ada kata repot untuk merawatnya" Pamitku langsung ke kamar Ninda.

Tak lupa aku mampir ke kamar Dinda membawakan air hangat untuknya.

"Mama" Panggil Dinda.

"Kakak gimana? Masih nyeri gak badannya?" Ku usap tangannya.

"Masih dikit ma, kepala kakak juga masih pusing. Ninda gimana ma?" Tanya nya.

"Udah kakak jangan nanyain Ninda, Ninda baik-baik aja. Kakak sembuhin dulu badan kakak nanti baru mikir Ninda ya. Mama ke kamar Ninda dulu antar air, nanti kalau kakak mau butuh mama bilang aja ke nenek" Dinda mengangguk.

Dinda dan Ninda walaupun sudah usia remaja tetap kalau sakit yang dicari duluan aku. Mereka hanya mau aku dan kadang ada Mas Rayyan tetap minta apa-apa ke aku. Padahal yang dokter papanya bukan aku. Tapi apapun itu aku bahagia karena mereka butuh aku.

Be A StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang