Part 110

1.8K 251 13
                                    

Nayya Pov

Setelah kejadian tadi malam, sekarang aku, papa dan Adam berada dikantor polisi. Polisi berhasil menangkap 6 dari 7 pelaku.

Kami menuju ruang tahanan sementara dan melihat wajah para pelaku. Adam dan papa yang lumayan sering ke rumahku tidak mengenali satupun dari wajah mereka.

"Apa bapak atau ibu kenal mereka?" Tanya polisi yang mengantar kami ke ruang tahanan.

Aku menggeleng karena memang tidak kenal siapapun didaerah sini. Adam dan papa juga menggeleng.

"Maaf pak saya tidak mengenali satupun dari mereka" Jawab papa.

Kemudian kami dibawa lagi ke ruang depan. Polisi menjelaskan kronologis penangkapan. Ada 1 orang pelaku yang berhasil kabur dengan melompat ke kebun samping yang lolos dari jagaan aparat.

"Kita sudah interogasi mereka, katanya mereka diajak bobol rumah sama pamannya. Ini semua rata-rata umurnya masih 15-18 tahun" Jelas polisi.

"Paman? Mereka ada menyebut nama orangnya pak?" Tanya Adam.

"Iya mungkin memang orang yang ngajak itu pelaku utama" Sambung papa.

"Mereka kekeh tidak mau menyebutkan nama pamannya. Kami sudah semaksimal mungkin bertanya, namun mereka tetap bungkam" Jelasnya.

"Boleh kami yang bertanya langsung?" Tanya ku.

Kedua polisi ini berdiskusi untuk memutuskan apa kami boleh bertanya langsung atau tidak.

"Boleh Bu, tapi salah satu diantara bapak ibu tetap disini untuk kita urus surat-surat guna keperluan penangkapan ini" Jelasnya.

Papa menyuruhku dan Adam yang ke ruang tahanan kembali, sedangkan papa mengurus berkas disini.

"Feeling Adam Pak Mardi mba" Ucap Adam saat kami berjalan menuju ruang tahanan.

"Mba juga mikirnya gitu Dam, tapi mba gak mau suudzon dulu sama orang yang belum tentu dia pelakunya" Jawabku.

Sampai di ruang tahanan mereka berenam terdiam menunduk. Sesekali ada yang menaikkan kepalanya untuk melihatku dan Adam sebentar. Mereka masih sangat muda-muda dan ada yang seusia Dinda.

"Sebelumnya saya minta maaf pada kalian, mungkin saya ada buat salah dengan salah satu dari kalian atau mungkin salah satu dari keluarga kalian. Saya tidak kenal kalian dan saya rasa kalian juga tidak mengenal saya. Saya cuma mau tanya, kenapa kalian yang masih usia muda ini mau mencuri dan membobol rumah orang?" Tanya ku.

Mereka masih diam dan tak ada satupun yang bersuara.

"Kakak saya sudah bertanya baik-baik ke kalian, kalian mau jawab atau tetap diam? Kalian masih sangat muda dan akan sia-sia masa muda kalian digunakan mendekam didalam sini bertahun-tahun. Ingat, kejahatan kalian ini terencana dan hukuman terendah kalian kurungan 5 tahun. Apa tidak sia-sia waktu 5 tahun kalian hanya untuk didalam sini. Lebih baik jujur dan katakan siapa yang menyuruh. Kalau kalian jujur kami akan memperingan hukuman kalian yang jujur" Sambung Adam.

Ada dua orang diantaranya saling bertolak-tolakan. Aku rasa dia mau speak up tapi masih takut atau ragu.

"Kamu yang baju item dan merah. Bicara saja, kalau kalian mengatakan kebenaran saya janji akan bebaskan kalian" Ucapku.

Aku memang tidak mau memenjarakan mereka, mereka masih muda dan masih sangat panjang perjalanan masa depannya. Aku tidak mau menghancurkan masa depan mereka.

"M m ma maaf Bu, kami cuma disuruh dan diimingi" Jawab seorang tapi bukan dari yang ku tunjuk tadi.

"Disuruh dan diimingi siapa?" Tanya Adam.

Aku dan Adam sudah berjanji akan lembut menanyai mereka, karena umur yang masih muda mereka masih butuh kelembutan bukan kekerasan.

"Disuruh sama paman dia" Tunjuk yang baju itam lengan panjang ke baju merah tadi.

"Paman kamu siapa namanya?" Tanya ku.

Si baju merah tetap diam dan nampak takut. Dia yang termuda sepertinya diantara yang lain.

"Pa p paman Mardi" Jawabnya.

Aku dan Adam sepandangan. Betul dugaan kami. Pak Mardi lah dalang dari semua ini. Aku tidak habis pikir dengan bapak dan itu, sudah sombong pikiran jahat pula.

"Benar Pak Mardi?" Tanya Adam memastikan.

Mereka semua mengangguk.

"Lalu, kenapa kalian mau ikut?" Tanya ku lagi.

"Kalau saya tidak mau nuruti perintahnya saya akan diusir dari rumahnya. Saya nebeng hidup di dia" Jawab si baju merah.

"Kami yang lain juga diimingi sejumlah uang kalau bisa membobol rumah ibu. Kata Pak Mardi kami boleh menjual apa yang kami dapat dan uangnya untuk kami" Jelas yang baju putih.

Oke sekarang sudah dapat benang merahnya. Pelaku utama adalah Pak Mardi. Adam duluan kembali ke tempat papa untuk melaporkan ke pihak kepolisian. Sedangkan aku masih didepan ruang tahanan ini.

"Kalian masih pada sekolah?" Tanya ku lagi untuk mencairkan keadaan agar mereka tak takut.

Semua menggeleng, tapi si baju merah keponakan Pak Mardi mengangguk.

"Kamu namanya siapa? Dan sekolah dimana?" Tanya ku padanya.

"Saya Iwan Bu, sekolah di SMP 03 Bu" Jawabnya.

"Yang lain kenapa tidak sekolah? Sudah tamat atau putus sekolah?" Semua terdiam.

"Saya akan bebaskan kalian dari sini. Tapi kalian harus janji tidak mengulangi dan menuruti perintah jahat lagi. Kalau kalian semua mau sekolah kembali saya juga akan bantu membiayai. Sayang diumur segini kalian sudah putus sekolah" Jelasku.

"Kami berdua sudah tamat Bu. Hanya saja memang menganggur dan hanya kerja serabutan" 2 orang yang memiliki badan terbesar.

"Oke berarti yang 3 ini mau kan sekolah lagi?" Mereka masih menunduk tak berani mengangkat kepala.

"Udah mba?" Saat masih menunggu jawaban dari mereka, papa dan Adam datang bersama polisi.

"Kalian akan disini sampai paman kalian tertangkap. Atas keringanan hati keluarga pemilik rumah kalian bisa dibebaskan dengan jaminan tidak melakukan kejahatan yang sama." Ucap Pak Polisi.

Selesai dari kantor polisi aku, papa dan Adam langsung pulang ke rumah. Takut anak-anak terutama Anin rewel mau menyusu.

"Ini mobil?" Ucapku saat baru saja keluar dari mobil papa.

"Bang Ray" Ucap Adam.

Papa dan Adam langsung masuk ke dalam rumah. Aku masih berdiri diam diluar, bagaimana Mas Rayyan bisa tahu rumah ini. Apa Adam atau bunda yang kasih tahu ya?. Aku masih kesal dengannya dan masih belum mau bertemu.

"Ssstt, diem ya mama bentar lagi pulang kok. Lapar ya anak papa" Mas Rayyan keluar membawa Anin digendongannya.

Aku masih terdiam disamping mobil papa dan itu berhadapan dengan posisi berdiri Mas Rayyan.

"Mama" Panggil Drian dari pintu samping.

Mas Rayyan langsung menengok ke arahku. Dia berjalan membawa Anin menujuku.

Langsung ku ambil Anin dan membuang muka. Aku membawa Anin ke dalam untuk menyusuinya. Sepertinya Anin sudah sangat lapar, mungkin susu yang ku tinggalkan kurang untuknya.

"Abang sama Abang Nanda main disana boleh ya" Pinta Drian padaku.

"Jangan ditempat panas ya nanti sakit kepala" Pesanku.

"Okey mama. Dadah Anin abang main dulu ya" Dia tak lupa mencium adiknya.

Mas Rayyan masih berdiri dihadapanku sedangkan aku duduk dikursi samping sambil menyusui Anin.

Mas Rayyan mendekat dan duduk disampingku, dia mengusap kepala Anin dan Anin yang merasa nyaman memejamkan matanya.

"Eh tidur. Pelor banget ya kamu" Dia mencubit gemas pipi Anin.

Kemudian Mas Rayyan menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya. Seperti banyak sekali soal dalam bola matanya.

Be A StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang