Part 112

1.8K 245 17
                                    

Assalamualaikum teman-teman pembaca dan penunggu setia😻

Maaf ya author lama gak update, author lagi sakit dan gak bisa dijelasin sakit apa. Minta doanya ya untuk author biar cepat sembuh..

Terima kasih untuk yang selalu nungguin update an cerita ini.
______________________________________
Rayyan Pov

Aku tahu kalau Nayya akan tidak mau memaafkan kesalahanku dan mama. Aku paham dan menerima itu semua, itu memang merupakan kesalahan kami. Tapi aku kasian juga ke mama, dia seperti orang yang tidak waras karena Nayya tidak mau memaafkan.

"Ma udah jangan terlalu dipikirin. Nayya bukan orang yang pendendam, besok pasti Nayya akan berdamai dengan kita." Ucapku ke mama.

"Mama pulang aja ya Ray, Nayya masih marah banget kayaknya sama mama" Ucap mama.

"Jangan dong ma, udah mau malam ini, ujan deras lagi. Nanti mama nyetir sendiri bahaya. Kita nginap disini malam ini, besok kita pulang sama-sama" Ajakku ke mama.

Mama diam dan masih merenung. Mama pastinya sangat kesal dengan dirinya sendiri.

Malam

Hujan dari sore tadi masih sangat deras. Karena ini di daerah kaki gunung jadi udara terasa sangat dingin. Kabut dari puncak gunung juga menyelimuti hujan ini.

"Udah jangan nangis mba, kalau kamu nangis Dinda makin parah" Sayup-sayup ku dengar suara bunda dari lantai bawah.

Sedari sore aku dan mama memang tidak berani ke lantai bawah. Aku tidak mau Nayya sedih melihat kami berdua. Hanya papa yang sesekali turun untuk main dengan anak-anak.

"Kenapa Bun?" Aku beranikan masuk ke kamar dilantai bawah.

"Dinda sesak Ray" Ku lihat Dinda sudah sesak nafas dan bergumul dibalik selimutnya.

"Sini biar Ray yang tangani Bun" Bunda menyingir dari sisi Nayya.

Aku duduk disisi depannya dan mulai melakukan tindakan seperti biasa kalau Dinda kambuh. Dinda jarang kambuh selama beberapa tahun ini. Mungkin karena cuaca diluar sangat dingin, jadi sesak napasnya tidak bisa ditahan lagi.

Selama penanganan, Nayya terus menangis tapi tidak bersuara. Selang beberapa menit Dinda berhasil ditangani. Hembusan napasnya sudah normal, dia sudah tertidur karena kecapekan. Sedangkan Nayya masih saja menangis.

"Ini salah aku mas, aku yang bawa Dinda ke sini. Aku tidak berpikir ke depan, Dinda alergi dingin dan ada asma. Aku ibu yang gagal" Ujar Nayya sambil menangis berlari keluar kamar.

Ku kejar dia agar dia tidak merasa bersalah. Ini semua bukan salahnya dan dia bukan ibu yang gagal.

"Nayya!" Panggilku.

Nayya berhenti dipintu kamarnya. Ku dekati dan ku peluk dia dari belakang.

"Aku ibu yang gagal" Itu yang terus keluar dari mulutnya.

"Ssstt! Jangan ngomong begitu, kamu bukan ibu yang gagal. Kamu ibu terbaik untuk anak-anak kita" Tenangku padanya.

"Aku gagal. Dulu anakku meninggal karena kesalahanku, sekarang anakku hampir juga gara-gara kesalahanku. Aku gagal jadi ibu! Aku gagal!" Dia berteriak dan melepaskan pelukanku berlari ke dalam kamar.

Ku susuli dia ke kamar. Dia mengambil Anin dan membelainya dalam gendongan. Dia terus saja menangis sambil mengusap pipi Anin.

"Ma, kamu gak salah sudah cukup menyalahkan diri sendiri. Dinda juga sudah tidak apa-apa. Kamu gak salah disini aku yang salah kalau bukan karena sikapku kamu gak akan bawa anak-anak ke sini" Lagi ku peluk dia.

Be A StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang