05. Sasaran bully

540 98 5
                                    


.
.
.
.
.
Raka menghembuskan nafas kasar, remaja itu baru saja masuk kedalam gerbang sekolah dengan langkah pelan. Sejak kejadian satu minggu lalu diatap sekolah, Raka sudah menjadi sasaran bully oleh tiga biang onar, Dhika, Indra dan Aksa. Raka tidak pernah peduli jika dia dibully, karena nyatanya sejak kecil dia sudah mengalami itu. Hidup tanpa ayah membuat dia dikucilkan dilingkungan sekolah.

"RAKA!" Raka segera mendongak saat mendengar suara kencang yang sangat dikenalnya.

"Bunda." Raka hanya bisa bergumam lirih setiap kali menatap wajah teduh Nath yang mnghampirinya.

"Iya Nath." Nath tersenyum saat melihat Raka menunggunya.

"Kenapa baru datang? Kesiangan?" Raka mengangguk, dia memang berangkat sedikit lebih siang dari pada biasanya hari ini. Semua karena kaki nya tiba-tiba kaku tidak bisa digerakan tadi pagi.

"Kenapa sih seminggu ini lo jarang mau ikut kekantin?" Raka hanya menggeleng.

"Malas saja, kantin terlalu ramai."
.
.
.
.
.
Buagh

Buagh

Buagh

Raka hanya memejamkan matanya saat tubuhnya kembali menjadi sasaran pemukulan Aksa. Raka bukan tidak bisa membalas, dia hanya mau membalas karena ini Aksa, jika saja yang memukulnya dengan brutal saat ini adalah Dhika atau Indra, Raka pasti sudah membalas, meskipun dia tau bahwa dia tidak akan bisa menang.

"Lo itu tuli atau bagaimana hah?!" Raka hanya diam sembari mengatur nafasnya, remaja mungil itu cukup bersyukur karena baik Aksa, Dhika maupun Indra tidak pernah memukul wajah ataupun kepalanya.

"Gue udah bilang, jangan deketin Nath! Karena Nath cuma punya Dhika!"

Duk

Aksa meninggalkam Raka yang hanya bisa terduduk dilantai atap sekolah, selalu seperti ini, setiap jam istirahat Aksa pasti akan membawanya keatap dan memukulnya, memang pukulan Aksa tidak akan sebrutal Dhika, tapi tetap saja menyakitkan.

"Sshhh, sakit juga ternyata." Raka mencoba bangkit, dia harus kembali ke kelas secepatnya jika tidak ingin mendengar kecerewetan Nath juga tatapan tidak percaya Aksa.

"Kangen Gandy, dia lagi apa ya?" Raka sedikit tersenyum saat parah manis Gandy terlintas dibenaknya.

"Dia pasti marah banget sama gue." Raka sebenarnya merasa sangat bersalah pada Gandy. Sahabatnya yang selalu ada disisinya dan sekarang dia tinggalkan itu pasti tengah marah.

Tap

"Dek, habis dari mana?" Raka berhenti saat pundaknya ditepuk oleh seseorang dan disusul oleh suara familiar ditelinganya.

"Kak Jatna." Raka berbalik dan tersenyum manis saat menemukan Jatna dibelakangnya.

"Aku dari toilet." Raka bersyukur karena dia memang melewati toilet tadi, jika tidak Jata pasti tidak akan percaya.

"Udah makan belum?" Raka menggeleng, dia memang membatasi konsumsi makanan nya di luar rumah, tugas nya masih banyak disini dan dia tidak boleh jatuh dulu.

"Ayo ikut ke kantin, gue jajanin, jadi adek gue gak boleh kurus." Raka hanya diam saat Jatna merangkul tubuh mungilnya dan membawanya ke kantin.

"Kak Jatna pelan-pelan, kaki ku gak sepanjang kaki kak Jatna." Jatna langsung memelankan langkahnya saat mendengar ucapan Raka.

"Hahaha maaf Ka."
.
.
.
.
.
Faras menatap lekat pada sosok mungil Raka yang sedang memainkan bakso dihadapannya. Lima menit lagi sudah bel, namun Raka sama sekali belum memakan bakso yang dibelikan Jatna untuknya.

DejavuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang