27. Alasan sebenarnya

537 81 12
                                    


.
.
.
.
.
Jakarta, 2020

Tahun baru saja berganti, dan diawal tahun yang diharapkan Raka bisa membuat dia dan sang bunda bahagia justru membawa kesedihan untuk remaja mungil itu. Nath, sang bunda yang tiba-tiba sakit dan harus menjadi penghuni rumah sakit.

"Raka!" Raka mendongak saat mendengar suara Gandy. Remaja mungil itu tersenyum saat melihat Gandy duduk dihadapannya.

"Pesen makan ih jangan minum es mulu." Raka sudah menebak jika Gandy akan mengomelinya saat melihatnya hanya diam dengan segelas es teh.

"Nanti aja gue makan, pas pulang sekolah." Gandy berdecak, kenapa sahabatnya itu selalu suka menyiksa diri sendiri.

"Lo udah kasih keputusan soal olim itu?" Raka mengangguk.

"Gue ambil, lo juga ambil kan?" Gandy ikut mengangguk. Mereka memang terpilih menjadi perwakilan sekolah mereka untuk olimpiade Kimia dan Fisika.

"Nanti lo ketempat bunda kan? Gue ikut." Raka kembali mengangguk, sudah hampir sebulan mereka selalu mengunjungi rumah sakit untuk menjenguk Nath.

"Gue kangen masakan bunda Ndy."
.
.
.
.
.
Raka memasuki kamar sang bunda, menatap sejenak kamar yang sudah jarang dia masuki sejak dia beranjak remaja. Raka berjalan kearah lemari pakaian bundanya, tujuannya masuk kekamar ini hanya untuk mengambil pakaian dan beberapa barang yang mungkin dibutuhkan sang bunda untuk membunuh bosan.

Sret

Pandangan Raka beralih pada selembar foto yang terjatuh dari dalam lemari, sebuah foto berisikan dua laki-laki yang tengah tersenyum. Raka mengambil foto itu, dan menemukan sebuah tulisan yang membuatnya terpaku.

- Wedding day 7-11-2003-
Radhika Kamal Xavier & Eknath Kaivan

"Ini foto bunda sama ayah?" Raka bergumam lirih, sejak kecil Nath hanya menceritakan tentang kehidupan masa remajanya, tentang dia yang jatuh cinta pada seorang laki-laki bernama Dhika, yang ternyata adalah ayahnya. Hanya sebatas itu, Nath tidak pernah menunjukan foto sang ayah padanya.

"Maaf bun, fotonya Raka bawa dulu, mau kasih tunjuk Gandy kalau ayah ganteng..." Raka tersenyum kecil, membanyangkan respon sahabatnya itu saat dia menunjukan foto yang dia temukan.

"Raka udah janji ke bunda kalau Raka gak akan tanya soal ayah lagi, jadi biar Raka cari tau sendiri."

Raka keluar dari kamar sang bunda, dengan tas berisi pakaian. Remaja itu segera menemui sang sahabat yang tengah menunggu diruang tamu.

"Gandy ayo berangkat, nanti gue mau kasih tau lo sesuatu." Gandy yang melihat senyum Raka hanya mengangguk.

"Mau kasih tau apa?" Raka tidak menjawab.

"Nanti aja kalau udah nganterin ini ke bunda, disana ada mama kan?" Gandy mengangguk, mamanya memang memutuskan menunggu bunda dari sahabatnya itu dirumah sakit.

"Ayo gue laper, mau maka sama bunda."
.
.
.
.
.
Gandy menatap tidak percaya pada sahabat mungilnya yang tersenyum lebar dihadapannya, setelah menunjukan selembar foto yang ditemukan dikamar sang bunda, Raka mengatakan hal yang sungguh membuat Gandy ingin menghilang.

"Bantu gue buat cari tau siapa ayah dan dimana alamatnya Ndy, mungkin bunda bisa semangat buat sembuh kalau ketemu ayah." Gandy hanya bisa mengangguk, mana bisa dia menolak permintaan Raka.

"Ya nanti kita cari, tapi setelah olimpiade ya, gue mau lo fokus kesana dulu." Raka mengangguk setuju, dengan membawa kemenangan di olimpiade itu Raka bisa membanggakan sang bunda.

DejavuOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz