20. Ayo pulang Raka

541 84 4
                                    


.
.
.
.
.
Raka menatap sendu pada Nath yang sedang bergumam sambil sesekali memainkan rambut hitam milik Raka, Raka tidak tau kenapa setiap melihat senyum Nath, dia selalu merasa bersalah.

"Bunda." Nath langsung menunduk saat Raka memanggilnya.

"Kenapa?" Netra hitam Raka bertemu dengan netra hitam milik Nath, tatapan teduh Nath membuat Raka ingin menangis.

"Maafin Raka ya bun." Nath mengernyit saat mendengar ucapan Raka.

"Kenapa kamu minta maaf?" Raka hanya tersenyum tanpa menjawab, remaja itu justru memejamkan matanya.

"Raka, jalani pengobatan ya?" Raka menggeleng pelan, kenapa Nath harus membahas soal itu sih.

"Raka akan berobat saat pulang nanti bun." Nath terdiam.

"Kamu gak bisa disini saja? Jangan pulang." Raka tersenyum tipis mendengar permintaan Nath.

"Raka bisa saja tetap disini bun, tpi Raka gak bisa biarin Gandy tetap disini, dia pasti kangen mama sama papa disana." lagi-lagi Nath terdiam mendengar ucapan Raka.

"Setelah antar Gandy pulang, kamu masih bisa kesini gak? Temuin aku kalau aku kangen sama kamu." Raka tertawa pelan.

"Bisa bun, nanti Raka kesini lagi." Nath tersenyum, sepertinya dia tidak menyadari akibat dari permintaannya pada Raka bisa membuat remaja itu menghilang.

"Bunda, janji sama Raka, bunda harus tetap sehat, tetap bahagia, jangan jauh dari kak Faras ya." Nath hanya mengangguk, meskipun dia tidak mengerti apa maksud ucapan Raka.

"Iya aku janji."
.
.
.
.
.
Gandy mendorong pelan ayunan yang diduduki Raka, setelah Jatna pulang tadi, Gandy memang meminta ijin pada Faras juga Nath untuk mengajak Raka keluar dan tentunya langsung diijinkan oleh kedua nya.

"Gandy, kenapa lo nyusulin kesini?" Gandy terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Raka.

"Buat jemput lo." Raka langsung menghentikan gerakan ayunan nya dan mendongak demi menatap wajah Gandy.

"Ndy, lo tau kan tujuan gue dateng kesini apa?" Gandy menghela nafas, remaja itu merubah posisinya agar ada didepan Raka.

"Raka dengerin gue, gue tau tujuan lo kesini buat misahin orang tua lo, tapi lo gak pernah tau kan, apa dimasa depan nanti bunda bakal bahagia kalau dia nikah sama orang lain? Apa bunda bakal tetep sehat? Gak ada yang bisa jamin Raka!" Raka menunduk, dia sebenarnya tau soal itu, tapi entah mengapa diotaknya hanya ingin sang bunda hidup bahagia tanpa menikah dengan Dhika.

"Gandy-"

"Kalau lo tetep nekat misahin mereka, lo juga bakal ilang Raka. Gue gak mau kehilangan lo, gue sayang sama lo Ka!" Raka menunduk, dia tidak akan pernah bisa jika dihadapkan pada tatapan sedih Gandy.

"Maaf." Gandy memutuskan berjongkok dihadapan Raka.

"Ayo pulang Raka, kita pasti udah ngerubah banyak hal dimasa depan, ayo pulang." Raka menyentuh wajah Gandy, menghapus air mata yang mengalir dipipi remaja itu.

"Jangan nangis Ndy, lo tau gue gak suka liat lo nangis. Kita pasti pulang tapi tolong kasih aku waktu buat sama bunda lebih lama disini." Gandy hanya diam saat Raka menarik tubuhnya masuk kedalam pelukan remaja mungil itu.

"Gue gak mau kehilangan lo Raka." Raka mengelus punggung Gandy.

"Ayo pulang, ini udah terlalu malam buat tetep ada diluar, beda sama jaman kita." Raka menggandeng tangan Gandy dan mengajaknya untuk berjalan pulang.

"Raka, jangan pikirin omongan mama waktu itu."
.
.
.
.
.
Nath dan Faras tau ada yang berneda dari dua sahabat yang baru saja masuk kedalam rumah Faras itu, mata sembab Gandy juga wajah murung Raka sudah menjelaskan bahwa kedua nya baru saja membicarakan masalah yang serius.

Nath ingin bertanya tapi melihat Raka yang hanya diam membuat remaja itu mengurungkan niatnya, dia memilih mengajak Raka untuk pulang. Besok mereka masih harus sekolah dan Raka tidak boleh begadang.

"Gue sama Raka pulang dulu ya, besok berangkat bareng saja." Faras mengangguk, sedangkan Gandy hanya diam menatap tangan Nath dan Raka yang saling bertaut.

"Mau cerita?" Gandy langsung menatap Faras saat remaja itu bertanya, tepat setelah Nath dan Raka meninggalkan rumah Faras.

"Lo bisa percaya sama gue Gandy." Gandy melihat kesungguhan ditatapan Faras, sama seperti tatapan Faras dimasa depan.

"Bantu gue kak, bantu gue buat ngeyakinin Raka pulang, gue gak mau kehilangan dia." Faras menepuk pundak Gandy dan mengajak remaja itu masuk kekamarnya. Pembicaraan mereka lebih aman jika dilakukan dikamar Faras.

"Tenang dulu, gue pasti akan bantu lo, tapi jelasin dulu ke gue yang sebenarnya." Gandy menghela nafas panjang, remaja itu menatap lekat pada Faras yang sudah duduk dihadapannya.

"Kak Faras tau kan alasan Raka pergi kesini?" Faras mengangguk.

"Memisahkan Nath dan Dhika, Raka menceritakan itu saat pertama kali gue tau soal dia." Gandy meremas tangannya.

"Iya itu tujuan utamanya, selain itu dia ingin membuat dirinya sendiri menghilang." Faras terkejut, remaja itu bahkan tidak tau harus memberikan respon seperti apa.

"Kalau kak Nath dan Dhika tidak menikah, secara otomatis Raka juga tidak akan pernah terlahir."
.
.
.
.
.
Raka sedikit sebal pada Gandy saat sahabatnya itu lagi-lagi membahas soal kepulangan mereka. Raka masih ingin disini, disisi sang bunda tapi Gandy sepertinya ingin Raka segera meninggalkan sang bunda.

"Gandy stop minta gue pulang sekarang, nanti gue pulang kalau tujuan gue selesai!" Gandy ikut sebal saat Raka masih saja keras kepala.

"Nanti kapan? Kalau lo udah hilang! Iya!" Raka menunduk, tataoan Gandy menjadi tajam namun ada kesedihan disana.

"Mau sampai kapan lo keras kepala Ka, mereka yang ada disana itu nunggu lo balik, jangan terlalu ngerubah masa depan." Gandy mengecilkan suaranya saat mengatakan masa depan, apa lagi saat ini mereka sedang ada di lingkungan sekolah.

"Tolong Gandy, jangan paksa gue lagi."

Gandy mengepalkan tangannya erat, Raka yang keras kepala seperti ini membuat dia kesal bukan main. Rasanya Gandy ingin langsung menyeret Raka untuk pulang.

"Oh ternyata anak baru yang sok pahlawan ada disini." Gandy berbalik, dia melihat Dhika dan Aksa sedang berdiri dihadapannya sekarang.

"Mau apa?" Gandy sedang dalam mood yang buruk karena pembicaraannya dengan Raka tadi, dan ternyata Dhika mencari masalah diwaktu yang salah.

"Lo gak usah sok jadi pahlawan kesiangan buat Raka, kecuali lo mau merasakan hal yang sama juga." Gandy tersenyum remeh.

"Seperti lo bisa merundung gue saja!" Dhika yang kesal dengan ucapan Gandy langsung saja melayangkan pukulan pada remaja itu. Namun Gandy dengan mudah menghindar dan justru membalas pukulan Dhika.

"Dengerin gue sialan, kalau lo suka Nath, deketin dia, ungkapin. Bukan cuma diem ngelihatin terus ngehajar orang lain karena dia deket sama gebetan lo! Punya otak itu dipakai buat mikir!" Gandy menyentak Dhika dengan ucapannya yang terdengar pedas, namun itu adalah kenyataan.

"Lo cowo, jangan jadi pengecut atau dimasa depan lo bakal jadi orang yang paling nyesel karena hal itu."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

DejavuOù les histoires vivent. Découvrez maintenant