13. Cemburu

543 86 1
                                    


.
.
.
.
.
Hadirnya Raka disekolah setelah sehari absen membuat Raka menjadi bahan perbincangan satu sekolah, apa lagi saat remaja itu turun dari mobil yang sama dengan Nath juga Faras.

Tentu saja hal itu juga membuat Dhika dan Indra kepanasan. Bagaimana tidak, jika mereka melihat Nath dan Faras begitu dekat dengan Raka.

"Sialan sipendek itu!" Dhika yang mendengar ucapan Indra ikut mengepalkan tangannya kesal.

"Anak itu bener-bener gak kapok, liat saja nanti." usai mengucapkan itu, Dhika mengajak Indra segera masuk ke kelas masing-masing. Biarlah urusan Raka nanti saat istirahat.

Kesalnya dua xavier bersaudara itu ternyata dilihat oleh Aksa yang baru saja datang, bahkan Aksa mengabaikan Jatna yang berdiri disebelahnya.

"Mulai sekarang jangan ikut melakukan perundungan Sa." Aksa menatap Jatna kesal.

"Kenapa sih kamu ngelarang itu sekarang?!" Jatna tersenyum pada Aksa. Ingin sekali dia mengatakan semua nya tentang Raka tapi dia sudah berjanji untuk tetap diam.

"Raka ada disekitar Nath bukan dengan alasan yang selama ini kamu pikirin, ada alasan lain untuk itu." Aksa mendengus kesal, dia tidak pernah suka melihat Jatna memuji atau bahkan membicarakan orang lain dengan lembut seperti itu.

"Sejak kapan kamu bisa selembut itu jika membicarakan orang lain." Jatna menghela nafas, sepertinya sifat posesive Aksa sedang muncul.

"Aksa bukan begitu." Jatna memejamkan matanya saat Aksa sudah meninggalkannya sendirian.

"Aduh, punya pacar kok ya cemburuan banget."
.
.
.
.
.
Raka tersenyum sendu saat melihat Nath bercanda bersama Faras, tawa yang dikeluarkan Nath begitu lepas, berbeda dengan tawa yang selama ini dia dengar dari sang bunda.

"Raka." Raka mengerjap, dia tersenyum saat Faras menepuk pundaknya.

"Iya kak?" Faras menatap Raka lekat, dia tentu tau ada yang sedang remaja itu fikirkan.

"Jangan ngelamun, kamu gak tau ya disini banyak penunggunya." Raka tertawa kecil saat Faras mengatakan itu.

"Aku tau kok kak, ya bagaimana pun aku juga sekolah disini." Faras berdecih kesal, Raka selalu saja punya cara untuk menjawabnya.

"Tau lah, lo sama Nath sama aja, kesel gue." Nath yang mendengar gerutuan Faras tentu saja tertawa.

"Iya dong, kan Raka anak gue." Raka melotot saat Nath mengatakan itu dengan keras, membuat mereka menjadi bahan perhatian dikelas.

"Iya tau Nath, Raka anak lo, tapi jangan keras-keras, kasian telinga kita." Nath tertawa saat teman sekelas nya mengatakan itu. Raka cukup lega karena mereka semua menganggap bahwa Nath hanya menganggap dia anak nya, tanpa tau bahwa sebenarnya Raka memang anak Nath dimasa depan.

"Eh..Eh..Mau kemana?" Raka yang baru saja bangkit dari duduknya langsung dicegat oleh salah satu teman sekelasnya, dan itu membuat Nath juga Faras langsung menoleh pada Raka.

"Mau kemana Ka?" Raka menghela nafas, dia suka jika mendapat perhatian dari Nath, tapi tidak dengan kekhawatiran berlebihnya.

"Mau ketoilet kak." selesai mengatakan itu Raka langsung melesat keluar kelas, meninggalkan beberapa teman sekelasnya yang menggelengkan kepala mereka.

"Gue baru tau Raka bisa selucu itu." Nath langsung menatap kearah Abin, salah satu teman sekelasnya.

"Raka emang selucu itu, kalian belum liat aja gimana gemes nya kalau dia ketawa." bukan Nath yang menjawab ucapan Abin, tapi Faras dan itu sukses membuat anak-anak yang sudah ada dikelas melongo. Seorang ketua osis dingin seperti Faras, memuji seseorang. Berarti orang itu memang benar-benar menggemaskan, dan mereka jadi penasaran ingin melihat tawa Raka.

"Kejadian langka, seorang Faras Abimanyu memuji seseorang." Abin berteriak heboh, membuat Faras langsung menatap nya tajam. Tapi pada dasarnya teman sekelas mereka tidak takut pada Faras, karena memang Faras tidak akan menggunakan kekuasaannya, ya kecuali jika menyangkut melanggar peraturan sekolah.

"Raka kok lama sih?" Abin dan yang lain menggeleng heran saat Nath mengatakan itu, Raka bahkan baru lima menit keluar dari kelas.

"Ya susulin saja sana." usulan Faras membuat seisi kelas melongo. Tapi anehnya Nath menyetujui itu, karena memang sebentar lagi bel masuk akan berbunyi, dan pelajaran pertama mereka adalah kimia.

"Iya susulin, sebentar lagi bel dan jam pertama itu jam nya pak Wanto, bisa bahaya kalau Raka telat masuk." Nath mengangguk, tapi baru saja dia beranjak, bel masuk sudah berbunyi dan beberapa anak yang ada diluar kelas segera masuk kedalam dan mengatakan pak Wanto sudah ada didepan kelas mereka. Nath mendesah pelan, kenapa guru kimia mereka itu selalu tepat waktu sih.

"Eknath duduk!" Nath terpaksa kembali duduk, dia harap-harap cemas pada Raka yang belum juga kembali dari toilet.

"Baik kita mulai pelajaran nya, buka buku paket kalian halaman 54." semua langsung mengerjakan perintah dari guru mereka, bahkan mereka terdiam saat pak Wanto menuliskan sebuah soal dipapan tulis.

"Siapa yang bisa mengerjakan ini? Kecuali Faras!" Faras yang baru saja akan mengangkat tangannya langsung menggerutu.

"Dimana teman sebangku mu Nath? dia masih belum masuk?" baru saja Nath akan menjawab, suara ketukan dipintu kelas mereka menarik perhatian, bukan hanya itu tapi kehadiran sosok Raka yang menurut mereka berani sekali. Jika itu mereka mungkin mereka akan memilih bolos kelas.

"Maaf pak, saya terlambat masuk." pak Wanto langsung menatap Raka tajam, dan sebenarnya itu tidak mampu membuat Raka ciut.

"Darimana saja kamu? Dan dimana tasmu?" Raka menatap kearah Nath yang terlihat khawatir.

"Saya dari toilet pak, tas saya sudah ada dibangku saya." pak Wanto kembali menatap bangku Nath dan Raka, memang benar ransel berwarna hitam milik Raka ada disana.

"Baik kamu boleh masuk, tapi sebelum itu kerjakan soal dipapan dulu, jika bisa kamu baru boleh duduk." Raka masuk kekelas dan menatap papan tulis, ada sebuah soal yang pasti mampu membuat pusing kepala.

Tanpa banyak tanya Raka langsung meraih kapur tulis dan mulai menuliskan rumus-rumus dibawah soal itu, sepertinya Raka harus meminta Jatna untuk mulai menggunakan whiteboard untuk pembelajaran. Tidak sampai lima menit Raka sudah meletakan kembali kapur tulisnya, dan menatap pada pak Wanto.

"Saya sudah selesai pak, bagaimana?" pak Wanto tersenyum puas saat melihat jawaban Raka, beliau cukup senang ternyata di kelas 11 ipa 2 ada yang memahami kimia seperti Faras.

"Bagus, kamu bisa duduk." Raka tersenyum dan melangkah pelan kearah bangkunya, dia bahkan mengabaikan tatapan menggoda dari teman-teman sekelasnya yang lain.

"Kamu kenapa lama sekali?" Raka yang baru saja duduk dibangkunya langsung ditodong pertanyaan oleh Nath, ya meskipun Nath harus berbisik.

"Mules kak." Nath akhirnya diam saat mendengaf jawaban Raka, dia sendiri tidak ingin Raka merasa dikekang karena dia yang terlalu khawatir.

"Nanti istirahat kekantin sama aku." Raka hanya mengangguk, dia tidak mungkin menolak ajakan Nath, dia kan bukan anak durhaka.

"Iya kak, sekarang perhatiin pak Wanto saja, nanti kak Nath malah disuruh ngerjain didepan."
.
.
.
.
.
Faras berdecak kesal saat melihat Dhika, Indra dan Aksa menghampiri meja mereka  dikantin, padahal masih banyak meja kosong. Bukan hanya Faras karena Nath pun langsung menatap tajam pada Dhika yang sudah merangkul Raka dengan seenak jidatnya.

"Xavi lepasin tangan lo dari anak gue!" Dhika yang semula tersenyum lembut pada Nath langsung menatap Raka dengan tatapan remeh.

"Aduh Nath sayang, dari pada lo anggap sipendek ini anak lo, lebih baik kita buat sendiri gimana?" Nath berdecih meskipun sebenarnya pipinya sudah bersemu merah. Raka tidak buta untuk melihat bagaimana Nath tersipu malu karena ucapan frontal Dhika. Dijaman ini memang ucapan seperti itu masih terlalu frontal, berbeda dengan dijamannya.

"Memangnya yakin kalau gue mau sama lo?" Dhika langsung merubah ekspresinya menjadi datar, tapi sedetik kemudian dia kembali tersenyum lembut.

"Yakin 100% kalau lo pasti mau sama gue." Nath hanya menggeleng, dia langsung menarik tangan Raka agar sedikit bergeser padanya, menjauhkan Raka dari jangkauan Dhika.

"Maaf tapi gue tidak berminat sama lo."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

DejavuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang