18. 1 pukulan ≠ 2 pukulan

549 79 6
                                    


.
.
.
.
.
Gandy menatap lekat pada Raka yang baru saja keluar dari mobil milik Nath, tentu saja berdua dengan dipemilik mobil. Setelah semalam remaja mungil itu merengek pada Nath juga Gandy akan diijinkan pulang dari rumah sakit, pagi ini Gandy sudah melihat sahabatnya itu berjalan memasuki gerbang sekolah.

"Siapa yang mengijinkan lo sekolah hari ini?" Raka yang mendengar suara Gandy secara spontan langsung tersenyum dan menggandeng tangan Gandy, membuat remaja tinggi itu menghela nafas. Raka bahkan tidak menyadari bahwa Nath dan Faras hanya menggeleng melihat tingkahnya.

"Gue kan bosen Ndy, masa gue dirumah bunda sendirian." Gandy menghela nafas, Raka yang bertingkah seperti seakarang adalah kelemahan Gandy.

"Kalau gitu hari ini turuti kak Nath sama kak Faras, awas aja kalau gue denger dari mereka lo bandel, langsung gue seret lo saat itu juga." Raka langsung cemberut saat mendengar ucapan Gandy.

"Gak asik, sukanya ngancem kayak mama!" Gandy tersenyum miring saat Raka mengucapkan itu.

"Ya maaf, gue anak kesayangan mama kalau lo lupa." Raka menghentakan kakinya kesal, kenapa dia tidak pernah bisa menang jika berdebat dengan Gandy.

"Dari pada kalian berdebat disini, bukan kah lebih baik ke kelas?" Raka dan Gandy berbalik dan menatap Faras juga Nath yang berdiri di belakang mereka sejak tadi.

"Sana ke kelas, nanti ketemu dikantin, kak nanti kalau Raka bandel jewer aja idungnya." Raka mendelik kesal pada Gandy, berbeda dengan Nath dan Faras yang tersenyum.

"Yang dijewer itu telinga Gandy bukan hidung!" Gandy mengedikan bahunya acuh, dan berjalan meninggalkan tiga remaja itu.

"Aku baru tau kalau kamu bisa secerewet itu kalau sama Gandy." Raka terdiam saat Nath mengusap lengannya.

"Dia ngeselin, tapi aku sayang." Faras terkekeh pelan saat mendengar itu, begitu pula Nath.

"Kalau suka ungkapin aja." Raka menggeleng.

"Gak mau, toothless itu malah makin ngeselin nanti."

"Toothless?" Raka mengangguk saat melihat wajah bingung Nath dan Faras.

"Karakter kartun kesukaan Gandy, wajahnya mirip sama Gandy hehe."
.
.
.
.
.
Gandy hanya diam saat Dhika menatap tajam padanya, ayolah ada Jatna dikelas itu, memangnya Jatna akan diam saja jika Dhika berani memukul Gandy. Gandy tidak terlalu peduli dengan kelas yang berlangsung saat ini, karena pelajaran yang tengah dijelaskan itu sudah dia pahami.

"Sstt, Gandy." Gandy hanya berdehem saat Jatna mencolek punggungnya.

"Ibu lo siapa?" Gandy menghela nafas, sungguh dia pusing jika Jatna sudah bertanya seperti itu.

"Tebak aja." Jatna merengut, dari kemarin remaja dihadapannya itu hanya memintanya menebak.

Tet

Tet

Tet

Jatna dengan cepat menepuk pundak Gandy saat guru fisika mereka keluar dari kelas, dia berniat mengajak Gandy ke kantin.

"Ayo kekantin, lo harus makan banyak!" Gandy benar-benar ingin tukar ayah rasanya, kenapa Jatna jadi seperti ini.

"Gue mau ke kelas Raka." Gandy menarik tangannya dari genggaman Jatna, sedangkan Jatna hanya melongo mendapat penolakan dari anak masa depannya itu.

"Anak gue kenapa gak semanis Raka sih!"
.
.
.
.
.
Gandy baru akan berbelok menuju kelas Raka saat telinganya mendengar suara pukulan dari dalam kamar mandi siswa. Bukan bermaksud ikut campur tapi entah kenapa Gandy ingin melihat kedalam toilet, perasaannya tidak enak.

DejavuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang