26. Masa kecil Raka

500 80 16
                                    


.
.
.
.
.
Jakarta, 2010

Raka kecil tengah menangis sambil berjongkok didepan sebuah ayunan, menyembunyikan wajahnya diantara lututnya. Jika diperhatikan lebih teliti maka siapapun akan melihat luka yang cukup lebar dilutut anak itu. Seorang teman sekolahnya mendorong Raka hingga jatuh dari ayunan.

"Rakaa!!" bocah kecil itu mendongak saat mendengar namanya dipanggil, Raka langsung menghapus air matanya saat melihat sosok kecil berlari kearahnya.

"Raka kenapa nangis? Diganggu sama Tatam lagi? Tatam dorong Raka lagi?" Raka kecil hanya mengangguk kecil, dia mungkin bisa menyembunyikan tangis nya dari sang bunda, namun dia tidak akam biaa bersembunyi dari sosok kecil sahabatnya, Gandy.

"J-jangan bilang ke bunda ya, Ndy." Gandy mengangguk, mereka masih anak kecil berusia enam tahun yang tidak tau jika menyembunyikan sesuatu itu tidak baik.

"Iya Gandy gak akan bilang ke bunda, ayo pulang Raka, Gandy lapar, mau minta mama buatin nasi goreng."
.
.
.
.
.
Jakarta, 2013

Seorang anak berseragam merah putih tampak melompat-lompat untuk mengambil tasnya yang entah bagaimana ada diatas ranting pohon dihalaman sekolah nya.

"Uh kenapa tinggi banget sih." Raka mengerucutkan bibirnya saat dia tidak bisa meraih tasnya.

"Huh capek, kenapa mereka naruh tas Raka diatas sana." Raka menunduk sedih saat tidak bisa mengambil tasnya.

"Raka harus minta tolong siapa?" netra hitam Raka menatap sekeliling sekolah yang sudah sepi, mungkin hanya ada beberapa guru yang masih berada disana.

"Apa Raka minta tolong pak Sugeng aja ya?" Raka langsung membawa langkah kecilnya menuju gerbang sekolah, ada seorang satpam paruh baya yang berdiri disana.

"Pak Sugeng." satpam yang akrb disapa pak Sugeng oleh penghuni sekolah itu segera menoleh.

"Loh Raka kok belum pulang? Belum dijemput?" Raka menggeleng.

"Raka hari ini pulang sendiri pak, mama lagi jemput Gandy. Pak sugeng bisa tolongin Raka?" pak Sugeng mengernyit, bukan karena Raka akan pulang sendiri, karena bocah kecil itu sudah sering sekali pulang seorang diri, tapi yang membuat bingung adalah permintaan tolong Raka.

"Tolong apa?" Raka menunjuk kearah salah satu pohon yang ada dipinggir lapangan sekolah.

"Temen-temen taruh tas Raka diatas pohon, Raka minta tolong ambilin pak, boleh?" pak Sugeng menghela nafas, bukan pertama kali Raka diperlakukan seperti ini oleh teman-temannya atau pun kakak kwlasnya, namun para guru seolah menutup mata mereka.

"Dimana? Biar bapak ambilin, habis itu Raka langsung pulang ya." Raka mengangguk patuh, dan segera membawa pak Sugeng kearah pohon dimana tas nya ada disapah satu rantingnya.

"Makasih pak sugeng."
.
.
.
.
.
Jakarta, 2014

Raka menghembuskan nafas panjang saat tubuhnya tersungkur ditengah lapangan, dia sedang berjalan untuk keluar dari sekolah tapi tiba-tiba teman sekelasnya mendorong tubuhnya hingga terjatuh.

"Lihat lihat dia anak haram."

"Iya kata mama ku dia anak haram, jangan main sama dia."

"Ih tau gak mama ku bilang jqngan mau deket-deket Raka nanti ketularan sial gitu."

"Raka anak haram."

"Raka anak haram."

"Raka anak haram."

DejavuWhere stories live. Discover now