24. Pulang

555 87 15
                                    


.
.
.
.
.
Gandy membuka matanya dan tersenyum saat melihat pagar hitam rumahnya, halaman depan rumahnya yang ditumbuhi oleh bunga mawar putih milik sang ibu.

"Raka?" Gandy menoleh pada Raka yang masih mengerjapkan matanya.

"Hm, gue gak nyangka rasanya lebih pusing dari yang pertama." Gandy tertawa pelan saat melihat Raka memijat pelipisnya.

"Pusing Ndy." Gandy merangkul tubuh Raka untuk membawanya masuk kedalam rumah.

"Pusing banget?" Raka hanya mengangguk kecil.

"Tunggu sebentar ya, kita kita masuk dulu, terus kamu bisa tidur dikamar." Raka berdehem lirih, rasa pusing dikepalanya sudah terasa sangat menyiksa. Salahkan saja dirinya yang melewatkan beberapa kali jadwal pengobatannya nya.

Cklek

"Mama, Papa!" pekikan nyaring Gandy sukses membuat orang-orang dewasa yang ada didalam rumah bergegas keluar. Mata mereka berkaca-kaca saat melihat kehadiran dua remaja itu.

"GANDY!"

Grep

Gandy terpaksa melepaskan rangkulannya pada tubuh Raka saat sang mama menubruk badannya dan memeluknya erat. Bahkan sang papa juga berjalan mendekatinya dan mengusap pelan kepalanya.

"Kenapa lama sekali?" Raka menunduk saat mendengar ucapan Aksa, ibu dari sahabatnya.

"Gak lama ih cuma dua minggu, paling mama sama papa seneng kan bisa berduaan." Aksa tersenyum, dia tenang putra nya berhali membawa Raka pulang.

Raka melihat semua itu dengan nanar, ada rasa iri dalam hatinya saat melihat Gandy disambut hangat oleh kedua orang tuanya, Raka juga ingin namun dia sadar sang bunda telah tiada dan tidak akan yang menyambutnya pulang. Jatna pun hanya memeluknya sekilas dan mengusap kepalanya pelan, sama seperti yang pria itu lakukan pada Gandy.

"Maafin Raka." Aksa melepaskan pelukannya dari Gandy dan menatap Raka. Pria itu menghela nafas panjang saat melihat wajah bersalah Raka.

"Raka, jangan diulangi lagi, ngerti?" Raka mengangguk pelan, rasa sakit dikepalanya tersamarkan oleh rasa tidak nyaman dihatinya.

Aksa memang menyayanginya namun sejak pria itu tau jika dia juga menyukai Gandy dua tahun lalu, sikap Aksa sedikit berubah. Aksa masih menyayanginya sama seperti pria itu menyayangi Gandy, namun penolakan dan sikap tegasnya membuat adanya jarak antara dirinya dan Raka. Aksa yang menciptakan jarak itu, pria itu dengan tegas meminta Raka tidak terlalu memberi Gandy harapan karena dia tidak akan merestui mereka, Aksa bahkan mengatakan bahwa seharusnya Raka tidak memiliki rasa terhadap Gandy, karena itu akan menyakitinya.

"Iya ma, maafin Raka karena buat Gandy nyusulin Raka kesana, Raka pulang dulu ya." Gandy merasa aneh, tadi Raka terlihat baik-baik saja namun sekarang hanya ada wajah sendu yang terlihat.

"Nginep sini aja, udah malem. Besok gue anter pulang." Raka menggeleng pelan dan tersenyum tipis pada Gandy.

"Gue mau pulang, rumah gue pasti berdebu." Raka tersenyum pada empat pria dewasa disana. Senyum Raka terlihat sangat tulus meskipun mereka melihat kesakitan disana.

"Raka." Raka masih tersenyum saat mendengar namanya dipanggil oleh Faras.

"Tidak semua orang mengingatnya, hanya beberapa orang saja yang akan mengingat hal itu. Gandy sudah tau kan?" Gandy mengangguk, dia memang mengetahui hal itu dari Raka. Bahwa hanya beberapa dari mereka yang akan mengingat kejadian dimana Raka dan Gandy pergi kemasa lalu.

"Raka nginep sini aja ya, temenin gue tidur." Raka melirik Aksa yang terlihat sedikit tidak suka pada ucapan Gandy.

"Lo pasti kangen tidur ditemenin mama Ndy, jadi gue pulang dulu ya." Gandy terlihat tidak suka melihat keras kepala nya Raka. Bahkan Gandy sangat yakin bahwa hanya tinggal menunggu untuk Raka tumbang saat ini, remaja mungil itu sudah terlihat sangat kesakitan

DejavuHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin