19

34.4K 2.7K 8
                                    

Terimakasih sudah mampir di cerita 'Secret Imam'
Tolong tandai typo
*
*

Pagi ini Sahna dan Langga berangkat sekolah, Langga yang pergi menggunakan mobil, dan Sahna yang di antar oleh supir. Sahna menolak untuk berangkat bareng karena ia tidak ingin terjadi fitnah jadilah ia berangkat terlebih dahulu dengan supir.

Ketiga sahabatnya sudah stay berada di sekitar mejanya menunggu sang empu yang memberi kabar akan berangkat sekolah hari ini.

Diba duduk bersila di bangku seberang kanan meja Sahna, Sena yang duduk di atas meja Sahna dan Ara yang duduk di seberang kiri bangku Sahna. Ketiganya menatap pintu kelas berharap sang empu segera tiba.

Sahna menelan ludahnya susah payah kala melihat ketiga sahabatnya menatap serius dirinya. 'Perasaan gue jadi nggak enak nih.'

"A-Assalammualaikum ... " salam Sahna seraya melambaikan tangannya ke arah tiga sahabatnya.

"Waalaikumsalam!" jawab Diba dan Ara datar, sedangkan Sena menatapnya sinis.

Dengan ragu, Sahna meletakkan tasnya di bangkunya lalu menatap kikuk satu-persatu sahabatku. "Gu-gue ada salah?" gugup Sahna.

"Ada yang mau di jelasin?" dingin Ara.

"Hah? Jelasin apa?" bingung Sahna.

"Pura-pura lo?" timpal Sena membuat Sahna semakin bingung.

Diba mulai jengah dengan Sahna, "Pas kami ke rumah sakit lo kenapa nggak bilang udah pulang? Pas besok lusanya lagi kami ke rumah Opa lo, lo kenapa nggak bilang udah pindah ke rumah-" ucapan Diba terpotong.

"Stop!" sela Ara.

Sahna hanya manggut-manggut, ia mengerti dengan tingkah para sahabatnya dan kesalahannya. "Lo kok malah manggut-manggut sih!" kesal Sena turun dari bangku Sahna.

"Ntar gue jelasin! Bel masuh udah bunyi," ucap Sahna dan tak lama guru masuk ke dalam kelas mereka.

***

"Oo ... jadi gitu! Udah takdir lo kali," celetuk Sena setelah mendengar semua penjelasan dari Sahna mengenai awal ia dan Langga di jodohkan.

Kini Sahna dkk sedang berada di kantin setelah bel istirahat berbunyi. Sesuai janji, setelah mereka selesai makan Sahna akan menceritakan semuanya. Dan saat ini Sahna sudah menceritakan semuanya.

"Berarti, lo juga nggak tau dong kalau kalian udah sah!?" tebak Diba di angguki Sahna.

"Daebak ...!" takjub Sena menatap Sahna.

Ara menganggukkan kepalanya mengerti dengan semua ucapan Sahna. Sejujurnya, ia benar-benar shock dengan pengakuan Sahna. Tapi, mau bagaimana lagi, begitulah kenyataannya.

"Yuk ke kelas, bentar lagi bel masuk!" celetuk Ara di angguki yang lain.

Keempatnya berjalan di koridor sekolah menuju kelas mereka. Namun, langkah mereka terhenti saat melihat lapangan basket yang terjadi pembullyan.

Terlihat dua orang siswi tengah berada di lapangan, dengan satu siswi berambut pirang yang memegang ember dan satu siswi berambut hitam acak-acakan yang tengah terduduk dengan tangan mengepal dan mata terpejam kuat, antara menahan marah dan malu karena kini ia menjadi tontonan para siswa maupun siswi.

"Siapa sih tu!?" heran Diba.

"Anak kelas dua, biasalah! Itu Shela selalu bully Ruri, dan hari ini parah banget sih malah di tengah lapangan!" celetuk Sena.

"Gue ... nggak tau ada yang beginian malah dari kemarin-kemarin!" ringis Sahna.

"Sejak kapan lo peduli dengan sekitar lo? Apa lagi sesuatu yang nggak penting kaya gini, mau lo tau atau nggak juga nggak ada untungnya untuk lo!?" cerocos Diba di angguki Sena, Ara yang melihat itu juga mengangguk, membenarkan ucapan Diba barusan.

"Lagian, ni ketua osisnya mana sih? Cobak aja suami lo yang masi jadi osis, pasti bakal jera tu si Shela!" geram Sena.

"Mana gue tau!" sahut Diba.

"Ada apa?" celetuk Langga di belakang Sahna.

Spontan mereka membalikkan badan mereka ke arah Langga, Gio dan Rian. Keempatnya diam, lalu ketiga sahabat Sahna membalikkan badan ke arah lapangan kala mendengar tawa Shela yang menggelegar.

"Ada apa sih?" penasaran Langga mengerutkan kening. Kemudian ia menoleh ke arah lapangan. Namun, tangan mungil Sahna malah menutupi kedua matanya.

Bahkan kedua sahabat Langga spontan mengalihkan pandangan mereka kala melihat tubuh Ruri yang basah kuyup, bahkan sampai terlihat tengtop berwarna army miliknya, akibat baju yang basah.

"Ada apa?" bingung Langga lalu memegang tangan Sahna.

Sahna kembali menutupi mata Langga saat tangan Langga menurunkan tangannya, "Jangan di lihat! Dosa!" tegas Sahna.

Langga tersenyum lalu menunduk seraya menurunkan tangan Sahna, "Iya ... nggak aku lihat kok."

Langga mengusap puncak kepala Sahna, "Mending balik ke kelas, bentar lagi bel. Ketua osis juga ada ngebubarin juga tuh!" tunjuk Langga dengan tatapannya kearah ketua osis yang tengah membubarkan para siswa dan siswi yang berada di sekitar lapangan.

"Udah ah! Ayuk ke kelas!" jengah Diba lalu menarik lengan Sahna.

"Daaa! Imamnya Sahna!" teriak Sahna membalikkan kepalanya seraya melambaikan tangan ke arah Langga, sedangkan Diba terus menarik lengannya.

Langga menggelengkan kepala seraya terkekeh geli mekihat tingkah absurd Sahna.

"Ada-ada aja istri lo, pren!" celetuk Rian menyenggol lengan Langga. Langga hanya mengangguk dengan tersenyum, membenarkan ucapan Rian.

"Padahal dari kelas satu, gue udah pecengin Sahna, malah yang dapet si Omes!" kesal Gio mencebikkan bibir.

Spontan Langga menatap tajam Gio, "Kayaknya, ane harus kuncir tu mulut ente, bahkan ane kuncir kelabang sekalian!" sinis Langga dan berlalu meninggalkan kedua sahabatnya.

Spontan Gio membekap mulutnya dengan kedua tangannya sesudah mendengar penuturan Langga. Sedangkan Rian? Isa sudah berlalu mengejar Langga.

o0o

Secret Imam (Lengkap/TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang