30

24.7K 1.9K 19
                                    

Terimakasih sudah mampir di cerita 'Secreet Imam'
Tolong tandai typo
*
*

"Baiklah, sekian dari saya. Wassalammualaikum warohmatullahi warlbarokatuh," salam Langga mengakhiri pembelajaran kitab hari ini pada santri putra.

Drrt! Drrt! Drrt!

Ponsel Langga bergetar. Ternyata sang Ummah lah yang menelponnya.

"Assalammualaikum, Ummah?"

"Waalaikumsalam, Lang! Sahna belum pulang dari pagi! Ummah beneran khawatir, tadi Sahna izinnya keluar sebentar mau beli mie ayam. Tapi, sampe siang ini belum juga kembali!"  panik Ummah Nara di seberang sana.

Langga melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah tiga siang menjelang sore.

"Sekarang Langga pulang!" dengan langkah terburu-buru Langga berjalan ke arah ndalem. Lalu dengan segera ia memasuki ndalem, tak lupa ia juga mengucapkan salam.

Langga menggampiri Ummah Nara yang sibuk menenangkan Rey yang menangis kencang.

"Rey kenapa Ummah?" tanya Langga.

Ummah Nara menoleh ke arah Langga yang terlihat acak-acakan, keringat bercucuran, peci yang miring, baju yang lecek dan ... apa itu! Sarung yang ia jinjing tinggi hingga selutut sampai menampakkan celana hitam yang ia pakai.

"Rey nangis karena waktu bangun tidur nggak nemuin Sahna. Ummah jadi nggak tega udah dari tadi nangisnya nggak berhenti."

Langga mengangguk lalu menggendong Rey, "Ummah? Tolong telpon Umi Lea."

"Abah juga udah suru para kang santri untuk nyari Sahna, " celetuk Abah Inayat seraya menyimpan ponselnya di kantung baju kokonya.

"Terimakasih Abah," ucap Langga lalu menatap Rey yang masih menangis kejer.

"Udah ya Nak ... Nanti dadanya sakit loh nangis aja. Bunda cuma keluar sebentar kok, nanti juga pulang." ucap Langga seraya mengusap air mata Rey.

"Ley mau Bunda! Huaaa!" tangis Rey semakin pecah, spontan telinga Langga dan Abah Inayat yang di dekat Rey menjadi berdengung. Bahkan, ponsel Ummah Nara yang baru selesai menelpon Umi Lea sampai terjatuh karena terkejut.

"Ya Allah ... Kamu dimana, Na ... ?" lirih Langga seraya memeluk Rey.

***

PRANG!

Tak sengaja, gelas yang berada di samping Umi Lea terjatuh karena tersenggol lengannya.

"Kenapa perasaan ku jadi nggak enak ya mengenai Sahna? Astagfirullah ... Semoga Sahna baik-baik saja Ya Allah ... " lirihnya.

"Kenapa Humaira!?" panik Abi Abram yang baru tiba di ambang pintu dapur dengan napas terengah-engah. Tadi saat ia memasuki ndalem di kejutkan dengan suara pecahan gelas, sontak saja ia berlari ke arah dapur karena takut terjadi sesuatu.

Umi Lea menoleh kearah sang suami, "Nggak papa kok, tadi nggak sengaja gelas yang di samping aku kesenggol, jadi jatuh dan pecah."

Drrt! Drrrt! Drrrt!

Ponsel Umi Lea bergetar dengan segera ia mengangkat telpon tersebut yang ternyata Ummah Nara lah yang menelponnya.

"...."

"Waalaikumsalam  ... "

"..."

"Innalillahi!"

"..."

"Terimakasih Nara sudah mengabari, aku akan meminta bantuan dengan yang lain. Nanti jika ada kabar tentang Sahna cepat kabarin aku ya."

"..."

"Waalaikumsalam ..."

Abi Abram mengerutkan kening kala melihat mata sang istri yang mengeluarkan cairan bening.

"Loh? Kok malah nangis? Nara bilang apa to?" heran Abi Abram.

"Sahna Mas! Sahna hilang!" histeris Umi Lea seraya menggenggam kuat ponsel di tangannya.

Abi Abram membulatkan mata terkejut, "Pasti ini ulah Deri! Kamu disini, Mas akan lapor polisi." tegas Abi Abram.

"Jangan! Jika itu terjadi maka Deri tidak akan segan-segan membunuh Putri kita. Deri itu licik!"

Abi Abram mengangguk setuju. "Aku akan meminta bantuan Bang Rega untuk melacak Sahna ataupun Deri, dan minta Papa harus tau kabar ini." ucap Umi Lea lalu menelpon orang yang bernama Rega tersebut.

***

"Gue harus gimana? Gue bener-bener nggak tau Papa bawa Sahna kemana," lirih Sena yang sedari tadi mondar-mandir do depan pintu kamarnya.

Ia benar-benar bingung harus meminta bantuan pada siapa. Ia benar-benar kesal pada dirinya sendiri. Lantaran, dirinya gagal menjaga Sahna, dan ... ia lupa memperingati Sahna untuk hati-hati.

Sena menghentikan langkahnya lalu mengerutkan kening dalam-dalam seolah sedang mencoba mengingat lebih keras lagi.

"Aha!" ia menjetikkan jarinya kala mengingat suatu hal.

"""

Opa Denan menetralkan deru napasnya. Ia benar-benar marah saat ini, kala mendengar kabar hilangnya Sahna dari kediaman Abah Inayat.

"Maap, Tuan. Saya ingin melapor, bahwa kasus meninggalnya Adik dari Deri beberapa tahun silam pernah di tangani oleh polisi yang sekarang ternyata sudah pensiun, dan saat ini Riko sedang menggali informasi dari polisi tersebut. Karena ia berpikir, bisa jadi polisi itu menemukan suatu bukti di tempat kejadian beberapa silam tersebut." jelas asisten pribadi Opa Denan yang bernama Rajo.

Opa Denan mengamggukkan kepala paham. Saat ini ia benar-benar khawatir dengan keadaan Sahna, ia tahu nenar sikap Deri yang tak kam segan-segan melenyapkan mangsanya.

"Astaga!" kaget Rajo saat tiba-tiba pintu ruang kerja Opa Denan di buka kasar oleh Sena.

Spontan Opa Denan menatap serius Sena yang juga menatapnya serius.

"Sena tau dimana keberadaan Sahna!" ucap Sena yakin.

o0o

Secret Imam (Lengkap/TERBIT) Where stories live. Discover now