21

33.2K 2.3K 4
                                    

Terimakasih sudah mampir di cerita 'Secreet Imam'
Tolong tandai typo
*
*

Pagi ini Sahna tengah menyajikan nasi goreng di atas meja makan, sedangkan Mbok Uwi sedang menyapu halaman belakang.

"Udah selesai?" celetuk Langga seraya menaruh tasnya dan juga tas Sahna di bangku.

Sahna mengangguk, "Udah kok, bentar!" lalu melepaskan celemeknya.

"Udah siap? Bukunya nggak ada yang tinggal kan?" tanya Sahna menatap Langga intimidasi lalu menyajikan nasi goreng di piring Langga.

Langga tersenyum seraya mengangguk, "Udah kok. Tadi udah di cek, semua buku pelajaran hari ini udah di bawa."

Sahna mengangguk, lalu kedua sarapan pagi ini dengan tenang. Sedangkan Mbok Uwi dan Mang Juju selaku supir sudah sarapan pagi terlebih dahulu.

Tak lama, keduanya selesai sarapan. "Yakin nggak mau kuliah?" tanya Langga kesekian kalinya setelah tadi malam yang mendesak Sahna dengan pertanyaan yang serupa.

Sahna membuang napas perlahan, "Nggak, mau jadi istri yang baik aja di rumah, beberes rumah dan jagain anak di rumah!"

Langga membuang napas perlahan, "Cita-cita kamu? Jangan karena kita udah nikah kamu jadi ngubur cita-cita kamu, Na."

Sahna tersenyum lalu menggenggam lembut tangan Langga, "Cita-cita aku udah pada tercapai! Jadi, nggak usah khawatir, karena kamu juga salah satu cita-cita ku selama ini."

Langga mengerutkan kening, "Emang cita-cita kamu apa? Sampe bilang udah pada tercapai," bingung Langga.

"Cita-cita aku tu dari esde pengen jadi penulis terus di filmkan, dan ... udah kesampean, tepat enam bulan yang lalu novel aku yang berjudul 'My Zaujati Berandalan' berlatarkan pondok pesantren udah di serieskan. Dan syutingnya juga di pesantren Abi!" jeda Sahna lalu menatap serius Langga.

"Kamu mau tau nggak? Cerita ku yang satu itu penggalan kisah cinta Umi sama Abi, pas denger Oma sama Opa ceritain masa muda Umi sampe nikah sama Abi, aku jadi tertarik untuk menulisnya gitu. Karena Umi dulu berandalan banget, temennya cowok semua, masuk geng motor, sering tawuran, bolos, sering ngisengin dosen yang termasuk Abi sendiri dosen Umi pas jaman kuliah dulu! Pokoknya gitu deh, sampe Opa sama Oma ragu kalau Umi itu cewek!" cerocos Sahna lalu tertawa renyah mengingat bagaimana ekspresi sang Oma dan Opa yang menceritakan sang Umi dahulu.

"Udah, nggak boleh kek gitu ih! Terus, kamu bilang aku salah satu cita-cita kamu itu gimana sih?" bingung Langga.

Sahna tersenyum lalu mengecup singkat punggung tangan Langga, "Setiap seperti malam aku berdoa sama Allah, semoga di hadirkan imam yang baik, sabar, bertanggung jawab, lemah lembut, pokoknya yang mampu bimbing aku ke jannahnya Allah lah. Dan Allah menghadirkan sosok yang lebih baik dari pada yang ku harapkan. Yaitu kamu, anugerah yang tak henti-hentinya aku syukuri setiap hari, jam menit dan detik." menatap lembut Langga.

Langga tersenyum haru lalu memeluk Sahna dan mengecup lama puncak kepala Sahna, "Aku yang lebih bersyukur karena Allah udah menghadirkan tulang rusuk seperti mu. Terimakasih sudah menerima ku, kita bareng-bareng ngejar jannahnya Allah ya?" lembut Langga.

***

Brak!

Ibran membuka kasar pintu kamar sang Umi kala mendengar suara teriakan sang Umi. Bahkan para santriwati yang bertugas piket di ndalem juga mendengar teriakan Umi Lea, karena takut terjadi sesuatu mereka pun menghampiri Umi Lea.

"Umi kenapa?" khawatir Ibran melihat sang Umi yang terduduk lemas menatap kosong ke arah ponsel yang tergeletak di lantai.

"Ini Bu Nyai, minumnya." ucap santriwati yang bernama Ira.

Ibran menerima air itu lalu membantu Umi Lea untuk minum. Ibran mengusap punggung Umi Lea agar lebih tenang. "Bran?" panggil Umi Lea.

Ibran menoleh ke arah santriwati, mengisyaratkan mereka untuk meninggalkannya dengan sang Umi.

"Iya, Mi? Umi butuh sesuatu?" lembut Ibran menggenggam tangan sang Umi.

"Umi dapat pesan, bahwa orang itu akan mencelakai Adek kamu. Umi takut Adek kamu kenapa-napa, Bran!" lesu Umi Lea.

Ibran mengerutkan kening lalu mengambil ponsel Umi Lea yang berada di lantai. Rahangnya mengeras kala membaca pesan itu. Ia benar-benar tak kan membiarkan orang itu melukai Adik semata wayangnya.

"Umi tenang aja, Adek nggak akan kenapa-napa kok. Sekarang, Umi istirahat aja ya? Ibran mau berangkat kerja dulu, ada pasien yang harus di operasi setengah jam lagi."

Umi Lea mengangguk, "Hati-hati si jalan ya? Bawa mobilnya jangan ngebut-ngebut!" peringat Umi Lea di angguki Ibran.

"Yaudah, Ibran berangkat dulu, Mi. Assalamualaikum ..." lalu menyalimi tangan Umi Lea.

o0o

Secret Imam (Lengkap/TERBIT) Where stories live. Discover now