33

20.4K 1.6K 7
                                    

Assalamualaikum guys!

Terimakasih sudah mampir di cerita 'Secreet Imam'
Tolong tandai typo
And ... Happy reading!
*
*

"Om Ziko! Turunin Sena, Om ... " rengek Sena kesekian kali.

Tadi Ziko beserta tiga rekannya membawa Nona muda mereka untuk pulang sesuai perintah Deri, dan saat ini ke empatnya tengah berada di dalam mobil menuju kediaman Deri.

"Om!?" panggil Sena seraya menonjok-nonjok lengan Ziko dengan jari telunjuknya.

Ziko yang menatap fokus ke depan menghela napas sabar lalu menoleh kearah Sena, "Tidak bisa, Nona. Saya hanya menjalankan perintah Tuan Deri. Jadi, mohon kerja samanya."

"Om Ziko, mah .... Gak asik! Padahal gue pengen pipis," dengus Sena di akhir kalimat lalu mengalihkan pandangannya ke jalan.

Ziko terdiam. Ia hanya takut jika anak dari Tuanya itu kabur jika diberi izin.

Dari kejauhan Sena mengernyitkan dahinya, kala netra matanya menangkap salah satu sahabatnya yang bernama Ara. Terlihat Ara tengah berdiri di depan gerbang rumah sakit.

'Ngapain Ara malam-malam di pinggir jalan? Depan rumah sakit pula. Aha! Gue punya ide!'  batin Sena lalu menatap Ziko.

"Om? Cius nggak mau izinin Sena ke toilet? Nanti kalo Sena pipis disini gimana, Om?" ucap Sena dengan raut berpura-pura khawatir.

Ziko menghela napas gusar lalu menatap jalanan mencari toilet di sekitar sana. Kemudian netranya menangkap sebuah toilet umum yang tak jauh dari rumah sakit. "Berhenti di depan toilet dekat rumah sakit itu.

Spontan Sena tersenyum lebar kala mobil yang di tumpanginya berhenti sedikit melewati toilet umum itu. Ziko kemudian keluar dan membukakan pintu untuk Sena. "Saya akan menunggu Nona di depan toilet."

Sena membelalakkan, "Ya nggak bisa gitu, Om. Apa kata orang cobak, kalo Om berdiri di depan toilet perempuan. Ntar di kira mesum lagi!" kesal Sena.

"Tap-"

"Nggak ada tapi-tapian, Om Ziko yang guantenge puoool! Janji deh nggak bakal kabur. Om Ziko tenang aja!" semringah Sena dan berlalu meninggalkan Ziko yang kemudian masuk ke dalam mobil dengan membuang napas perlahan.

"Heran, Om Ziko masi muda kenapa mau sih kerja sama Papa. Padahal umurnya nggak jauh dari umur Bang Gibran, Abangnya Sahna- astaga! Gimana keadaan Sahna sekarang ya Tuhan ... " lirih Sena gusar lalu dengan cepat ia memasuki toilet kala ia melihat Ziko yang menyembulkan kepala keluar jendela menatap Sena, guna memastikan gadis itu masuk ke dalam toilet umum itu. 

Setelah keluar dari toilet, Sena mengendap-endap berjalan menuju Ara yang tengah menggenggam ponselnya di dekat telinganya.

"Ara!" panggil Sena pelan lalu menarik lengan Ara dan berjalan cepat ke dalam area Rumah sakit dan bersenyum di samping pos satpam.

Ara masih terlihat shok dengan apa yang barusan terjadi. Lalu ia mendekatkan ponselnya di telinganya, "Nanti Ara telpon lagi, Assalamualaikum." ucapnya tanpa mendengar sahutan dari seseorang yang ia ajak bicara.

"Sena? Lo kamu kenapa?" khawatir Ara menatap Sena yang sedang mengatur napasnya.

"Shuut! Gue lagi lari dari Om Ziko," bisik Sena lalu mengikat rambutnya dengan karet berwarna hitam yang selalu di pakainya di pergelangan tangan.

"Kita harus pergi dari sin-" ucapan Sena terpotong kala mendengar ucapan Ziko yang tak jauh dari tempatnya berada.

"Sial! Kemana Nona muda pergi!" marahnya lalu meraup wajahnya kesal.

"Apakah sudah ketemu?" tanya Ziko pada dua rekannya.

Sena dan Ara saling pandang lalu mereka berjongkok seraya menutup mulut mereka.

"Belum, sepertinya Nona Sena tengah bersembunyi. Apa jangan-jangan ... Ia ada di balik itu?" tatapannya tepat pada pos satpam.

Ziko berjalan pelan ke arah samping pos satpam itu. Selangkah, dua langkah, tiga langkah dan ... tepat saat ia berada di samping pos satpam itu ia menghela napas kasar, karena ternyata tidak ada siapa-siapa.

Untung saja Ara segera menarik Sena dan bersembunyi di semak-semak yang berada di dekat pos satpam itu. Jika tidak, mungkin mereka sudah tertangkap.

Dengan hati-hati Ara mendongak, melihat sekeliling di dekat mereka, memastikan jika Ziko dan dua rekannya tidak ada disana lagi.

Kemudian Ara berjongkok kembali kemudian mengambil pasmina di dalam tas dan kemudian membuka outernya. "Sen, cepet pake outer dan pasmina aku." ucap Ara dengan mengarahkan tangan Sena ke dalam outer itu.

Sena mengangguk kemudian memakai pasmina itu di bantu Ara. Ara mencabut jarum pentul yang berada di dalam tasnya lalu mengaitkannya di pasmina bagian leher Sena.

Ara kembali menelisik area sekitar untuk memastikan kembali, serasa tak ada Ziko dan para rekannya ia bangkit. "Aro cepat, Sen. Kita harus pergi dari sini, taxi pesanan gue udah tiba."

Sena mengangguk kemudian mensejajarkan langkahnya dengan Ara tak lupa menutup sebagian wajahnya dengan pasmina yang dipakainya.

Kemudian keduanya masuk ke dalam taxi tersebut. "Jalan Ponpes Malikussaleh, Pak." ucap Ara membuat Sena spontan menatapnya.

Ara yang mengerti lalu membenarkan duduk menghadap, "Tadi pas aku keluar dari ruangan rawat Nenek, aku nggak sengaja dengar obrolan Bang Gibran saat menelpon. Dia bilang kalo Sahna di culik dan sekarang mereka berkumpul di pesantren Malikussaleh."

Sahna mengangguk, "Tadi gue sama Opa Denan dan yang lain mau nyelamatin Sahna dari Bokap, tapi Papa gue malah nyuru Om Ziko bawa gue balik."

Ara menatap serius Sena, "Lalu, bagaimana keadaan Sahna, Sen? Sebenarnya apa yang terjadi, Sen?" tanya Ara khawatir.

Sena menghela napas panjang lalu menatap Ara serius.

***

Secret Imam (Lengkap/TERBIT) Where stories live. Discover now