29

23.7K 2K 10
                                    

Terimakasih sudah mampir di cerita 'Secreet Imam'
Tolong tandai typo
*
*

Sore ini selepas solat ashar, keluarga kecil Langga sedang berkumpul di ruang tv bersama orang tuanya.

Langga tersenyum tipis ke arah sang istri yang sedang bercengkerama dengan sang Ummah dan Rey yang sedang berceloteh di pangkuan sang Abah. Sedangkan sang Abah diam mendengar celotehan bocah itu, sesekali pria paruh baya itu terkekeh mendengar ucapan polos Rey.

"Kalian nginep disini, Na?" tanya Ummah Nara.

Sahna tersenyum, "Cobak Ummah tanya Mas Langga."

Langga yang sedang membaca buku fiqih spontan menatap kedua perempuan itu kala namanya di sebut.

"Gimana, Ngga?" tanya Ummah Nara membuat Langga bingung. Pasalnya, Sahna tak membawa baju ganti. Sedangkan dirinya memiliki pakaian di rumah itu, dan Rey memiliki baju di mobil yang mereka beli siang tadi.

"Sahna nggak bawa bajunya, Ummah. Karena memang belum rencana kesini hari ini." ucap Langga hati-hati takut jika sang Ummah sedih.

Ummah Nara tersenyum, "Baju Ummah ada kok, Nak. Ada yang belum Ummah pake malah, karena nggak cocok di badan Ummah." ucap Ummah Nara.

Benar memang, jika Ummah Nara memiliki baju yang kependekan untuk tubuhnya. Ia berpikir bahwa baju itu sepertinya pas jika berada di tubuh Sahna, mengingat jika tinggi badan Sahna hanya sebatas telinga Ummah Nara.

Langga tersenyum lalu mengangguk tanda menyetujui ucapan sang Ummah.

"Bunda!" panggil Rey berlari ke arah Sahna.

"Iya sayang?" sahut Sahna lalu mendudukkan Rey di pangkuannya.

"Rey mau pipis ... " cicit Rey.

Sahna tersenyum lalu menggendong tubuh mungil Rey kini mulai semakin berisi menuju kamar mandi.

"Gimana keadaan kafe kamu, Lang?" tanya Abah Inayat.

"Alhamdulillah semakin berkembang, Bah. Tadi Langga sempet keliling asrama putra, sepertinya rencana Abah untuk nambah kamar para santri beneran jadi."

Abah Inayat tersenyum, "Iya, Lang. Setiap tahun para santri semakin bertambah aja."

"Oh iya, Lang!" celetuk Ummah Nara.

"Ummah dan Abah udah tahu tentang hal yang terjadi, semoga Sahna dan kalian semua di lindungi Allah selalu ya? Ummah jadi khawatir sama Sahna." khawatir Ummah Nara menatap sang putra.

Langga tersenyum lalu menghampiri sang Ummah lalu menggenggam lembut tangan Ummah Nara, "Ummah tenang saja, Langga akan terus berusaha jagain Sahna." lembut Langga.

"Gimana kalo kalian tinggal disini aja atau di rumah orang tua Sahna aja sampai keadaan aman." usul Ummah Nara.

"Ummah tenang aja ya? Insya Allah semua akan baik-baik saja." ucap Langga seraya mengusap tangan sang Ummah.

"Abah berharap, kamu jangan terlalu sering di luar. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi saat kamu tidak ada di rumah." celetuk Abah Inayat di angguki Ummah Nara.

"Iya, Lang. Benar yang di katakan Abah kamu." timpal Ummah Nara.

"Nanti kita bahas lagi," celetuk Abah Inayat saat mendengar celotehan Rey yang berada di gendongan Sahna.

"Oh ya? Berarti Rey harus banyak makan kacang panjang dong biar cepet tinggi." antusias Sahna lalu duduk di samping Langga.

Ketiganya mengerutkan kening bingung kala mendengar ucapan Sahna. "Kacang panjang?" heran Ummah Nara.

Sahna terkekeh, "Ini lo Ummah ... Rey cerita sama Sahna. Katanya, tetangganya dulu tiap hari makan kacang panjang, pas Rey tanya kenapa, orang itu bilang biar cepet tinggi." sontak mereka semua terkekeh mendengar ucapan random bocah itu.

"Berarti kalo makan kacang buncis bakal gemuk dong, gak bikin tinggi?" celetuk Abah Inayat membuat mereka semua diam mencerna ucapan Abah Inayat.

"Lah iya ya? Kacang panjang bikin tinggi kacang buncis bikin gemuk. Berarti nanti Sahna mau stok kacang buncis aja di kulkas biar nggak kurus kaya sekarang." ucap Sahna serius membuat tiga orang dewasa itu tercengang.

"Maa syaa Allah ... " takjub Ummah Nara menggelengkan kepalanya menatap Sahna.

Sedangkan Rey? Bocah itu menatap heran sang Nenek.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 21:15 tetapi Rey masih belum juga tidur. Padahal, sedari setengah sembilan malam tadi Sahna sudah mengeloni Rey.

Sedangkan Langga? Lelaki itu baru saja kembali dari masjid, dan saat ini tengah duduk menyandarkan punggungnya di kepala ranjang seraya menatap ponselnya.

"Rey bobok ya?" bujuk Sahna kesekian kalinya.

Rey menggeleng, "Ley belum ngantuk Bunda."

Langga menaruh ponselnya di atas nakas, lalu membaringkan tubuhnya di samping Rey.

"Yuk bobok, Ayah udah ngantuk nih." celetuk Langga lalu memeluk Sahna, alhasil, Rey yang berada di tengah mereka menjadi terjepit.

"Mas!" tegur Sahna menatap tajam sang suami yang memejamkan matanya.

"Ley te depit Ayah ... " rengek Rey.

Spontan Langga melonggarkan pelukannya, "Hehehe maafin Ayah, Nak. Sengaja soalnya hehe ..."

Sahna mendengus lalu menabok lengan Langga pelan lalu memeluk Rey, "Kasian anak ganteng Bunda. Ayahnya nakal ya, Nak? Rey tenang sayang, Ayah udah Bunda hukum."

Langga meringis seraya mengusap lengannya, padahal sebenarnya pukulan Sahna tidak kuat, ia hanya mendrama saja.

"Bunda ndak boleh gitu, nanti doca lo ... " sahut Rey. Langga yang mendengar itu tersenyum menang ke arah sang istri karena bangga bahwa sang putra membelanya. Sahna yang melihat senyum puas Langga hanya menatap datar sang suami.

"Ayo Bunda minta mangap cama Ayah." lanjut bocah itu.

"Maaf, bukan mangap." koreksi Sahna.

"Iya itu makcut Ley Bunda ... Ayo minta maap." titah Rey.

Sahna mengangguk membuat Rey tersenyum lebar, "Ayah? Maafin Bunda ya ... ? Tadi udah nabok lengan Ayah, pasti nggak sakit. Niatnya sih mau sekalian Bunda tendang." ucapnya enteng.

Langga yang awalnya tersenyum lembut lalu perlahan mendatarkan wajahnya lala mendengar kalimat akhir Sahna yang menjengkelkan.

"Ayah?" panggil Rey.

"Udah ya sayang, sekarang anak ganteng Bunda bobok, udah malem!" sela Sahna seraya mengusap lembut kening Rey dengan jari telunjuknya agar rasa kantuk bocah itu tiba.

o0o

Secret Imam (Lengkap/TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang