BAB. 2 -- Ares

24 2 3
                                    


Planet yang jaraknya sekitar 22ribu tahun cahaya dari bumi ini adalah Planet yang akan Aku, Ayah, Ibu dan beberapa ratus manusia lagi yang 'katanya' sudah memiliki tiket masuk akan tinggal di dalamnya.

Sekilas Planet ini agak sedikit mirip dengan Bumi, tapi lebih sedikit lebih besar dari Bumi. Tidak tandus dan  tidak gersang. Sumber mata air pun terlihat memadai. Kandungan oksigen pun dirasa bagus untuk dihirup. Yang lebih dominan terlihat disini adalah banyaknya tebing-tebing terjal, seperti pengunungan yang mati. Akan tetapi, dibawahnya terdapat banyak sumber mata air yang sangat jernih. Yang paling menonjol diantara semuanya adalah Bulan. Ya, Bulan di Planet ini besarnya mungkin sekitar 50x lipat..hmm ooh tidak, sepertinya sekitar 100x lipat  dari yang biasa kita lihat di Bumi. Seakan-akan Bulan itu dapat kita sentuh, jaraknya sangat dekat sekali, terlihat begitu besar dan indah. Disekeliling Planet ini pun tampak dilingkari oleh 'cincin' seperti Planet Saturnus. Uniknya, cincin tesebut bukan dari sekumpulan batu, debu atau es seperti Saturnus. Tapi, itu telihat sangat indah. Sebagian sekelilingnya seperti hamparan karpet rumput hijau dan sebagian lagi yang mengelilinginya tampak seperti hampaan salju. Tapi, yang paling lebih ekstrem disini selain Bulan tadi yang sampai membuat mulutku mengangga adalah Planet ini terdapat 2 musim dalam waktu yang bersamaan. Musim tersebut seperti memiliki sekat tipis tak kasat mata yang memisahkan keduanya. Satu musim hangat dan satu sisi lagi musim dingin. Hanya dingin saja tidak bersalju. Jujur aku memang sedikit antusias tapi disatu sisi aku takut. "Apakah disana nanti ada Alien." gumamku.

"Tidak ada Alien disana, Mari." ayahku menjawab gumamanku.
"Tapi disana memang ada penghuni lain nanti selain kita. Mereka sudah hidup sekitar 150 tahun. Dan mereka bukan manusia utuh seperti kita, Mari." jelasnya.
"Apa maksud, Ayah, dengan kata 'Mereka bukan manusia seperti kita'. Sudah jelas mereka Alien kan? Apalagi yang tidak seperti wujud manusia di Luar Angkasa kalo bukan Alien. Ataukah mereka sejenis monster seperti di film Transformer?" tanyaku mengada-ada.
"Hahahaha, bukan seperti itu, Nak. Bukan Alien dan bukan juga monster. Wujud mereka manusia seperti kita, tapi didalam tubuh mereka tertanam badan robot. Dan jumlah mereka ada banyak." aku mendengarkan penjelasan Ayah dengan serius dan sedikit bergidik juga.

"Mereka diciptakan oleh Ilmuwan hebat pada zamannya. Prof. Xander adalah orang yang pertama kali menemukan Planet tersebut. Dia melakukan penelitian antariksa bertahun-tahun lamanya sampai akhirnya beliau yakin bahwa Planet tersebut dapat ditempati oleh manusia sebagai Planet pengganti Bumi. Setelah Prof. Xander meninggal dunia, penelitian tersebut digantikan oleh anak buahnya, 2 Ilmuwan yang tak kalah hebat dari Prof. Xander. Prof. Mage dan salah satunya adalah teman Ayah dan kau mengenalinya, Prof. Gian." Ayah menjelaskan asal mula Planet Ares.
"Ah, ya, aku kenal Om Gian. Yang jenggotnya sepanjang dada dan kepalanya botak kan? Dia sangat lucu." kataku sambil tetawa. Ayah tersenyum, berdiri dan melangkah ke arah pantry untuk mengambil secangkir kopi yang sudah diseduhkan oleh Ibu. Lalu kembali duduk bersamaku sambil dalam diam ikut memandangi gambaran Planet Ares yang sedang aku pegang. Lalu dia menunjuk sesuatu disana dan memberikan kaca pembesar untukku agar dapat melihat gambar yang ditunjuknya dengan lebih jelas. 'Apa itu manusia?' kataku dalam hati.

"Dia adalah pemimpin kota Briox. Sangat gagah dan tampan." Ayah menjawab pertanyaan yang ku tanya dalam hati.
"Kota Briox? Dimana itu?" tanyaku.
"Di ARes. Kau sudah membaca tentang Planet itu kan?." aku mengganguk.
"Dijelaskan disana bahwa ada dua musim dalam satu waktu. Briox adalah kota musim dingin disana. Sedangkan kota satu lagi bernama Zena, kota dengan musim hangat yang akan para manusia tempati nanti." kata Ayah.
"Kalau pria itu pemimpin, apakah dia mempunyai pasukan?" tanyaku penasaran.
"Tentu  saja. Sama seperti kita disini, ada Polisi dan TNI. Mereka pun punya semacam pasukan seperti itu."
"Apa Ayah pernah bertemu dengannya?" tanyaku lagi sambil menunjuk sebuah titik di peta ARes.
"Tentu saja!" jawab Ayah penuh yakin.
"Ayah pernah mengunjungi Ares beberapa waktu lalu. Ayah kesana dengan Prof.Gian, berkunjung ketempat pemimpin itu dan mensurvei Planet itu apakah layak bagi kita tempati nanti. Disana sangat luar biasa!." Ayah mendongkakkan kepalanya keatas, raut wajahnya menampakkan kekaguman.

Aku terkesiap kaget. Tiba-tiba petir menyambar Bumi dengan sangat kencang, disertai angin dan hujan yang turun dengan begitu derasnya. Tak lama terdengar bunyi berkeletak diatas genting rumah kami, sepertinya hujan es juga jatuh dari langit yang terlihat begitu gelap, begitu menyeramkan. Padahal jam masih menunjukkan pukul 3 sore. Bumi memang sudah sangat begitu aneh.

Aku ingin sekali menghubungi Nenekku dan Eli sahabatku. Tapi sudah dua hari ini akses komunikasi mengalami gangguan hebat. Pemerintahpun sudah melarang rakyatnya untuk keluar rumah dengan alasan apapun. Beruntungnya jaringan televisi masih bisa kita nikmati. Update perkembangan bumi makin meresahkan. Krisis pangan, krisis air dan penyakit aneh yang tiba-tiba muncul menyerang manusia. Menyebabkan kematian yang tidak sedikit jumlahnya. Kebakaran hutanpun sudah tak terhitung berapa kali. Perubahan cuaca  ekstrem yang menyebabkan semuanya terjadi. Sejak wabah virus aneh muncul di Bumi, secara langsung berpengaruh dengan kondisi alam di Bumi, seolah-olah alam pun terkena wabah mengerikan ini.  Beruntung kami masih dikasih kesempatan untuk hidup.

Melihat beritapun sungguh sangat mengiris hati. Penjarahan dimana-mana, orang-orang saling berkelahi demi memperebutkan hasil jarahan bahan pangan. Demo protes online yang ditunjukkan rakyat untuk pemerintahpun sudah memenuhi jejaring sosial. Benar-benar sudah tidak kondusif lagi.  Untuk yang sedikit berkelebihan seperti kami benar-benar beruntung. Bahan pangan untuk kami masih rutin di suplay, asal kami bisa membayar sedikit lebih mahal dari harga biasanya. Air bersih pun masih bisa kami nikmati. Begitu sedih melihat mereka, tapi untuk membantu pun kami sendiri merasa takut.

Diiiiiiit.....diiiiiiiiiiiiit..........diiiiiiiiiiiiit.....

Bunyi berisik dari radio pemanggil milik Ayah berteriak nyaring dari ruang bawah tanah. Ayah bergegas lari. Tak berselang lama, Ayah kembali dengan raut muka cemas dan ketakutan. Bisa kulihat dengan jelas badannya sedikit bergemetar. Entah apa yang terjadi aku sungguh tak tahu. Aku dan ibu hanya bisa saling pandang dalam diam, sambil sesekali menatap Ayah tanpa bisa bertanya 'Ada apa? Apa yang terjadi?'. Ya, aku dan Ibu hanya diam, menunggu....menunggu Ayah mengeluarkan kalimat yang beberapa hari ini membuat aku ketakutan.

"Kita harus segera bersiap malam ini juga! Besok pagi sebelum subuh kita harus segera meninggalkan Bumi." Aku terdiam, ibu terisak dalam diam.

Petir kembali berbunyi dengan sangat kencang. Saling bersautan, seolah-olah mereka disana sedang berkelahi mengeluarkan senjata pamungkasnya. Angin kencang menerpa jendela kami, hingga terdengar seperti orang yang ingin mendobrak masuk rumah kami.

"Ayah, dengan apa kita kesana." tanyaku memecah keheningan yang tercipta.
"Mungkin kau dan juga ibumu sudah melihat pintu di sudut lorong yang Ayah tulis 'Dilarang Masuk'." Aku dan Ibu mengganguk.
"Didalamnya terdapat sebuah kapsul waktu. Sejenis kendaraan  yang akan membawa kita langsung menuju Ares. KIta tidak terbang dengan itu, tapi kita akan berteleportasi disana. Alat itu akan membawa kita menembus lubang cacing antariksa dan langsung membawa kita ke Planet baru." ayah menjelaskan panjang lebar.
"Bagaimana caranya kita bisa berteleportasi?" tanyaku.
"Ayah yang akan mengatur semuanya nanti. Namun, sebelum itu, ada yang harus kau dan Ibu mu tahu. Saat kita berteleportasi nanti, tubuh kita akan merasakan sakit yang luar biasa. Maka dari itu, sebelum kita berangkat, Ayah akan memberikan kalian sejenis 'pil' yang akan kalian minum untuk bisa mengurangi rasa sakit yang diciptakan energi besar dari lubang cacing itu." belum juga kita menaiki kapsul waktu itu, aku sudah merasakan kengerian.
"Satu lagi yang akan Ayah sampaikan. Kalian akan berhibernasi selama beberapa hari tak lama setelah kalian meminum 'pil' yang sudah Ayah siapkan." aku mengangga.
"Mengapa kita harus berhibernasi?" tanyaku.
"Kalian harus benar-benar menyiapkan tubuh kalian untuk bisa beradaptasi dengan Planet baru nanti, Marion."
"Kondisi alam disana berbeda dengan disini. Tapi Ayah dan tim sudah mempersiapkan dengan semaksimal mungkin tempat disana agar saat kalian semua bangun, kalian akan merasa nyaman." kata Ayah lagi.
"Sudahlah, kita harus istirahat sekarang. Besok bersiaplah. Siapkan mental kalian untuk menaiki, Haler, kapsul waktu ciptaan Ayah. Dan siapkan diri kalian untuk memiliki kehidupan baru di Ares!"

Aku hanya terdiam.

New Life in The AresWhere stories live. Discover now