Bab. 5 -- Penjelajahan Ares

9 1 1
                                    

Hari pertama di Ares yang langsung membuatku tercengang bukannya membuat aku menjadi takut tapi semakin membuatku penasaran dengan semua yang ada di dalamnya.
Kemunculan berbagai hewan aneh pun tak menyurutkan keinginanku untuk semakin menjelajahinya.

Rumah baruku di Ares ini pun cukup unik. Rumah berbentuk Dome ini terbuat dari kaca. Di desain sedemikian rupa dengan suhu  yang hampir serupa dengan Bumi. Kamarku memang berbeda. Hanya terdiri dari satu ruangan yang berisi kapsul Heler saja tempat aku untuk dapat beristirahat disana.

Kamar Ayah dan Ibu pun di desain sama dengan ruanganku. Di Dome kami ini pun terdapat dapur dan sebuah ruangan seperti ruang tamu kecil. Di halaman rumah kami terdapat taman kecil yang ditumbuhi berbagai tanaman aneh namun indah.  Udara di Planet ini pun terasa hangat sekaligus sejuk. Sepintas tak ada yang aneh. Hanya saja  langit memang begitu sangat biru seakan awan tak ingin mengotori ke anggunan warnannya. Persis sama seperti langit yang kulihat dalam mimpi sebelum aku tersadar dari hibernasi.

"Ayah, bolehkah aku berkeliling hari ini?" Tanyaku.
"Boleh Mari. Tapi ingat daerah larangan yang sudah Ayah katakan padamu, ok." Kata Ayah memperingatiku.
"SIAP!" Jawabku.
"Kau boleh berkeliling setelah makan siang, Mari." Timpal Ibu sambil mengajakku ke ruangan berbentuk seperti dapur. Hmm, tidak dapat dikatakan dapur sebenernya. Karna peralatan masak seperti normalnya manusia di Bumi tak ada disini. Hanya sebuah benda kecil berbentuk seperti tungku kecil yang di atasnya terdapat piringan dari tanah liat yg didalam nya sudah terdapat rebusan sayuran yang terlihat sangat lezat.

"Apakah disini bisa menanam sayuran, Bu?" Tanyaku.
"Bisa, Ayahmu dan rekan-rekannya sudah melakukan penelitian ilmiah,  yang dapat membuat tanah disini bisa sama dengan tanah yang terdapat di bumi. Namun memang, tidak semua tanaman pun dapat ditanam disini. Setidaknya bersyukur ada yang bisa kita konsumsi dan manfaatkan di Planet ini." Jawab Ibu.
"Ayo, lekas kita makan. Lalu setelah itu, kau bisa bermain di luar dan menjelajahi Planet ini." Lanjut Ibu.

"Oia, bagaimana dengan semua orang yang ikut dengan kita, Ayah?" Tanyaku tiba-tiba penasaran dengan keadaan mereka.
"Dan berada di mana mereka sekarang?" Lanjutku.

"Lingkungan tempat kita tinggal ini berbentuk seperti Town House, Mari. Hanya terdapat beberapa rumah dalam satu komplek. Kita dan beberapa keluarga dari Prof.Gian ada di inti utama. Terdapat pula beberapa Town House di sebelah barat, timur, utara dan selatan. Kita semua yang ikut dan selamat sampai di sini dibagi-dibagi perkeluarga agar tidak terlalu bertumpuk." Ayah menjelaskan.

"Apakah ada anak-anak yang sebaya denganku?" Tanyaku.
"Tentu saja!. Stefanus anak dari Prof.Gian sebaya denganmu. Dia setingkat denganmu." Kata Ayah.
"Bagus! Setidaknya aku tak akan kesepian disini tanpa teman bermain."
"Bolehkah nanti aku ajak dia untuk mengelilingi Ares?" Tanyaku.
"Tentu saja boleh." Ayah mengacungkan jempolnya. "Rumah Stefan berbentuk dome berwarna biru". Lanjutnya.

Jam 10 waktu Ares aku keluar untuk pertama kalinya dari Dome ku. Jam 10 di Ares mungkin sekitar jam 2 siang di Bumi. Karna di Ares waktu hanya berlalu selama 12 jam saja. Setengah hari lebih cepat dari Bumi.
Aku mencari-cari dome berwarna biru. Terletak persis di sebelah menara tinggi. Menara pemancar sinyal utama yang memamg sengaja dibuat untuk memantau serangan-serangan dadakan dari luar Planet ini. Dan juga sebagai tempat utama untuk dapat berkomunikasi dengan kota Briox.

Aku melangkah menuju Dome Stefanus. Mengetuk perlahan dan tak lama keluarlah seorang pria sebayaku. Pria dengan rambut keriting berwarna kecoklatan, bermata sipit dengan kulit putih ciri khas keturunan cina. Dia memicingkan mata dan memiringkan kepalanya. Tanda keheranan dan mungkin juga bertanya-tanya siapa wanita didepannya ini. 

"Hai, aku Marion. Anak Prof.Danu. Kau mungkin mengenalinya." Aku memulai percakapan.
"Oh, ya, tentu saja, aku kenal om Danu. Dan aku juga sudah mendengar dari Ayahku tentang kau anaknya yang belum terbangun juga saat telah selesai berhinernasi. Aku senang kau akhirnya terbangun. Salam kenal, aku Stefanus." Jawabnya

Aku tersenyum menyambut uluran tangannya. Dia sangat ramah. Wajahnya sekilah mirip dengan om Gian, hanya saja mungkin terlalu mirip dengan ibu nya.

"Stefan, apakah kau sibuk? Aku ingin sekali berjalan-jalan disini." Aku bertanya padanya, siapa tau dia dapat menemaniku.

"Tentu saja aku bisa. Tapi, bagaimana kalo besok saja, pagi-pagi kita berkeliling Planet ini, ok." Tawarnya.

"Mengapa tidak sekarang?" Tanyaku penasaran.

"Kau pasti sudah tau kan, waktu disini hanya berlangsung selama 12 jam? Dan waktu malam adalah yang terlama. Sebentar lagi akan terlihat langit jingga, lalu malam kembali hadir." Dia menjelaskan.

"Oh ya, benarkah?" Tanyaku.

"Ya, benar. Maka dari itu, bagaimana jika kita berkelana besok pagi saja?" Tawarnya.

"Hanya sebentar saja, pliiis." Pintaku.

"Aku bukannya tak mau, Marion. Hanya saja....". Dia menggantungkan kalimatnya dan terlihat badannya sedikit bergidik.

"Ada apa?" Kataku dan menjadi sedikit ketakutan juga.

"Kata Ayahku, saat malam menjelang akan muncul makhluk nokturnal disini. Dia memang memburu hewan-hewan kecil, namun wujudnya sangat menyeramkan." Katanya lagi.

"Kau serius? Hewan apa itu?" Kataku penasaran.

"Hewan berbentuk kecoak yang sangat besar. Dan dia hobi memangsa hewan kecil, namun juga mereka menghisap darah. Darah apa saja yang terlihat di depan matanya. Mungkin saja kau juga dapat di hisapnya." Katanya menakutiku.

"Sial! Kau mengada-ada." Gerutuku.

"Aku serius, Marion."

"Apa nama hewan itu?" Tanyaku.

"Kata Ayahku, hewan penghisap darah itu bernama, Draco."

Aku bergidik dan bergegas menuju pulang ke Dome ku.

"Baiklah, kau akan ku jemput esok pagi, ok!" Teriakku padanya. Aku berlari kencang sampai kerumahku.

BRAAAAAK!

***

New Life in The AresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang