Bab. 18--

13 1 1
                                    

Aku memandangi langit biru di luar Dome ku. Terlihat begitu bersih, tak ada satu awan pun menghalangi. Meskipun cerah, namun udara sangat sejuk, membuat siapapun yang merasa akan merasa nyaman.

Waktu berlalu, setelah Ayah berkata bahwa tuan Leanor tidak akan menemuiku lagi, semua menjadi seperti biasa. Aku mengurangi aktifitasku di luar dari wilayah ku. Meskipun berkeliling, Rio dan Stefanus selalu menemani.
Meskipun kami berulang kali melewati hampir batas Briox, namun tak ada lagi rasa penasaran yang  menghantui kami.

"Hai, kau sudah dengar kabarnya?" Kata Rio yang tiba - tiba berada di sampingku.
"Kabar apa?" Tanyaku.
"Kota Briox telah di serang." Katanya serius.
"Maksudmu? Kau tahu darimana kabar itu?" Aku bertanya dengan bingung.
"Aku menguping pembicaraan ayahmu dengan ayah Stefan." Katanya sambil nyengir kuda.

Aku mengingat - ingat lagi kejadian beberapa hari lalu. Memang aku lihat Ayahku dan ayah Stefan terlihat serius beberapa hari lalu. Mereka bekerja seharian di menara pengawas. Dan jika Ayah di rumah pun, dia tak akan keluar dari ruang kerjanya seharian. Dan beberapa waktu lalu, beberapa tetua dari penghuni Dome ini menjemput Ayah dengan raut muka serius pada malam hari. Saat itu aku sangat haus, saat ku buka pintu kamar, kulihat banyak orang di dome ku dan tengah sibuk membicarakan sesuatu. Saat aku keluar, mereka semua terdiam lantas segera berpamitan dengan Ayahku.
Diserang? Diserang oleh apa? Apakah ada Planet lain yang menjadi musuh Ares dan ingin menguasai tempat ini?

"Hei, Mari." Tegur Rio beberapa kali, saat dia lihat aku hanya melamun.
"Ah, ya, maaf." Kataku.
"Kau tahu tidak masalah itu?" Tanyanya lagi.
"Tidak, Rio, maaf." Menggeleng.

"Ayahmu ada di rumah?" Tanyanya lagi.
"Tidak. Ah, ya, aku masuk dulu, Rio." Kataku saat tiba - tiba mengingat sesuatu. Aku tinggalkan Rio yang bengong menatapku.

Aku memasuki Dome ku dan langsung menuju ruang kerja ayahku.
Tempat ini sunyi dan dingin. Alat - alat yang berada di sini tak ada yang dapat aku mengerti. Aku menuju tempat monitor berada. Disini lah aku pernah melihat Ayahku berkomunikasi dengan kota Briox. Bahkan aku sendiri sempat berbicara dengan  Duxi.
Namun aku bingun, apa yang harus aku lakukan untuk dapat menghubungi mereka.

Aku perhatikan tombol - tombol asing pada alat- alat di depanku. Sungguh tak ada yang aku mengerti. Sampai aku menemukan tombol bertulisan 'call' sangat kecil dan berwarna hijau tersembunyi di balik sebuah kotak berwarna hitam.
Aku menekan tombol itu dengan hati - hati. Terlihat layar monitor di depanku menyala. Membentuk garis - garis tak beraturan dan menimbulkan bunyi yang bising. Seperti bunyi sebuah radio yang sedang mencari frekuensi siaran yang pas.
Samar - samar dan akhirnya terlihat jelas, layar monitor yang tak terlalu besar di depanku menampakkan wajah yang tak asing .

"Duxi." Kataku menyapanya. Dia hampir terkaget karna melihat apa yang ada di depannya adalah aku.
"Marion, apa yang kau lakukan? Ku kira Ayahmu yang menghubungi kami. Namun aku baru ingat bahwa Ayahmu sedang melakukan misi dengan tuan kami." Katanya. 
"Misi? Misi apa?" Tanyaku penasaran.
"Hmm..hal yang tak bisa aku jelaskan kepadamu." Katanya.
"Ayolah, katakan intinya saja." Pintaku.
"Apa benar kota mu di serang?" Lanjutku.
"Di serang dalam artian perang, bukan. Hanya beberapa data intern kami di lacak oleh sistem tidak di kenal. Tuan kami sedang melacaknya daj Ayahmu dan tim nya membantu kami. Itu saja." Aku memanyunkan bibirku, sedikit tidak puas dengan jawaban yang di berikan Duxi padaku.

"Kapan tuan Leanor akan kembali?" Tanyaku.
"Aku tidak tahu." Dia menggeleng.
"Kita sudahi saja pembicaraan ini, Marion. Untuk satu hal ini, kau tidak usah ikut campur dan ingin tahu, ok." Lanjutnya memperingatiku.
"Ah, ya, tuan kami bilang dia akan menemuimu kembali di mimpimu." Katanya.
"Benarkah?" Dia mengangguk. Aku sedikit menyungingkan senyum.
"Jadi, kita sudahi saja ya. Karna sebaiknya kita tidak berkomunikasi seperti ini. Kau tahu kan?" Katanya. Aku mengangguk.
"Baiklah. Sampai jumpa, Duxi. Trimakasih informasinya." Kataku, tersenyum manis padanya dan langsung mematikan layar monitor ini. Aku bereskan beberapa benda yang sempat aku acak - acak tadi di ruangan ini. Jangan sampai Ayah tahu aku kemari.

Saat aku membuka pintu ruang kerja Ayah dan berniat kembali ke kamarku, aku mematung. Saat ku lihat Ayahku sudah berdiri di depan ruang kerjanya ini. Matanya yg bulat melotot ke arahku dengan tatapan tak sukanya.

"Apa yang kau lakukan di sini!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 22, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

New Life in The AresWhere stories live. Discover now