04. Ketua Teater

278 40 1
                                    

"Meski gue Ketua Teater di SMA Mandiri, yang jagonya pura-pura dan ngedrama ini. Bukan berarti perasaan gue ke Lo itu serius. Ya, sama, cuma pura-pura dan buat drama."

-Arshaka-

Happy Reading 🕊️🐾

•••

Shaka menyuapkan sesendok Empek-empek ke mulutnya. Shaka terdiam cukup lama sembari mengunyah itu dengan nikmat. Shaka manggut-manggut. "Mayan, enak juga nih Empek-empek. Jarang makan Empek-empek versi masakan rumah."

Shaka melanjutkan makannya. Matanya menyusuri sudut-sudut dapur dan sekitarnya. Sepi sekali, batinnya. Begitulah suasana rumah Shaka setiap harinya. Rumah sebesar ini hanya dihuni oleh 5 orang. 2 orang ART, orang tua Shaka dan Shaka sendiri. Orang tua Shaka sibuk bekerja, berangkat pagi pulang malam.

Kadang Shaka bangun tidur, rumah sudah sepi. Jarang sekali Shaka melihat wajah Mama dan Papanya di waktu-waktu seperti ini, atau mungkin tidak pernah. Malam hari, saat Shaka ingin berbagi cerita dengan mereka, semua mengeluh lelah dan langsung pergi ke kamar masing-masing untuk istirahat.

"Den Shaka, mangan opo iku?" ("Den Shaka, makan apa itu?") tanya Bi Romlah dari arah belakang, membuat Shaka terperanjat kaget, hampir saja tersedak. Untung Shaka ini terbiasa mengendalikan ekspresi, secara Shaka Ketua Teater di SMA Mandiri.

"Apa sih, Bi? Hampir jantungan tau, gak?" emosi Shaka, menatap intens Bi Romlah. Shaka mengelus dadanya. Di sekolah ada Rossi di rumah ada Bi Romlah, lengkap sudah.

Bi Romlah hanya tersenyum canggung. Wanita paruh baya yang berumur sekitar 45 tahunan itu sudah bekerja di rumah Shaka selama 15 tahun. Shaka sudah menganggapnya seperti Ibu sendiri, secara orang tua Shaka jarang sekali ada di rumah, yang mengurus semua kebutuhan Shaka adalah Bi Romlah. Mulai dari urusan makan sampai kebutuhan-kebutuhan yang lain.

"Makan apa, Den?" tanya Bi Romlah lagi. Bi Romlah itu sering sensitif dengan makanan yang dimakan Shaka, karena terbiasa memberi Shaka makanan masakannya yang biasanya berupa sayur.

Shaka menelan kunyahannya dahulu. "Empek-empek. Dikasih tetangga tadi. Enak, Bi," balas Shaka sambil terus melahap Empek-empeknya dengan nikmat.

"Lah, emange Ono tonggo anyar yo ndek kene?" ("Lah, emangnya ada tetangga baru ya di sini?") Bi Romlah bertanya heran. Bi Romlah tidak mendapat kabar apa pun jika ada tetangga baru hari ini. Tapi, kemarin ia sempat mendengar gosip tetangga jika penghuni depan rumah pindah dan rumahnya dijual.

Shaka mengangguk. "Iya, tuh depan rumah." Shaka bangkit, beranjak pergi dari dapur karena makanannya sudah habis. Ia mengantuk dan ingin tidur.

"Eh, tunggu Den..." Bi Romlah mencegah Shaka pergi. Shaka menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke arah Bi Romlah. Mata Shaka seolah bertanya ada apa pada Bi Romlah.

Bi Romlah mengeluarkan sebuah kalung dari saku dasternya, memberikannya pada Shaka. "Ini tadi Bi Romlah nemu di depan gerbang. Ada tanda salibnya, punya Aden?" tanya Bi Romlah membuat Shaka langsung melebarkan mata.

"Gila aja Bi. Shaka kan Islam Napa make kalung salib, kan, Krislam jadinya!" Shaka menggeleng tidak percaya, bisa-bisanya Bi Romlah mengira ini punya Shaka.

Bi Romlah tertawa pelan. "Iya, juga, ya. Terus ini punya siapa?"

Shaka menggaruk rambutnya, berpikir sejenak, kalung ini milik siapa. Tidak sengaja, Shaka mengingat pertemuannya dengan Nathalia di depan gerbang tadi. Apa ini milik Nathalia? Tapi tidak mungkin. Nathalia Kristen? Shaka menggelengkan kepalanya, mungkin punya orang lain bukan Nathalia.

ARSHAKA (ON GOING)Where stories live. Discover now