[22]

3.7K 700 23
                                    

Jihoon tidak berhenti dari pekerjaan paruh waktunya. Sengaja, untuk membiasakan diri karena suatu hari nanti ia harus mencukupi Hyunsuk dengan hasil keringatnya sendiri.

Tapi ternyata itu tidak mudah sama sekali, Jihoon tidak memiliki waktu sedikitpun untuk bernafas. Rasanya, seperti ia tercekik habis oleh tuntutan dari sekolah dan pekerjaannya.

Dan itu tidaklah bagus, Jihoon menjadi cepat marah karena rasa lelah. Dia lebih sensitif dari biasanya.

Sulit diajak berkomunikasi apalagi ditemui. Hyunsuk jarang mendapat pesan ataupun panggilan pengingat tentang suatu hal, pun ia tidak bisa merasakan apa-apa dari Jihoon selain rasa lelah.

Ia ingin membantu, karenanya Hyunsuk berusaha sekuat mungkin untuk tidak membuat kesalahan.

Tapi kesalahan selalu mengikutinya kemanapun ia pergi, seolah ada benang merah tak kasat mata yang mengikatnya pada kesialan.

Biasanya, Hyunsuk hanya akan menyesal beberapa detik kemudian berlalu begitu saja. Seolah-olah itu tidak pernah terjadi.

Tapi kali ini, ia tidak bisa. Karena seseorang akan sangat kesusahan jika ia melakukan kesalahan.

Meski demikian, Hyunsuk tetaplah Hyunsuk.

Jihoon tengah mengulaskan beberapa goresan cat air pada kanvas putih yang sudah terdapat gambar sebuah rumah adat yang belum sempurna.

Dengan sangat hati-hati karena sedikit saja ia melawati garis, ia harus mengulang dari awal dan itu bukanlah sesuatu yang bagus.

Semuanya lancar saja, meski Jihoon terlihat seperti dia bisa saja menceburkan dirinya sendiri ke kedalaman Tartarus, tapi itu bukan suatu masalah.

Sampai Hyunsuk keluar dari dapur dengan segelas susu coklat di tangannya. "Sori, Nu, lama. Mau bantuan apa tadi?"

"Mau minta tolong rapihin tugas kelompok aku sama Jihoon, tinggal kasih detail kecil-kecil. Renjun sama aku udah nggak sanggup, keburu kesel."

Hyunsuk mengangguk, berjalan mendekati Jihoon yang tengah mewarnai lukisan itu dengan tangan masih memegang cangkir.

Kemudian, Hyunsuk tidak ingat apa yang ia sandung sampai tiba-tiba dirinya oleng. Tersungkur dan hampir terhantuk ujung meja.

Namun, bukan itu yang ia cemaskan saat ini. Melainkan cangkir tololnya yang lepas dari tangannya dan tumpah tepat di atas lukisan yang tengah Jihoon warnai.

Bisa Hyunsuk rasakan seseorang menahan nafas, entah itu dirinya sendiri atau Jihoon, ia sama sekali tidak ingin tahu.

"Kak..." cicit Sunwoo, menatap Jihoon dan Hyunsuk bergantian.

Wajah tampan Jihoon berubah merah, terlihat seperti menahan amarah. Dan secara tiba-tiba ia bangkit, menatap nyalang pada Hyunsuk.

"Lo tuh..." nafasnya tertahan, "lo tuh bisa gak sih berenti nyusahin gue?! Bisa gak sekali aja bikin hidup gue tenang? Gue capek banget seharian ngelakuin banyak hal, belum lagi lo yang hampir tiap detik bikin gue kelabakan.

Dan sekarang lo tumpahin susu ke tugas yang harus gue kumpulin lusa, LO TUH BISA MIKIR GAK SIH? GUE CAPEK! CAPEK NGADEPIN SEMUA TINGKAH LAKU LO!"

Kalimat itu Jihoon teriakan dengan satu tarikan nafas, membuat urat-urat kasar muncul di sekitar leher dan keningnya.

Nafasnya memburu dengan mata menatap dingin pada Hyunsuk yang terpaku di tempat.

Terlihat begitu terkejut dan ketakutan dengan wajah memerah dan mata yang hampiri mengalirkan sungainya. Jika saja ia berkedip, air mata Hyunsuk akan langsung turun.

My Stupid Soulmate [✓] Where stories live. Discover now