Bab 12

23K 2.1K 79
                                    

Pagi ini Lio benar benar merasa bosan. Ia dilarang untuk keluar dari kamar dengan alasan dirinya masih sakit.

"Huh..." Helaan napas keluar dari bibir mungil milik Lio.

Selama tiga jam ia hanya berdiam diri dengan menatap pintu. Dengan ragu Lio turun dari kasurnya lalu berjalan ke arah pintu.

Lio membuka pintu lalu menoleh ke sekitar untuk memastikan apakah aman. Merasa aman, Lio pun berjalan turun melewati tangga dengan sesekali mengeluh karena lelah, tentu saja karena kamarnya berada di lantai tiga.

Lio yang berada di ujung tangga lantai satu membulatkan matanya melihat tangan Daddy Felix yang terangkat ingin menampar Vano. Dengan cepat Lio berlari mendekati Vano.

Plak!

"Lio!" Daddy Felix dengan cepat menghampiri Lio yang terduduk di lantai memegang pipinya yang memerah.

Teriakan Felix membuat semua orang yang berada di ruang keluarga dengan cepat berlari ke ruang makan. Mereka Membulatkan matanya terkejut lalu dengan cepat mendekati Lio.

"Apakah sakit? Maaf." Daddy Felix mengecup pipi Lio yang memerah.

Opa dengan sigap membawa Lio kedalam gendongannya. Ia sedikit menggoyang gendongannya ke kanan dan kiri. Tatapannya tertuju pada Felix,

"Apa yang terjadi?" Tanyanya dengan dingin, tentu saja ia marah melihat pipi cucunya yang memerah.

"Lio tertamp-" Belum sempat Felix melanjutkan ucapannya, Opa dengan cepat menampar pipinya dengan keras.

Plak!

"Bodoh!" Tatapan Opa menajam, ia menunduk melihat Lio yang terdiam dengan kaku.

"O-opa, ini salah Lio..." Lirih Lio menatap Opa dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa bersalah saat melihat daddy Felix yang ditampar.

Tatapan Opa melembut, ia mengecup kedua pipi Lio.

"Kenapa turun hm? Bukankah opa menyuruhmu tetap di kamar?

"...M-maaf." Lio menundukkan kepalanya dengan memainkan jarinya gugup.

"Jangan mengulanginya lagi, mengerti?" Peringat Opa.

Lio mengangguk dengan cepat. Ia menoleh ke Daddy Felix lalu mengulurkan tangannya dengan takut. Ia takut Daddy Felix marah padanya.

Tentu dengan senang hati Felix menggapai tangan Lio. Namun ia menatap daddynya yang tetap menggendong Lio tanpa berniat melepaskan.

Lio tersenyum, ia kira Daddy Felix marah padanya. Lio menatap ke arah Opa yang masing tetap menggendongnya.

"Lio mau sama daddy..." Cicit Lio.

Opa dengan berat hati membiarkan putranya menggendong cucu kesayangannya.

"Ini waktunya Lio minum obat." Ucap Mama Senna.

Felix mengangguk mendengar itu. Ia berjalan ke arah lift sesekali mengusap punggung Lio.

Pandangan Lio terjatuh pada pipi daddynya yang memerah. Ia mengelusnya lalu mengecup pipi itu.

"...Maaf Daddy." Ucap Lio dengan mata berkaca-kaca.

Felix tersenyum tipis melihat wajah putranya yang menghawatirkan dirinya. Ia memegang tangan Lio yang berada di pipinya lalu menciumnya.

"Sstt...Ini salah Daddy." Felix memegang pipi Lio yang sudah tidak terlalu memerah seperti sebelumnya.

Adegan mereka terpaksa terhenti karena lift yang terbuka. Daddy Felix berjalan keluar lift menuju kamar Lio.

Dengan perlahan Felix mendudukkan Lio di kasur. Ia mengambil obat dan air minum yang ada di meja.

"Minum perlahan, Lio." Titah Daddy Felix sebelum memberikan obat dan air minumnya.

Seusai meminum obatnya, dengan polosnya Lio mengulurkan gelas yang sudah kosong kepada Daddy Felix.

Felix hanya bisa menahan gemas, ia mengambil gelas itu lalu menaruhnya kembali di atas meja.

"Sekarang waktunya tidur, Daddy akan membangunkanmu saat makan siang." Felix membenarkan selimut Lio hingga batas dada, lalu mengecup kening Lio sebelum keluar dari kamar.

Dengan langkah tegas Felix berjalan ke arah lift, tujuannya sekarang adalah ruang kerja daddynya untuk membicarakan suatu hal penting.

Felix membuka pintu dan ia dapat melihat semua anggota laki laki tengah berkumpul di ruang kerja daddynya.

Opa yang mendengar suara pintu pun menoleh.

"Lio tertidur?" Tanyanya.

"Ya." Jawa Felix dengan berjalan ke arah sofa.

Ruangan itu kini hanya terdengar ketukan meja oleh Opa. Ia menatap Felix dengan datar lalu bertanya,

"Jadi, apa yang terjadi?"

"Vano ingin mencelakai Lio." Jawab Felix dengan tangan yang terkepal.

"Apa maksudmu?" Tanya Damian.

"Dia menumpahkan minyak di depan lift. Beruntung Lio tadi turun melalui tangga." Jelas Felix.

Mendengar jawaban Felix, aura di ruangan itu semakin menyeramkan.

"Kau tau harus apa, Felix?" Tanya Opa.

"Ya, dad." Felix mengangguk.

TBC!

ObsessionWhere stories live. Discover now