Bab 25

8.6K 768 0
                                    

Dua bulan berlalu dengan indahnya, hubungan Vano dan Lio juga semakin erat. Lio yang memulai dan Vano yang merespon, terus saja seperti itu.

Lio sempat bersedih ketika mengingat bahwa harus dirinya yang memulai percakapan dengan sang kakak. Ugh, ia ingin sekali-kali Vano yang memulainya!

Mood Lio hari ini benar-benar turun drastis, ia selalu menunjukkan muka cemberutnya yang sebenarnya menggemaskan jika ia tau.

Setengah hari Lio benar-benar mengabaikan Vano. Ia hanya bermain dengan para abangnya, untuk para tetua mereka sedang disibukkan oleh kerjaannya masing-masing.

Lelah karena bermain hampir setengah hari, Lio kini tengah berbaring di kasurnya berniat ingin tidur.

Suara pintu terbuka membuat mata bulat itu terbuka dan menatap penasaran ke arah pintu. Tatapannya terpaku pada mata yang terlihat tajam milik sang kakak.

"Kenapa?"

Suara yang terkesan tanpa intonasi itu membuat Lio merasa kaku. Ia hanya mengerjapkan matanya sejenak sebelum mengalihkan pandangannya.

"Mm?"

"Masih mau menghindar?"

Lio menelan saliva gugup, ia merasa terintimidasi.

"S-siapa?" Pura-pura tidak tau adalah jalan terakhir yang ia pikirkan.

Jantung Lio berdetak kencang 3 kali lipat disaat Vano yang berada di depannya tiba-tiba tanpa ia sadari.

"Hehe ... Kakak nggak ngantuk? Sini tidur sama adek." Mulut mungil itu terbuka dan berucap tiba-tiba tanpa ia sadari.

"Hm." Vano membaringkan dirinya di kasur lalu menarik pelan tangan mungil Lio agar ikut berbaring di sampingnya.

"Jangan ngehindar, marah? Bilang, jangan kekanak-kanakan."

Lio mengerjapkan matanya bingung mendengar ucapan cepat dari Vano. Namun setelah memahaminya Lio memajukan bibirnya kesal.

"Lio mau ngeluh soal kakak! Kenapa harus Lio yang mulai percakapan? Kan Lio juga mau kakak yang mulai duluan ... " Lio berucap pelan dengan ekspresi tiap pengucapannya.

"Hump! Kalau bukan Lio yang mulai pasti kakak juga gak mau mulai." Lio sedikit mengangkat kepalanya untuk melihat ekspresi dari Vano.

"Kekanak-kanakan sekali."

Tangan mungil itu refleks memukul bibir Vano yang nampak menyeringai. Sadar akan perbuatannya, Lio cepat-cepat memukul tangannya sendiri.

"Umm~ m-maaff ... " Lio menduselkan kepalanya di dada Vano.

"Dasar bocil." Bisikan pelan itu membuat Lio mengernyit.

"Kakak juga masih anak-anak tau!"

"Tau, tapi beda."

Merasa kalah, Lio tak menjawab. Ia memeluk Vano erat dan memejamkan matanya.

———

Masih aman, masih kalem ceritanya.

ObsessionWhere stories live. Discover now