Bab 26

10K 867 16
                                    

Pagi hari Lio dibuat bangun karena suara gaduh yang begitu keras. Ia tergesa-gesa turun dari kasurnya dan berlari ke arah tangga.

Ia terdiam kaku saat melihat pengasuhnya dan beberapa asisten rumah tangga yang tergeletak di lantai bersimpah darah.

Dengan cepat ia menutup mulutnya saat merasa mual. Ia memutar badannya dan berlari ke arah kamarnya.

Ketukan pintu membuat Lio merasa takut, bagaimana jika itu bukan anggota keluarganya?

"Lio, ini daddy."

Mendengar suara familiar membuatnya sedikit lega, ia dengan cepat membuka pintu dengan tangan gemetar.

Tubuh mungil itu dipeluk dengan cepat oleh Felix, ia tidak menduga suara gaduh itu bisa terdengar sekalipun kedap suara.

"D-daddy..." Tangan putih itu semakin menggenggam erat pakaian Felix.

"Sstt...tidak apa, ada daddy sayang. Tenanglah."

Lio berusaha menetralkan napasnya yang tak beraturan. Ia secara diam-diam menghapus air matanya.

"Jangan keluar kamar untuk saat ini, paham Lio?"

Lio mengangguk kecil, "Kak Vano kemana?" Tanyanya saat mengingat jika ia kemarin tidur bersama kakaknya.

"Vano berada di kamarnya, tetap di kamarmu mengerti? Daddy harus keluar." Felix mencium pipi putranya sebelum keluar dari kamar.

———

Arka menghapus cairan merah di pipinya. Ia berdecak kesal, "sialan."

Padahal dirinya sudah merencanakan akan menuju kamar adik kesayangannya. Tetapi secara tiba-tiba sekelompok manusia menyebalkan muncul menghancurkan rencananya.

"Apa penjagaan terlalu lengah hingga mereka bisa masuk?" Sarkasnya.

Adelard menghela napas mendengar sindiran cucunya. Tentu saja urusan keamanan merupakan tanggung jawabnya.

"Diamlah, menyindir tidak akan menyelesaikannya."

Adelard menoleh ke sampingnya, ia menyeringai puas melihat cucunya dengan tangan penuh darah.

"Ini pertama kalinya bukan? Jadilah dirimu sendiri, Vano."

Vano melirik dengan seringai tipis, "terima kasih, Opa."

Vano menatap laki-laki yang tergeletak di lantai tanpa ekspresi. Ia mengangkat kepalanya menatap lantai 3 sejenak sebelum berjalan menjauh menuju kamar mandi.

"Opa serahkan mayat ini padamu, kerjakan dengan cepat jika ingin bertemu Lio." Adelard menepuk pundak Arka dan tersenyum mengejek.

"Menyusahkan."

——

Vano membasuh tangannya, ia menatap dirinya di pantulan cermin.

"467..."

Ia mengambil tisu dan mengeringkan tangannya, keluar dari kamar mandi ia bergegas menuju lift dan menekan angka 3.

Vano membuka pintu putih itu dan masuk begitu saja membuat sang pemilik kamar berdebar-debar karena takut sekaligus terkejut.

Lio menghela napas lega, ia kira yang masuk seorang penjahat.

"Kakak dari kamar? Tadi Lio lihat di bawah ada dar–" sadar akan ucapannya Lio terdiam, ia tidak ingin melanjutkan ucapan yang berakhir akan menimbulkan ketakutan untuk dirinya.

"Hm? Ada apa di bawah? Kakak tidak tau." Vano tersenyum tipis.

"Ah, nggak jadi. Lio lupa hehe..." Lio menggelengkan kepalanya, ia mengalihkan pembicaraan.

Keduanya terdiam saling menatap, Lio mengalihkan tatapannya saat melihat Vano yang menatapnya begitu dalam.

"Rambut kakak berantakan banget, belum mandi pasti yaa~?" Lio tertawa, berusaha menggoda sang kakak.

"Mau mandi bersama?"

Lio tersentak, ia menggeleng panik. "E-enggak! Hehe, kakak aja, Lio udah mandi kok."

Vano terdiam menatap ke arah Lio beberapa saat, ia tersenyum sekilas lalu berjalan ke arah kamar mandi Lio.

"Tolong siapkan baju kakak, bisa?"

"Hum! Biar Lio siapin~"

Selesai.

Ada yang paham teori "467" gak nihh?

Obsessionजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें