Bab 15

23.9K 2.1K 100
                                    

Lio yang berada dalam dekapan Opa meronta untuk turun, setelah berhasil ia berlari dengan cepat melalui tangga melupakan peraturan yang baru diterapkan untuknya.

Tepat di ujung tangga lantai dua, ia menoleh ke kanan dan kiri lalu memutuskan untuk berjalan ke lorong sebelah kiri.

"KAK VANO!" Lio dengan cepat memeluk Vano yang tengah memunggunginya. Ia benar-benar khawatir terhadap Vano.

Lio melepaskan pelukannya dan ingin membalikkan badan Vano untuk menghadap ke arahnya. Tapi, betapa terkejutnya melihat tangannya yang penuh dengan lumuran darah.

Keringat bercucuran membanjiri keningnya, bibirnya bergetar menggumamkan sesuatu. Lio memundurkan langkahnya, ia menangis kencang hingga semua orang yang sedang berada di ruang keluarga tergesa-gesa untuk menghampirinya.

"Darah...darah...darah" Lio bergumam menggeleng kepalanya dengan panik.

Pupil mata Lio membesar melihat pakaian putih Vano yang memerah karena darah.

"NGGAK! MENJAUH HIKS!" Lio berteriak histeris saat Vano mendekatinya, bahkan Vano membuang pisau yang berlumuran darah dengan entengnya.

Pergerakan Vano membuat hal yang dibelakang pun terlihat, seorang pelayan yang terkapar di lantai dengan genangan darah.

Lio terduduk di lantai, kakinya benar benar terasa lemas untuk berdiri. Lio menutup matanya erat, namun tangisnya tak kunjung berhenti.

Merasakan tangan dingin yang menyentuh pipinya Lio tetap tidak berani membuka matanya.

"Lio."

Ini suara Vano....

"Lio!" Theo mendekat ke arah Lio lalu menggendongnya. Dapat dia rasakan jika badan Lio bergetar hebat.

"Darah...darah..."

Theo merasa sakit melihat Lio yang menangis, ia menjauhkan Lio agar tidak melihat darah.

"Bawa Lio ke kamar." Titah Opa yang langsung diangguki Theo.

"Astaga Vano! Apa yang terjadi?" Mommy Lyra mendekat ke arah Vano dengan panik.

Vano hanya menggeleng sebagai jawaban, ia melirik ke belakang melihat pelayan penuh dengan genangan darah.

"Sampah.."Gumam Vano yang tidak didengar.

"Bersihkan dirimu, Vano." Ucap Felix.

Mommy Lyra pun menarik tangan Vano agar mengikutinya. Walaupun ia sebenarnya takut melihat darah, tetapi Vano tetap putranya dan dia harus bisa melawan rasa takutnya.

"Panggil dua dokter kemari." Keenan melirik bodyguard yang berjaga.

"Baik Tuan." Bodyguard itu menunduk lalu pergi untuk menjalankan tugasnya.

"Ini racun." Nicholas mengambil sebuah kemasan kecil yang berada di tangan pelayan itu.

Semua menatap pada kemasan itu.

Felix mengepalkan tangannya saat tau racun itu hanya bisa didapat oleh orang yang memiliki kekuasaan di dunia bawah.

Racun Olyxrsy, bahkan jika orang yang meminum racun itu setetes kemungkinan mereka mati bisa 15%.

"Perketat penjagaan mansion!" Perintah Felix dengan dingin.

"Panggil para pelayan kemari." Ucap Keenan dengan nada tenang, namun tidak dengan matanya yang berkata lain.

Felix berjalan ke arah lift, ia ingin melihat keadaan putra bungsunya. Melihat reaksi Lio yang terlihat sangat ketakutan membuatnya tidak tega. Ia bahkan sudah mengecek riwayat kesehatan Lio yang memang sehat walau imunnya yang rentan. Dan terakhir Lio juga tidak memiliki trauma pada apapun.

Tapi itu—, ah, sepertinya dia harus membawa Lio ke dokter.

Felix membuka pintu kamar Lio dan aroma khas bayi dan vanila tercium jelas di indra penciumannya.

"Bagaimana keadaan Lio?" Tanya Felix tanpa menatap Theo. Ia tengah menatap tubuh Lio yang terbaring Lemah.

"Lio demam tinggi, dan juga dia terus menerus mengatakan 'Ano'." Jelas Theo dengan nada tidak suka di akhir kata.

Felix mengernyit, ia yakin jika Lio tidak dekat dengan siapapun. Karena ia tau selama wanita itu hidup Lio dilarang untuk keluar dari rumah sedikitpun.

Suara ketukan pintu membuat pikiran mereka buyar.

"Maaf Tuan, saya akan memeriksa tuan muda." Ucap Rion. Memang, sekarang Rion bukan lagi dokter pribadi Alexander, tetapi dokter pribadi Lio.

"Cepat." Desak Felix.

"Saya rasa ini ada hubungannya dengan trauma..." Ucap Rion setelah memeriksa keadaan Lio.

"Jika berkenan, bolehkah saya bertanya apakah ada kejadian yang menyebabkan Tuan muda seperti ini?" Tambah Rion.

"Dia melihat darah." Jawab Felix.

Rion mengangguk mengerti, ia menatap wajah tuan mudanya yang pucat lalu kembali menatap Felix.

"Tuan muda memiliki rasa trauma akan darah. Jadi saya sarankan untuk tidak membuat Tuan muda melihat darah walau sedikitpun." Jelas Rion.

Felix mengangguk mendengar hal itu, ia mendekat ke arah Lio lalu mengelus surainya yang terasa halus.

"Kalau begitu saya permisi, tuan." Rion pergi dari ruangan itu. Tepat di depan pintu ia melihat anggota keluarga Alexander yang ingin masuk. Dia menunduk lalu kembali berjalan.

"Lio tidak apa-apa kan?" Senna bertanya dengan khawatir.

"...Dia memiliki trauma terhadap darah." Jawab Felix yang tetap menatap wajah Lio.

Senna mendengar itu kakinya terasa lemas, beruntung dia ditahan oleh Alora. Bahkan Oma pun menangis di dekapan Opa.

"Maaf..." Lirih Felix. Ia merasa bersalah, andai ia bisa menahan Lio agar tidak melihat kejadian tersebut.

"Kalian...para perempuan masuk kedalam kamar kalian." Perintah Opa mutlak.

Oma yang mendengar itu ingin protes, namun melihat tatapan suaminya yang tidak ingin dibantah ia pun pasrah untuk kembali ke kamarnya.

"Nicholas, pergi cari tahu siapa yang menyuruh pelayan itu."

"Dan untukmu Keenan, opa percayakan para pelayan padamu." Imbuh Opa.

"Ya." Jawab Keenan.

"Bagaimana dengan Vano?" Tanya Theo.

"Dia baik-baik saja." Jawab Opa. Memang, sebelum mereka pergi ke kamar Lio ia terlebih dahulu pergi ke kamar Vano. Dia menanyakan beberapa pertanyaan, namun hanya tatapan datar yang ia dapat.

TBC!

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENTAR POSITIFNYA!

ObsessionWhere stories live. Discover now